Muhammad Nasir
Foto: Sumber tak diketahui, pinjam dulu bos! |
PENDAHULUAN
Sejarah berasal dari kata Syajarah yang berarti pohon.
Pohon menurut Suparlan Suhartono[1]
mempunyai sifat alami yaitu "pertumbuhan ke arah tertentu".
Pengertian di atas dapat membatu memberi pemahaman bahwa sejarah bukanlah
sesuatu yang statis; merujuk pada masa silam saja. Lebih dari itu merujuk pertumbuhan dan
perkembangan pada tujuan tertentu (tellos).
Filsafat dalam pengertian yang lazim dan sederhana adalah cinta atau senang
kepada hikmah atau kebenaran. Sebagai induk ilmu pengetahuan filsafat bertugas
meneropong hal-hal yang diketahui setiap orang namun belum diketahui
sepenuhnya.[2] Pada
tahap tertentu, sesuatu yang diketahui dapat diterima akal dan menjadi
kebenaran.
Sementara istilah modern merujuk pada zaman di mana sebuah kebenaran
menemukan bentuknya sendiri, setelah mengkritisi kebenaran yang diterima
sebelumnya. F. Budi Hardiman mensinyalir modernitas sebagai reaksi kaum
intelektual yang diwarnai gerakan sosial politis yang sangat kritis terhadap
zaman sebelumnya.[3]
Dari kaitan di atas dapat disimpulkan bahwa sejarah filsafat modern berarti
suatu pembahasan tentang perkembangan kecerdasan akal manusia dalam
memformulasikan kebenaran melalui analisis kritis terhadap pemikiran
sebelumnya.
Filsafat ilmu pengetahuan modern tidak
dapat dilepaskan dari sejarah filsafat modern. Materi yang dibahas pada periode
filsafat modern secara langsung menjadi titik tolak kajian filsafat ilmu
pengetahuan modern. Jadi sejarah filsafat ilmu pengetahuan periode modern yang
dibahas pada makalah singkat ini terarah pada dinamika pemikiran manusia dalam
memecahkan persoalan manusia demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik.[4]
Dalam tulisan ini akan dijelaskanan beberapa istilah seperti modern dengan beberapa variannya, semangat
atau fokus filsafat modern dan beberapa aliran utama filsafat modern berikut
tokoh-tokohnya.
ISTILAH
MODERN DALAM PERMULAAN
ZAMAN FILSAFAT MODERN
- Modern
Modern berasal dari kata latin moderna
yang berarti sekarang, baru, atau saat kini.[5]
Modern juga sering dinamakan dengan kata contemporary atau up to
date. Tetapi modern lebih menekankan pada segi waktu yaitu waktu kini (the
present) yang bergerak dari waktu sebelumnya.[6]
Jika demikian pengertian modern, maka sesuatu yang modern berarti hal-hal yang
berkaitan dengan masa sekarang. Jika sesuatu yang berlaku pada masa sekarang
tidak beranjak/ beralih dari kecendrungan dan gaya berpikir masa lalu --sekali
lagi, meskipun terjadi pada masa sekarang-- bukanlah hal yang modern.
Begitu juga dengan pemikiran atau filsafat yang masih bercorak masa lalu yang
masih berlaku saat ini, bukanlah filsafat modern.
- Asal-usul filsafat modern (Permulaan Filsafat Modern)
Berangkat dari istilah modern, Filsafat
modern berarti sebuah kecendrungan meninggalkan corak filsafat sebelumnya
berikut corak dan pemikirannya atau minimal melakukan upaya kritik yang
revolusioner terhadap pemikiran sebelumnya. Persoalannya, mengapa yang lama itu
ditinggalkan dan muncul sesuatu yang disebut modern? Untuk menjawab pertanyaan
ini paling tidak perlu dipahami bagaimana dan kapan"modernisasi" itu
terjadi.
Mempertanyakan filsafat modern dalam
proses perkembangannya dapat berarti mengandaikan bahwa proses itu tidak lepas
dari cara manusia berpikir dan menyimpulkan pemikirannya.
Filsafat modern muncul dalam rentang waktu
abad ke-17 hinggga ke-18. masa itu dikenal sebagai dasar-dasar gerakan
pemikiran modern.[7] Prosesnya bermula di Inggris dan berlanjut di
Perancis.[8]
Sementara ahli sejarah sepakat bahwa sekitar tahun 1500-an adalah awal
zaman modern di Eropa. Sejak itu, kesadaran waktu akan "kekinian"
muncul di mana-mana.[9]
Rustam E. Tamburaka menyatakan perkembangan filsafat zaman modern
berlangsung dari abad ke-17-19 M yang dimulai dari masa Renaissance yang
berarti kelahiran kembali, yaitu usaha untuk mengembalikan kebudayaan klasik
(Yunani, Romawi) di mana manusia dan akalnya berperan penting.[10]
Maryam Jameelah menilai modernisme sebagai pemberontakan radikal melawan
agama serta nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Pemberontakan
ini melahirkan gerakan renaissance di Eropa. Gerakan ini meledak pada abad
ke-18 dan mencapai puncak pada abad ke-19.[11]
Terlepas dari perbedaan kemunculan filsafat modern
di atas dapat dipahami bahwa ia diawali oleh gerakan renaissance dengan
tokoh-tokoh penggeraknya Machiavelli (1469-1527), Giordano Bruno (1548-1600),
dan Francis Bacon (1561-1626). Maka filsafat modern diawali sejak era Rene
Descartes (1596-1650)[12]
yang disebut sebagai pelopor filsafat modern Eropa.
DASAR
ALIRAN DAN
SEMANGAT FILSAFAT MODERN
Filsafat modern adalah model kesadaran
baru manusia terhadap dirinya. Kelahiran
corak pemikiran ini tidak lepas dari posisi manusia terhadap dirinya, termasuk
alam raya.
Menurut Poedjawijatna, yang mendasari
aliran filsafat modern adalah kesadaran atas yang individual dan yang kongkrit.
Manusia tidak lagi memusatkan pikirannya pada tuhan dan surga, melainkan pada
dunia dengan manusia sebagai pusatnya.[13]
Franz Magnis Suseno berpendapat filsafat
Modern merupakan bantahan terhadap terhadap model pandangan abad pertengahan
yang theosentris. Pandangan ini telah membuat manusia kehilangan jati dirinya
sebagai unsur alam semesta meskipun dari segi hirarkis manusia menempati ordo
tertinggi. Maka filsafat modern telah mengantar manusia sebagai pusat alam
semesta (antroposentris), sekaligus kehilangan kepolosannya sebagai warga jagat
raya.[14]
Baharuddin Ahmad[15]
menyebutkan dua faktor modern sebagai istilah baru. Pertama, pemisahan
alam langit dan alam bumi. Penganut modernisme menganggap alam langit sebagai
realitas subjektif dan alam bumi sebagai realitas objektif.Kedua,
penganut modernisme menganggap tuhan sebagai penafsiran manusia, padahal
manusia adalah dasar itu sendiri.
Budi Hardiman menyatakan tiga elemen
modernitas, yaitu 1). subjektifitas dengan menempatkan manusia sebagai
subjek/pusat realitas. 2). kritik sebagai kinerja rasio yang berfungsi sebagai
sumber pengetahuan sekaligus kemampuan praktis untuk membebaskan individu dari
tradisi yang menyesatkan. 3). Kritk pada akhirnya mengantar manusia kepada
kemajuan (progress). Hal inilah yang tidak ditemui pada abad
pertengahan. Maka semangat yang diusung para filsuf modern adalah semangat
perlawanan terhadap pemikir abad pertengahan.[16]
Hasan Bakti Nasution menulis gerakan
modernisme sebagai upaya melepaskan manusia dari keterkaitan agama. Ia
mencontohkan bagaimana Galileo Galilei (1564-1642) dibatasi kebebasannya ketika
mengajukan pemikiran yang bertentangan dengan gereja.[17]
Demikian juga Maryam Jameelah yang dahulu
bernama Margaret Marcus manyatakan modernisme sebagai pemberontakan melawan
agama.[18]
Harry Hammersma menetapkan revitalisasi
manusia sebagai titik fokus kenyataan. Penulisan ini membawa dua hal yang
sangat penting yaitu kekuasaan gereja dan berkuasanya ilmu pengetahuan.[19]
Sementara Sidi Gazalba menilai modernisme sebagai upaya melepaskan diri
dari belenggu kebudayaan, tradisionalisme-isolasionisme, kosmosentrisme dan
keterbelakangan. Bisa juga dimaknai dengan upaya pembebasan diri dari
ketergantungan kepada alam menjadi ketergantungan kepada iptek.[20]
Penulis ingin mengulas beberapa
pendapat di atas sebelum menyimpulkan dasar dan semangat apa yang melahirkan modernisme
sebagai sebuah pemahaman bahkan sebagai isu filsafat modern.
Manusia sebagai makhluk berpikir dan berpotensi verbal (hayawan
al-nathiq) telah melewati pengalaman kosmosentris (alam sebagai titik tolak
realitas) seperti dipertujukkan para pemikir Yunani. Berikutnya, dengan
bimbingan agama dan faktor spiritual baik berupa wahyu (revealed)
ataupun non wahyu (unrevealed) telah menempatkan tuhan sebagai titik
tolak (theosentris) hingga pada abad ke-15 muncul kesadaran untuk
menjadikan manusia sebagai titik tolak (anthroposentris).
Semangat para penggagas modernisme adalah untuk menempatkan manusia sebagai
penanggungjawab/ pelaksana tunggal tugas-tugas mengurus dunia sebelum dipanggil
tuhan keharibaanNya. Tidak heran pada masa kemunculannya terjadi
"peperangan" antara pemegang otoritas keagamaan dengan kaum
rasionalis pemuja akal include para pemikir dan filosof.
Kesimpulan dari dari dasar atau semangat filsafat
modern menurut hemat penulis adalah semangat peralihan yang mendasar dari
pemikiran teologi kepada corak ilmu pengetahuan dan teknologi. Penulis juga
berkeyakinan bahwa tuhan tidak hilang sama sekali dari kepala filosof modern,
namun tidak lagi pada posisi yang menetukan (determinant).
ESENSI SEJARAH
FILSAFAT ILMU
PERIODE MODERN
Dari penjelasan di atas, akan lebih mudah menemukan esensi dari pemikiran
filsafat ilmu periode modern. Jika semangat filsafat modern peralihan yang
mendasar dari pemikiran teologi kepada corak ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
sejarah filsafat ilmu periode modern merupakan babak baru perkembangan ilmu
pengetahuan yang lebih metodologis dan aplikatif.
Misalnya, untuk mengetahui berapa jumlah gigi kuda seseorang yang hidup di
zaman modern tidak perlu membuka mulut seekor kuda atau lebih, namun cukup
dengan menanya pendapat ahli yang sudah melakukan penelitian dan ahli di
bidangnya. Hal ini menunjukkan kepercayaan orang-orang modern terhadap
ilmu dan ilmuwan. Maka ilmu pengetahuan dan kredibilitas ilmuan menjadi ciri
terpenting zaman modern.
Bertrand Russel sebagaimana dikutip George
Mouly berkata:
"...untuk manusia modern yang terdidik,
seakan-akan suatu hal yang biasa bahwa kebenaran suatu fakta harus ditentukan
oleh pengamatan, dan tidak berdasarkan pada konsultasi dengan seorang ahli.
Walaupun begitu, hal-hal ini benar-benar adalah suatu konsepsi modern, sesuatu
yang hampir tidak pernah dilakukan sebelum abad ketujuhbelas."[21]
ALIRAN
FILSAFAT MODERN
DAN TOKOH-TOKOHNYA.
Poedjawijatna merilis 16 aliran filsafat
modern yaitu rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, tradisionalisme,
positivisme, evolusionisme, materialisme, neokantianisme pragmatisme, realisme
kritis, neohegelianisme, filsafat hidup, fenomenologis, eksistensialisme dan
neotomisme.[22]
Beberapa literatur lainnya memuat aliran
yang sama namun dengan kuantitas yang berbeda. Hal itu tergantung pada minat
dan unit analisis para penulisnya. Penulis akan mengurai beberapa saja di
antara aliran ini mengingat esensi pembahasannnya adalah perdebatan eksistensi
humanisme yang dirintis pada zaman renaissance sebagai basic perkembangan
hidup manusia.
Menurut penulis berkembangnya berbagai
aliran ini disebabkan berbedanya pengertian tentang sumber daya
"kemanusiaan". Ada yang menyatakan budi sebagai sumber pengetahuan,
ada yang menyatakan pengalaman dan
sebagainya. Di antara aliran terpenting
tersebut adalah:
1.
Rasionalisme
Aliran ini memandang rasio atau akal
sebagai sumber segala pengertian. Karena itu akal manusia menempati posisi yang
sangat penting. Pangkal dari aliran ini adalah keragu-raguan. Jika seseorang
berkeinginan untuk menjawab keragu-raguan itu, maka muncul sebuah kesadaran
baru yaitu mendayagunakan akal (ratio). Ragu-ragu-ragu adalah awal untuk
mencapai kepastian.
Tokoh utama aliran ini adalah Rene
Descartes sekaligus pelopor pemikiran filsafat modern. Ungkapan terkenalnya adalah
cogito ergo sum!;saya berpikir maka saya ada. Tokoh lainnya adalah
Baruch de Spinoza (1632-1667), Leibniz (1646-1716) dan Blaise Pascal
(1623-1662). Hal yang menarik tentang tiga tokoh yang disebut barusan, meski
berada dalam satu aliran, justru berbeda dalam memahami ratio antara akal
dan akal budi.
Misalnya, Blaise Pascal sebagaimana
ditulis Tamburaka[23]
menolak rasio dalam arti akal, tetapi lebih jauh ia mementingkan akal budi atau
hati. Artinya, rasio bukanlah akal kosong, tetapi akal yang dipandu oleh hati
sebagai sarang keyakinan.
Rene Descartes termasuk pemikir yang
beraliran rasionalis. Ia cukup berjasa dalam membangkitkan kembali rasionalisme
di barat. Muhammad Baqir Shadr memasukkannya ke dalam kaum rasionalis. Ia
termasuk pemikir yang pernah mengalami akan pengetahuan dan realita, namun ia
selamat dan bangkit menjadi seorang yang meyakini realita. Bangun rasionalnya beranjak
dari keraguan atas realita dan pengetahuan. Ia mencari dasar keyakinannya
terhadap, alam, jiwa dan kota Paris. Ia mendapatkan bahwa yang menjadi dasar
atau alat keyakinan dan pengetahuannya adalah indra dan akal. Ternyata keduanya
masih perlu didiskusikann, artinya keduanya tidak memberikan hal yang pasti dan
meyakinkan. Lantas dia berpikir bahwa segala sesuatu bisa diragukan, tetapi ia
tidak bisa meragukan akal pikirannya. Dengan kata lain ia meyakini
danmengetahui bahwa dirinya ragu-ragu dan berpikir. Ungkapannya yang popular
dan sekaligus fondasi keyakinan dan pengetahuannya adalah “Saya berpikir (baca: ragu-ragu), maka saya
ada.”
Argumentasinya akan
realita menggunakan silogisme kategoris bentuk pertama, namun tampa menyebutkan
premis mayor. Saya berpikir,Setiap yang berpikir ada, maka saya ada.[24]
2.
Empirisme
Empirisme dalam perkembangan filsafat
modern adalah lawan dari rasionalisme. Menurut aliran ini, sumber pengetahuan
adalah pengalaman sebagai kinerja manusia. Aliran ini bahkan memandang filsafat
tidak ada gunanya bagi kehidupan manusia. Yang berguna hanyalah ilmu yang
didapatkan melalui indra (pengalaman).[25]
Manusia menurut mereka terlahir putih bersih (tabularasa). Persentuhan indera
dengan realitaslah yang membawa manusia pada kepastian atau pengetahuan.
Tokoh pengusung aliran ini
adalah Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), David Hume
(1711-1776). Hobbes adalah orang yang menegaskan pemisahan filsafat dari
teologi. Menurutnya objek penelitian filsafat adalah obyek yang dapat
dialami (dirasakan) oleh tubuh kita (indra).[26]
3.
Kritisisme
Kritisisme dianggap sebagai penengah
pemikiran rasionalisme dan empirisme yang saling bertentangan. Penengah di sini
menurut hemat penulis adalah sekedar jeda (cease fire) kedua aliran
terdahulu. Menurut Poedjawijatna, pertentangan antara kedua kubu ini sekedar
menentukan “…manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan, manakah pengetahuan
yang benar? Masing-masing minta kedaulatan…”[27]
Aliran ini disebut kritisisme karena tokoh
pembangunnya yaitu Immanuel Kant (1724-1804) mencoba mengkritisi lebih dalam
kedua aliran yang bertentangan tersebut. Hasil studi kritis ini pada akhirnya
menjadi kesimpulan yang kompromis yaitu:
“…bagaimana pun fungsi akal adalah yang
pertama dan utama. namun akal harus mengakui persoalan-persoalan yang di luar
jangkauannya. Pada waktu akal tidak dapat meraih pengetahuan, di sinilah
batas-batas di mana akal tidak berlaku lagi”[28]
4.
Idealisme
Ajaran ini dibangun oleh murid-murid
Immanuel Kant yang tidak puas dengan pernyataan tentang “akal yang terbatas.”
Murid-murid Kant ini mencari dasar baru bagi pemikiran filsafatnya. Akhirnya
mereka memutuskan “aku” sebagai subjeknya. Tokoh pembangun aliran ini
adalah Johan Gottlieg Fichte (1762-1814).[29]
Fichte pada dasarnya setuju dengan Kant soal pengalaman sebagai sumber
pengetahuan. Namun pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman sebagai
presentasi.
Bentuk lain dari diaspora pemikiran Kant
adalah filsafat Identitas sebagai pengembangan filsafat “aku”
yang didukung oleh Friederich Wilhelm Joseph Schelling (1775-1854). Bagi
Schelling, identitas tidak mengenal prioritas roh dan alam. Jika sesuatu itu
absolute dalam tataran ideal, maka absolute juga dalam tataran real. Roh
identik dengan alam.[30]
Selanjutnya, sebagai
tokoh besar aliran ini yang tidak mungkin dilupakan adalah Georg Wilhem Hegel
(1770-1831) yang terkenal dengan filsafat dialektikanya (tesis→antitesis→sintesis→tesis
baru→dst..)[31]
5.
Positivisme
Aliran ini mengakui hal-hal yang bersifat
jelas dan pasti (exact) dan bermanfaat.[32]
Misalnya matematika, fisika, biologi dan ilmu kemasyarakatan. Tidak heran,
aliran filsafat sangat berjasa dalam mengembangkan teori-teori ilmu pasti
semisal ilmu matematika,fisika, biologi dan ilmu kemasyarakatan seperti yang
tersebut di atas.
Tokoh utamanya adalah
Auguste Comte (1789-1857). Menurut Comte, jiwa dan budi adalah basis teraturnya
masyarakat. Budi mengalami tiga tingkatan yaitu teologi→metafisika→Science
(Positif). Karena teori inilah filsafat yang disusun Comte
dinamai positivism.
6.
Evolusionisme
Tidak layak menyebut aliran ini tanpa
mengikutsertakan Charles Darwin (1809-1882) sebagai penggagasnya. Menurutnya
makhluk hidup termasuk manusia adalah perkembangan tertinggi dari makhluk hidup
yang lebih rendah. Proses perkembangan ini disebut evolusi. Pemikiran ini
menimbulkan kegoncangan dan tantangan, terutama dari kelompok agama.
Pemikirannya yang lain
yang juga terkenal adalah teori survival of the fittest, yang terbaik
yang akan bertahan serta pemikiran struggle for life, berjuang untuk
hidup.
7.
Materialisme
Materialisme adalah tema filsafat yang
paling menghebohkan setelah teori evolusi Darwinisme. Sang penggagas yaitu Karl
Marx (1818-1883) menggunakan metode dialektika Hegel namun memisahkan isi teologisnya.
Pemikirannya telah digunakan oleh pengikutnya untuk melawan kelas kapitalis,
borjuis bahkan kritik terhadap politik dan agama mapan saat itu.
Marx juga dikenal dengan
dua penemuan besar berupa konsepsi materialisme dialektika histories dan pembongkaran
terhadap rahasia produksi kapitalis. Dengan penemuan ini, sosialisme yang ia
kembangkan menjadi ilmu[33]
PENUTUP
Dari penjabaran di atas, jelaslah bahwa pada dasarnya filsafat modern
muncul sebagai upaya melepaskan diri dari cara berpikir yang dikendalikan
agama, prinsip spiritual bahkan dari hal yang tidak masuk akal seperti mitos.
Sebagai titik tolak filsafat modern adalah manusia (antrophosentris).
Namun demikian tidak sepenuhnya dapat diklaim bahwa pemikiran filsafat modern
lepas sepenuhnya dari nilai-nilai agama dan spiritualitas. Hanya saja, hal-hal
yang demikian tidak lagi menjadi sentral atau titik tolak pemikirannya. Pada
taraf tertentu, agama justru menjadi tujuan.
Sesuatu yang dapat diterima dengan kehadiran pemikiran modern adalah bahwa
corak pemikiran ini telah menjadi pintu gerbang
peralihan yang mendasar dari pemikiran teologi kepada corak ilmu
pengetahuan dan teknologi. Maka sejarah filsafat ilmu periode modern merupakan
babak baru perkembangan ilmu pengetahuan yang lebih metodologis dan aplikatif.
Wallâhu a’lam bi al shawăb
Padang,
Desember 2006
Rusydi
Ramli & Muhammad Nasir
DAFTAR BACAAN
Efendi, Edi A.
(ed.) Islam dan Dialog Budaya Jakarta, Puspa Swara,1994
Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern dari Machiavelli
sampai Nietzche, Jakarta,Gramedia Pustaka Utama,2004
Hasan, Muhammad
Kamal, Modernisasi Indonesia, Respon Cendikiawan Muslim, Jakarta,
Lingkar Studi Indonesia,1987
Jameelah,
Maryam, Islam dan Modernisme, diterjemahkan oleh A. Jaenuri dan Syafiq
A. Mughni, Surabaya, Usaha Nasional,1982
Nasution, Hasan
Bakti, Filsafat Umum, Jakarta, Gaya Media Pratama,2001
Poedjawijatna, Pembimbing
ke Arah Alam Filsafat, Jakarta, Rineka Cipta,1990
Suhartono, Suparlan, Sejarah Pemikiran Filsafat
Modern, Yogyakarta, Arruz, 2005
Suriasumantri, Jujun S., Ilmu dalam Perspektif,
Kumpulan karangan tentang hakikat Ilmu, Jakarta,Yayasan Obor Indonesia,1999
cet. Keempat belas
Suseno, Franz
Magnis, Filsafat sebagai Ilmu Kritis,Yogyakarta, Kanisius,1992
Tamburaka, Rustam Efendi, PengantarIlmu Sjarah,
Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan Iptek, Jakarta,Rineka
Cipta,1999
Makalah Ust.
Husein al-Kaff dalam kuliah Filsafat Islam di Yys. Pendidikan Islam al-Jawwad,
t.t., dikumpulkan oleh Baharuddin dalam format CD Buku Digital Milenial,
Februari, 2005
http://en.wikipedia.org/wiki//
Karl Marx, dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia,
diakses tanggal 22 November 2006
[1] Suparlan Suhartono, Sejarah Pemikiran
Filsafat Modern, (Yogyakarta:Arruz,2005),h.15
[2] Rustam Efendi Tamburaka, PengantarIlmu
Sjarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat dan Iptek, (Jakarta:Rineka
Cipta,1999), h.129
[3] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern dari
Machiavelli sampai Nietzche,(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2004) h.1.
[4]
Lebih lanjut dapat dibaca dalam Suparlan Suhartono, op.cit., h.15-31
[5] F.
Budi Hardiman,op.cit.,h.2
[6]
Suparlan Suhartono, op.cit., h.26
[7]
Franz Magnis Suseno,Filsafat sebagai Ilmu Kritis,(Yogyakarta:Kanisius,1992),
h.56
[8] Ibid.,
h.58
[9] Maryam
Jameelah, Islam dan Modernisme, diterjemahkan oleh A. Jaenuri dan Syafiq
A. Mughni (Surabaya: Usaha Nasional,1982), h.39
[10] Rustam E. Tamburaka, op.cit.,h.269
[11]
Beberapa literature yang sempat dilacak “muttafaqun alaih” mendaulat
Rene Descartes sebagai pelopor filsafat modern. Berdasarkan asumsi ini penulis
cendrung kepada pendapat yang menyatakan filsafat modern bermula pada abd ke-17
sejak akal Descartes berfungsi maksimal.
[12]
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat, (Jakarta Rineka
Cipta,1990) h.97-98.
[13]
Poedjawijatna, ibid.,h
[14]
Franz Magnis Suseno, op.cit., h.61
[15]
Edi A. Efendi (ed.) Islam dan Dialog Budaya (Jakarta: Puspa Swara,1994)
h.
[16]
F.Budi Hardiman, op.cit., h.3-5
[17]
Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2001)
h.167-168
[18]
Maryam Jameelah,op.cit
[19]
R.E. Tambur aka, op.cit.
[20]
Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia, Respon Cendikiawan Muslim,
(Jakarta: Lingkar Studi Indonesia,1987) h.45
[21] Jujun S. Suriasumantri,Ilmu dalam
Perspektif, Kumpulan karangan tentang hakikat Ilmu, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia,1999), cet. Keempat belas, h.87.
[22]
Poedjawijatna, op.cit.,h.99-149
[23]
R.E. Tamburaka, op.cit., h.269-270
[24]
Makalah Ust. Husein al-Kaff dalam kuliah Filsafat Islam di Yys. Pendidikan
Islam al-Jawwad, t.t., dikumpulkan oleh Baharuddin dalam format CD Buku Digital
Milenial, Februari, 2005
[25]
Suparlan Supartono,op.cit., h.53
[26]
F.Budi Hardiman, op.cit., h. 67
[27]
Poedjawijatna,op.cit., h.107
[28]
Suparlan Supartono,op.cit., h. 54-55
[29]
Ibid. h.56
[30]
F.Budi Hardiman,op.cit., h.157-166
[31]
Suparlan Supartono, op.cit., h.57
[32]
Hasan Bakti Nasution, op.cit., h.182-183
[33] http://en.wikipedia.org/wiki// Karl Marx,
dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, diakses
tanggal 22 November 2006
No comments:
Post a Comment