Muhammad Nasir
1. Agama
Agama menempati kedudukan yang sangat lemah dalam hati masyarakat Arab pra-Islam. Walaupun mereka mempunyai kepercayaan dan amalan keagamaan, namun mereka tidak bisa dikatakan sebagai umat yang religious. Mereka tidak mempunyai falsafah dan tradisi intelektual yang sophisticated. Pendekatan yang mengarah pada falsafah ialah konsep mereka tentang dahr, yang senantiasa diungkapkan dalam puisi-puisi mereka.
Menurut pandangan Islam, nasib manusia dan alam semesta tidaklah terkait dengan dahr, melainkan terikat oleh qadar Allah, yakni kekuasaan Allah yang transenden.
2. Tata Hidup Masyarakat
Tribalisme (kesukuan) adalah tata hidup masyarakat Arab pra Islam. Dalam hal ini ikatan darah adalah basis esensial kelompok, yang identifikasinya berupa: kesetiaan paripurna pada suku bangsa dan solidaritas kesukuan yang tak terbatas.
Islam mengakui eksistensi suku bangsa dan memelihara solidaritasnya. Akan tetapi menggantikan tribalisme mereka dengan komitmen pada Allah dan rasul-Nya
3. Konsep Diri (Manusia)
Istighna. Istghna berasal dari makna akar ”bebas dari keperluan” dan istilah tersebut digunakan kemudian untuk melukiskan sikap masyarakat Arab pra Islam yang memandang dirinya bebas muthlak berbuat sesuka hatinya.
Ekses kepercayaan pada diri sendiri ini dalam pandangan islam merupakan keangkuhan, karena sikap mental demikian itu menyangkal sama sekali kenyataan makhluk manusia. Al-Quran berulangkali menekankan bahwa Allah sendirilah yang berhak penuh untuk berbangga tidak terikat oleh apa pun dan independen mutlak dalam arti yang sesungguhnya
4. Membanggakan Nasab
Setiap keluarga terhormat mempunyai Nasab yang mereka banggakan. Nasab ialah pengutaraan segala kerja terpandang para moyang, akan tetapi tiada ayal termasuk pula ke dalamnya pengutaraan nenek moyang mereka sendiri.
Nabi Muhammad SAW, Rasulullah melarang umatnya untuk membangga-banggakan keturunanan.
5. Kedermawanan
Di gurun, tempat di mana bahan-bahan keperluan hidup sangat langka, sikap hormat pada tamu dan suka menolong tak ayal lagi merupakan aspek yang penting dalam perjuangan hidup. Kedermawaan dipandang sebagai bukti kemuliaan sejati. Kata sifat karim, dalam hubungan ini, dalam istilah Arab pra Islam, merupakan gabungan dua sifat, yakni kedermawanan dan kemuliaan.
Baik semasa Islam maupun pra islam bangsa Arab mengenal kedermawanan ini. Perbedaannya terletak pada: islam menolak nilai-nilai kedermawanan yang bersumber dari keinginan untuk show (riya). Menurut pandangan islam, yang penting bukanlah sekedar kedermawanan, melainkan motif yang mendasarinya inama al-’amal bi al-niyat.
6. Keberanian
Syaja’ah (keberanian) menempati kedudukan yang tinggi dalam tata nilai orang Arab, dan diakui sebagai ciri esensial muru'ah (kemanusiaan). Akan tetapi cita keberanian dalam orang-orang Arab pra-Islam sering-sering tidak lebih baik dari keganasan yang tidak berprikemanusiaan dalam pertumpahan darah antar suku; dan ini tepat karakteristik jahiliyah sebagai lawan
Islam memuji keberanian dan mencela kepengecutan. Akan tetapi, Islam memotong unsur-unsur esensial dari keberanian dalam perspektif jahiliyah
7. Kesetiaan
Kesetiaan. Mereka yang menelaah puisi-puisi pra-Islam tahu betul bahwa sikap dapat dipercaya itu merupakan cita yang dijunjung tinggi. Akan tetapi cita kesetiaan pra-Islam terutama pada suku, atas dasar ikatan darah.
Islam memupuk sifat lama ini secara khas, dan berhasil mengarahkan sifat tersebut pada garis tauhid: dari kesetiaan pada suku beralih menjadi kesetiaan pada Allah dan Rasul-Nya
8. Kesabaran
Sabar adalah cita utama di gurun pada masa Arab pra-Islam. Sabar ini merupakan saudara kembar syaja'ah. Keduanya merupakan kejantanan para pelaga di medan laga.
Dalam pandangan al-Quran, sabar tampil mengungkapkan segi esensial iman sejati pada Allah.
Relevansinya dengan Kemajuan Islam
Semua sifat dan karakteristik Bangsa Arab Pra-Islam ini sekaligus menjadi modal utama untuk mengembangkan ajaran dan peradaban Islam.
1. Agama
Agama menempati kedudukan yang sangat lemah dalam hati masyarakat Arab pra-Islam. Walaupun mereka mempunyai kepercayaan dan amalan keagamaan, namun mereka tidak bisa dikatakan sebagai umat yang religious. Mereka tidak mempunyai falsafah dan tradisi intelektual yang sophisticated. Pendekatan yang mengarah pada falsafah ialah konsep mereka tentang dahr, yang senantiasa diungkapkan dalam puisi-puisi mereka.
Menurut pandangan Islam, nasib manusia dan alam semesta tidaklah terkait dengan dahr, melainkan terikat oleh qadar Allah, yakni kekuasaan Allah yang transenden.
2. Tata Hidup Masyarakat
Tribalisme (kesukuan) adalah tata hidup masyarakat Arab pra Islam. Dalam hal ini ikatan darah adalah basis esensial kelompok, yang identifikasinya berupa: kesetiaan paripurna pada suku bangsa dan solidaritas kesukuan yang tak terbatas.
Islam mengakui eksistensi suku bangsa dan memelihara solidaritasnya. Akan tetapi menggantikan tribalisme mereka dengan komitmen pada Allah dan rasul-Nya
3. Konsep Diri (Manusia)
Istighna. Istghna berasal dari makna akar ”bebas dari keperluan” dan istilah tersebut digunakan kemudian untuk melukiskan sikap masyarakat Arab pra Islam yang memandang dirinya bebas muthlak berbuat sesuka hatinya.
Ekses kepercayaan pada diri sendiri ini dalam pandangan islam merupakan keangkuhan, karena sikap mental demikian itu menyangkal sama sekali kenyataan makhluk manusia. Al-Quran berulangkali menekankan bahwa Allah sendirilah yang berhak penuh untuk berbangga tidak terikat oleh apa pun dan independen mutlak dalam arti yang sesungguhnya
4. Membanggakan Nasab
Setiap keluarga terhormat mempunyai Nasab yang mereka banggakan. Nasab ialah pengutaraan segala kerja terpandang para moyang, akan tetapi tiada ayal termasuk pula ke dalamnya pengutaraan nenek moyang mereka sendiri.
Nabi Muhammad SAW, Rasulullah melarang umatnya untuk membangga-banggakan keturunanan.
5. Kedermawanan
Di gurun, tempat di mana bahan-bahan keperluan hidup sangat langka, sikap hormat pada tamu dan suka menolong tak ayal lagi merupakan aspek yang penting dalam perjuangan hidup. Kedermawaan dipandang sebagai bukti kemuliaan sejati. Kata sifat karim, dalam hubungan ini, dalam istilah Arab pra Islam, merupakan gabungan dua sifat, yakni kedermawanan dan kemuliaan.
Baik semasa Islam maupun pra islam bangsa Arab mengenal kedermawanan ini. Perbedaannya terletak pada: islam menolak nilai-nilai kedermawanan yang bersumber dari keinginan untuk show (riya). Menurut pandangan islam, yang penting bukanlah sekedar kedermawanan, melainkan motif yang mendasarinya inama al-’amal bi al-niyat.
6. Keberanian
Syaja’ah (keberanian) menempati kedudukan yang tinggi dalam tata nilai orang Arab, dan diakui sebagai ciri esensial muru'ah (kemanusiaan). Akan tetapi cita keberanian dalam orang-orang Arab pra-Islam sering-sering tidak lebih baik dari keganasan yang tidak berprikemanusiaan dalam pertumpahan darah antar suku; dan ini tepat karakteristik jahiliyah sebagai lawan
Islam memuji keberanian dan mencela kepengecutan. Akan tetapi, Islam memotong unsur-unsur esensial dari keberanian dalam perspektif jahiliyah
7. Kesetiaan
Kesetiaan. Mereka yang menelaah puisi-puisi pra-Islam tahu betul bahwa sikap dapat dipercaya itu merupakan cita yang dijunjung tinggi. Akan tetapi cita kesetiaan pra-Islam terutama pada suku, atas dasar ikatan darah.
Islam memupuk sifat lama ini secara khas, dan berhasil mengarahkan sifat tersebut pada garis tauhid: dari kesetiaan pada suku beralih menjadi kesetiaan pada Allah dan Rasul-Nya
8. Kesabaran
Sabar adalah cita utama di gurun pada masa Arab pra-Islam. Sabar ini merupakan saudara kembar syaja'ah. Keduanya merupakan kejantanan para pelaga di medan laga.
Dalam pandangan al-Quran, sabar tampil mengungkapkan segi esensial iman sejati pada Allah.
Relevansinya dengan Kemajuan Islam
Semua sifat dan karakteristik Bangsa Arab Pra-Islam ini sekaligus menjadi modal utama untuk mengembangkan ajaran dan peradaban Islam.
No comments:
Post a Comment