Pemikiran Filsafat Sejarah Arnold Joseph
Toynbee
(14 April 1889 – 22 Oktober 1975)
Muhammad Nasir
I.
Pengantar
Foto: AZ Quotes |
Arnold
Joseph Toynbee adalah salah satu filosof
periode modern yang berkonsentrasi pada sejarah tumbuh dan runtuhnya
peradaban bangsa-bangsa. Oleh sebab itu, sejarawan dan siapa saja yang
bermaksud mendalami persoalan yang berkaitan dengan peradaban suatu bangsa
merasa perlu untuk mengutip pendapatnya.
Yang
menarik dari pemikirannya adalah bahwa peradaban yang ada sekarang ini tidak
lepas dari peradaban lama. Misalnya, peradaban barat modern yang berkembang
sekarang ini memiliki interrelasi dengan peradaban Hellenis kuno (Yunani). Hal
ini tentu tidak lepas dari teori yang ia bangun tentang sejarah yang bergerak
siklus.[1]
Tulisan
singkat ini bertujuan untuk mengenal Toynbee dan pemikiran/filsafat sejarahnya.
Dalam tulisan ini tercakup empat pokok pikiran untuk memetakan pikiran
sejarawan kelahiran Inggris tersebut. Di antaranya, konsepsi tentang manusia,
pola gerak sejarah, kekuatan penggerak, serta tujuan dan makna sejarah. Dengan
sedikit ulasan tentang biografi, keempat topik ini dibahas secara berimbang dan proporsional
sesuai pemahaman dan literatur yang didapatkan.
II.
Biografi Singkat
Arnold Joseph Toynbee
(14 April 1889 –
22 Oktober 1975)
adalah sejarawan Inggris terkemuka yang terkenal dengan 12 jilid bukunya A Study of History. Buku yang ia tulis
dalam waktu antara 1934-1961 itu bercerita tentang kelahiran dan keruntuhan
peradaban
Foto: Wikipedia |
Sejarawan kelahiran
London ini melewatkan masa pendidikannya di Winchester College
and Balliol College, Oxford.
Toynbee menjadi Professor Sejarah Yunani
Modern dan Byzantium di King's College, London (1919-1924) dan Research
Professor pada the Royal
Institute of International Affairs (1925-1955).
Penulis menduga
pemikiran dan perhatiannya terhadap peradaban dipengaruhi oleh situasi pada
masa hidupnya dan pekerjaan yang banyak bersentuhan dengan "nasib"
bangsa-bangsa yang tengah dilanda perang. Riwayat pekerjaannya sebagaimana
ditulis dalam Wikipedia :
"He worked for
the Intelligence department of the British Foreign
Office during World War I and served as
a delegate to the Paris Peace
Conference in 1919. With his research assistant, Veronica M.
Boulter, who was to become his second wife, he was co-editor of the
RIIA's annual Survey of International Affairs. During World War II, he again worked for the Foreign Office and attended the postwar peace
talks[2]
Selama Perang Dunia I,
ia bekerja pada kantor urusan luar negeri Inggris. Pada saat itu ia pernah menjadi
delagasi Konferensi Damai di Paris. Berikutnya, tak cukup mengurus persoalan
perdamaian dan urusan luar negeri, ia juga meneliti ke berbagai tempat.
Berbekal pengalaman tersebut, tak heran ia dipercayai sebagai juru runding
damai pascaperang dunia II. Maka pengalamannya ini menurut hemat penulis sangat
berpengaruh dalam tulisan-tulisannya.
Disamping A Study of History yang terkenal itu ia
juga menulis Greek Historical Thought (1924), History of the World
(12 volumes, 1925-1961), War and Civilization (1951), War and
Civilization (1951), Hellenism: The History of a Civilization (1959)
dan Hannibal's Legacy (1965). Arnold Joseph Toynbee Meninggal tahun 1975 dalam usia 86 tahun.
Bukunya yang
terkenal A Study of History terdiri
dari 12 Volume memuat topik-topik sebagai berikut:
Vol I : Introduction; The
Geneses of Civilizations (Oxford University Press 1934)
Vol II : The Geneses of
Civilizations (Oxford University Press 1934)
Vol III : The Growths of
Civilizations (Oxford University Press 1934)
Vol IV : The Breakdowns of
Civilizations (Oxford University Press 1939)
Vol V : The Disintegrations
of Civilizations (Oxford University Press 1939)
Vol VI : The Disintegrations
of Civilizations (Oxford University Press 1939)
Vol VII : Universal States;
Universal Churches (Oxford University Press 1954)
Vol VIII : Heroic Ages; Contacts
between Civilizations in Space (Oxford University Press 1954)
Vol IX : Contacts between
Civilizations in Time; Law and Freedom in History; The Prospects of the Western
Civilization (Oxford University Press 1954)
Vol X : The Inspirations of
Historians; A Note on Chronology (Oxford University Press 1954)
Vol XI : Historical Atlas and
Gazetteer (Oxford University Press 1959)
Vol XII : Reconsiderations (Oxford University Press
1961)[3]
H. Holborn menilai karya Toynbee bukanlah falsafah sejarah karena unsur
spekulatifnya, khayalan dan pemaksaan idenya.[4]
III.
Pemikiran Filsafat Toynbee
1.
Konsepsi tentang Manusia
Manusia adalah individu yang kreatif.
Menurutnya individu kreatif itulah yang akan menjadi juru selamat masyarakat.[5]
Sejarah hidup manusia akan selalu diwarnai oleh pasang surut kebudayaan
tertentu. Agama (baca: tuhan) juga dianggap memberi pengaruh besar terhadap
manusia. Toyn-bee menyatakan, ada "penjelmaan Tuhan di dalam diri
manusia"[6] Sepertinya pernyataan ini mirip dengan pendapat Hegel
yang menyatakan ruh atau idea yang ia sebut: “tuhan menjelma pada alam
sadar manusia.”[7] Dalam hal ini mungkin saja
pemikiran Toynbee dipengaruhi alur pikir Hegel.
Penjelmaan ini menurut
Toynbee hanya ada pada diri juru selamat yang mencerminkan dirinya
sendiri sebagai Tuhan yang menawarkan harapan, atau tepatnya hanya Isa Almasih
yang dapat membebaskan manusia dari kehancuran. Karena argumen inilah Toynbee
telah dituduh menguburkan sejarah di pekarangan gereja Anglikan.
Menurut Toynbee,
perbuatan manusia tidak semata-mata hasil usaha manusia itu sendiri. Tetapi
lebih jauh ada kendali dari tuhan. Konsepsi ini barangkali mirip pandangan kaum
Sunni [8] dalam Islam
tentang usaha manusia (kasb) dan kebebasan dalam berbuat (free will).
Konsep kasb ini menyatakan perbuatan manusia diciptakan oleh tuhan,
namun manusia harus berupaya sendiri (ikhtiyar) dengan kemampuannya (kasb).
Hugiono dan P.K.
Purwantana[9]
menggolongkan filsafat Toynbee ke dalam filsafat monistis, karena ia
berpendapat akal manusia tanpa diikuti iman akan membawa kepada kehancuran
hidup/peradaban.
2.
Pola Gerak Sejarah
Toynbee dikenal sebagai
penganut teori siklus. Teori Siklus merupakan merupaskan teori gerak
sejarah yang tertua dan paling populer hingga saat ini. Menurut Toynbee sejarah bergerak dalam satu
siklus (lingkar) yang selalu berulang. Tetapi pengulangan itu akan menemukan
wujud yang berbeda, yaitu berulang dalam bentuk yang lebih halus dan sempurna.
Inilah yang membedakannya dari teori siklus klasik (kuno). Dalam hal ini, mungkin
saja Toynbee memodifikasi teori evolusi Charles Darwin (1809-1882)
sekaligus terpengaruh dengan pemikiran Darwin yang mengatakan setiap makhluk
hidup berubah secara alami dari tingkat yang lebih rendah kepada tingkat yang
lebih sempurna.
Dalam perspektif perubahan sosial, teori
siklus sebagai bagian dari teori sosiohistoris juga dianut oleh Ibnu Khaldun
(1332-1406) dengan tema manusia nomaden (al badawiyah) dan manusia menetap (muqim),[10]
dan Pitirim A. Sorokin (1889-1968) dengan tema pola perubahan sosiokultural
dalam bukunya Social and Cultural Dinamycs, 4 jilid (1937-1941)[11]
Peradaban menurut tesis
Toynbee, adalah setiap kebudayaan yang dewasa memiliki empat tahap hidup:
lahir, tumbuh, runtuh, dan silam, sebagaimana berikut:
1. Genesis of civilization
2. Growth of civilization
3. Decline of civilization:
>> Breakdown of civilization
>>Disintegration of civilization
4. Dissolution of
civilization.
Siklus inilah yang terus berulang dalam bentuk
yang berbeda dan lebih halus.
Gambaran sejarah
manusia yang dikemukakan Toynbee kepada kita adalah suatu lingkaran perubahan
berkepan-jangan dari peradaban: lahir, tumbuh, pecah, dan hancur. Kese-luruhan
proses ini berkaitan erat dengan pelaksanaan fungsi elit dan antar hubungan
elit dengan massa rakyat, baik dengan prole-tariat internal maupun eksternal.
Toynbee
presented history as the rise and fall of civilizations, rather than the history of nation-states
or of ethnic groups. He identified his
civilizations according to cultural rather than national criteria[12] (Toynbee menampilkan
sejarah sebagai kebangkitan dan kejatuhan sebuah peradaban, lebih dari sekedar
sejarah sebuah negara bangsa [nation-states]
atau kelompok etnis [ethnic groups]-pen).
Lebih dari itu, sejarah hidup manusia akan selalu
diwarnai oleh pasang surut kebudayaan tertentu.
Toynbee (1889-1975) melihat
proses kelahiran, pertumbuhan, kemandek-an, dan kehancuran di dalam kehidupan
sosial. Ia lebih menekankan pada masyarakat atau peradaban sebagai unit
studinya ketimbang bangsa atau periode waktu. Studi mengenai satu bang-sa
tertentu tak dapat dipahami sebagai "sesuatu di dalam dirinya
sendiri"; bangsa tertentu harus dilihat sebagai bagian dari suatu proses
yang lebih besar.[13]
3.
Kekuatan Penggerak
Arnold J Toynbee dalam magnum
opus-nya A Study of History (London, 1961), menyatakan sejarah hidup
manusia akan selalu diwarnai oleh pasang surut kebudayaan tertentu. Gelombang
kerusakan ruang publik di tengah masa sulit itulah yang akan selalu memunculkan
entah pribadi maupun kelompok yang disebut minoritas kreatif (creative
minority).
Dalam bahaya kehancuran dan
kerusakan, sejarah manusia justru diselamatkan dari kehancuran total oleh suatu
kelompok yang disebut minoritas kreatif (creative minority)[14]
Dengan demikian minoritas kreatif (creative minority) merupakan
suatu konsepsi terpenting Toynbee terhadap manusia dan golongan pembuat
sejarah.
Minoritas kreatif ini dapat mengalami degenerasi yang disebabkan ketidak
mampuan elit ini atau pemilihan calon elit yang tidak cocok[15]
Minoritas kreatif ini ia ungkapkan dalam pemikiran utama filasafat sejarahnya
yang dibungkus dalam tema Challenge and Respose. Individu yang kreatif
tersebut terbentuk melalui tantangan.[16] Toynbee menggunakan analogi Challenge and Response
ini sebagai prinsip utama dalam mensintesa kesimpulan tentang kemunculan hingga
keruntuhan sebuah peradaban. Challenge and Response dalam konteks
peradaban berarti; jika peradaban berkembang berarti tantangan yang dihadapinya
tidak terlalu keras. Sebaliknya, jika jika peradaban itu mandeg atau hancur
berarti tantangan yang dihadapinya cukup
atau terlalu keras.[17]
4.
Tujuan/ Makna Sejarah
Toynbee
menyebutnya sebagai proses "penghalusan", yakni pergeseran penekanan
dari alam kemanusiaan atau perilaku yang lebih rendah ke taraf yang lebih
tinggi.[18]
Lebih lanjut, manusia bernaluri
jahat disitir sebagai biang kehancuran peradaban. Misalnya pernyataan bahwa
peradaban manusia global manusia bisa hancur di tangan naluri jahat manusia
plus teknologi modern
Dalam konteks ini, para pelaku
sejarah dan individu yang terkait dengan suatu peristiwa merupakan bagian tak
terpisahkan dari setiap bangsa dan peradaban mana saja yang sedang berada dalam
masalah.
Meskipun
demikian, ia tetap berkeyakinan tidak ada peradaban yang tumbuh tanpa batas.
Artinya daur (siklus) - lahir, tumbuh, runtuh, dan
silam- inilah yang terus berulang, hanya saja dalam bentuk yang berbeda
dan lebih halus.
IV.
Penutup
Demikian yang dapat
ditulis sebagai penghantar untuk memahami lebih jauh tentang pemikiran Filsafat
Sejarah Toynbee.
------------------------------------------
Bahan Bacaan
A.J.
Toynbee, A Study of History Vol
XII: Reconsiderations ,Oxford University Press, 1961
Aloys Budi Purnomo, Kompas, Sabtu, 21 Januari 2006
Hugiono dan
P.K. Purwantana, Jakarta: Rineka Cipta,1992
Ibnu
Khaldun, Muqaddimah, penerjemah Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus,
2000, cet. VI
Mohd. Yusof
Ibrahim, Aspek Perkembangan Falsafah Dunia Barat, Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia,1991
Robert H. Lauer, Perspektif tentang Perubahan Sosial,
diterjemahkan dari judul asli Perspectives on Social Change oleh
Alimandan SU Jakarta: Bina Aksara,1989
Suparlan Suhartono, Sejarah Pemikiran Filsafat Modern, Yogyakarta: Arruz, 2005
Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok Elit,
Jakarta: CV. Rajawali,1984
Zainab Mahmud al Khudhairy, Falsafah
Tarikh ‘inda Ibn Khaldun,(Bayrut-Lubnan: Dar al Tanwyr, 1985)
[1] Teori
Siklus merupakan merupaskan teori gerak sejarah yang tertua dan paling populer
hingga saat ini. Kalangan masyarakat awam juga sering menyebut teori dengan
ungkapan “sejarah pasti berulang”
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Arnold_J._Toynbee, diakses 16
Sepetember 2006
[3] Ibid
[4] Mohd. Yusof Ibrahim, Aspek
Perkembangan Falsafah Dunia Barat, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pendidikan Malaysia,1991) h.163
[5] Lihat Robert H. Lauer, Perspektif
tentang perubahan Sosial,diterjemahkan dari judul asli Perspectives on
Social Change oleh Alimandan SU (Jakarta:Bina Aksara,1989) H. 54
[6]
Ibid.
[7] Menurut Georg
Wilhem Hegel (1770-1831) yang terkenal dengan filsafat dialektikanya (tesis→ antitesis→ sintesis→ tesis
baru→ dst..) dalam sejarah kemanusiaan, ruh sadar akan
dirinya, dan kemanusiaan merupakan bagian dari idea yang mutlak yaitu tuhan.
Pemikiran ini ia ungkapkan ketika membahas manakah yang mutlak, apakh idea
atau materia.. Lihat Suparlan Suhartono, Sejarah Pemikiran Filsafat
Modern, (Yogyakarta: Arruz,2005),h.57
[8] Sunni adalah sebutan untuk penganut
aliran telogi Ahl al Sunnah wa al jama’ah yang dibangun oleh abu Hasan al Asy’ary bada sekitar tahun 300 H.
[9]
Hugiono dan P.K. Purwantana,(Jakarta:Rineka Cipta,1992), h.85
[10] Ibnu Khaldun, Muqaddimah, penerjemah
Ahmadie Thoha, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000) cet. VI h.211. Lihat juga Zainab
Mahmud al Khudhairy, Falsafah Tarikh ‘inda Ibn Khaldun,(Bayrut-Lubnan:
Dar al Tanwyr, 1985) h. 159-167
[11] Robert H. Lauer. op.cit., h. 57-68
[13] Robert H. Lauer. op.cit., h.
49-50
[14] Aloys Budi Purnomo,
Kompas,Sabtu, 21 Januari 2006
[15] Suzanne Keller, Penguasa dan Kelompok
Elit,(Jakarta: CV. Rajawali,1984) h.362
[16] Aksi kreatif
itulah sebagai upaya survive bagi manusia, masyarakat dan peradabannya.
Konsep ini mengingatkan kita pada kosep struggle for life-nya Charles
Darwin. Yang sanggup berjuang dan bertahan melawan tantangan, akan hidup dan
memelihara kelangsungan keturunannya-pen
[17] A.J. Toynbee, A Study of
History Vol XII: Reconsiderations (Oxford University
Press 1961) h.256
[18] Robert H. Lauer. op.cit
No comments:
Post a Comment