28 April 2008

Perantau Jangan Tersinggung

Oleh : Muhammad Nasir
Sekretaris Presidium
Gerakan Peduli Tarbiyah Islamiyah Sumbar


Tentang Partisipasi Perantau

Adalah naïf jika ada dikotomi antara urang rantau dengan urang kampuang. Apapun alasannya, kedua terma ini hanya menunjukkan domisili etnis Minangkabau. Namun lebih naïf lagi bila ternyata ada rang rantau yang tersinggung perihal partisipasi mereka dalam pilkadal. Apalagi yang sempat panas dan merasa keinginannya untuk memimpin kampung halaman terhalangi.

Terma rang rantau dan rang kampuang dalam undang-undang pilkada memang tidak pernah disinggung sedikitpun. Istilah ini kalau tidak salah sama ngetren-nya dengan istilah Putra Asli Daerah (PAD) dengan pendatang pada pilkada sebelum bertajuk pilkada langsung ini. Tren ini sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap hasil perolehan suara bakal calon kepala daerah, baik yang merantau ataupun yang tinggal di kampung halaman. Namun yang jadi persoalan adalah partisipasi seperti apa yang lebih bermutu yang perlu diberikan oleh perantau Minang yang berniat menjadi kepala daerah di berbagai jenjang struktur pemerintahan di Sumatera Barat ini?

Rakyat Sumatera Barat yang jadi konstituen diharapkan berpartisipasi dalam pilkada dengan tidak mengabaikan hak pilihnya. Sementara Perantau menjadi partisipan dalam pilkada 2005 ini dengan mendaftarkan diri jadi bakal calon/calon. Disinilah dituntut kearifan dari para perantau untuk memutuskan partisipasi seperti apa yang lebih strategis untuk diambil dalam alek politik ini. Dan isu rang rantau dan rang kampuang yang marak akhir-akhir ini tidak lebih hanya sumbang saran untuk perantau. Apalagi menganggap isu ini hanya permainan rang kampuang yang tidak rela posisinya sebagai tungganai diambil alih oleh perantau. Kalaupun ada itu hanya para penunggang yang manembak di ateh kudo dan mengambil manfaat dari isu ini.

Peran strategis rang rantau

Mengenai peran strategis rang rantau ini, sebagian kalangan tidak ingin perantau Minang yang telah sukses mengikat diri dengan birokrasi pemerintahan yang memperkecil ruang geraknya membangun kampung. Apalagi moment pilkadal ini meniscayakan munculnya pengelompokan yang tentu saja mempersempit pengaruh perantau pada kalangan pemilihnya saja.

Effek pilkadal diprediksi akan menghilangkan status kepemilikan bersama masyarakat Minang terhadap perantau menjadi milik sebagian pendukungnya saja. Jika ini terjadi, alangkah ruginya . Maka sebelum terlanjur sangat diharapkan para perantau Minang di manapun berada, apapun jabatan dan posisinya berkumpul merumuskan bentuk peran strategis yang perlu diambil dalam waktu yang secepatnya. Rasanya lebih mulia dari sekedar berkumpul untuk memutuskan dukungan terhadap satu atau beberapa calon kepala daerah.

Paling tidak ada beberapa tawaran yang perlu dipikirkan perantau. Diantaranya, pertama ; bagaimana segenap rang rantau mampu membuat kontrak sosial dengan para calon kepala daerah yang sudah sekian lama bergumul dengan dinamika daerah di kampung halaman. Kalau bisa diklasifikasi, tokoh yang berkiprah di kampung halaman bisa saja birokrat pemerintahan, akademisi, atau petinggi organisasi massa (ormas) serta LSM di Sumatera Barat.

Kontrak sosial ini penting dilakukan mengingat bahwa kampung halaman menaruh harapan besar terhadap potensi yang dimilik di perantauan. Dan potensi ini alangkah baiknya disumbangkan untuk dikelola secara baik oleh tokoh Minang di Sumatera Barat ini. Pemilik Ranah Minang ini adalah orang Minangkabau, baik di kampung halaman atau di perantauan. Tidak ada yang utama dan tidak ada yang dikucilkan. Ibarat sebuah keluarga, keluaraga inti Minangkabau (nuclear family) adalah mereka yang tinggal di kampung dan di rantau. Jadi sebagai sebuah keluarga rang rantau perlu dilibatkan dalam proses kontrak sosial ini.

Kedua; daya tawar (bargaining position) rang rantau sangat strategis.Saat ini salah satu potensi rang rantau yang terhitung besar adalah kedermawanan. Alangkah baiknya potensi yang lazim disebut sebagai philantrophy ini dikembagkan dengan baik sehingga sumbangan perantau terlihat nyata dan berasas manfaat tinggi. Dengan posisi seperti ini, perantau dapat hidup lebih terhormat dengan sumbangan nyata mereka terhadap masyarakat. Pengelolaannya serahkan pada calon kepala daerah yang terpilih nantinya.

Ketiga; mengingat besarnya cost pilkada yang konon satu orang calon mesti menyediakan kurang lebih dua milyaran, apa tidak mubazir digunakan untuk kebutuhan sesaat (pilkada) ini saja?. Jika dikumpulkan biaya yang harus dikeluarkan untuk alek politik ini, rasanya bisa membiayai program pengentasan kemiskinan dan pengangguran yang sustainable. Misalnya membentuk konsorsium yang berfungsi sebagai lembaga donor untuk pencerdasan dan pencerahan anak kemenakan di kampung halaman. Perlu dicatat ada banyak lembaga sosial atau masyarakat yang perlu diberdayakan. Dengan tiga dasar pemikiran ini, para perantau akan lebih bermanfaat untuk kampung halaman.

Keempat; potensi kepemimpinan perantau lebih baik digunakan untuk berjuang di perantauan. Ke kampuang halaman cukum melakukan supervise, monitoring dan evaluasi sesuai dengan kapasitasnya. Dasar pemikiran ini tidak hanya moment pilkadal ini saja. Tetapi diniatkan untuk visi jangka panjang perantau. Jadi jangan tersinggung.
Oke, benar tidak ada halangan untuk para perantau secara personal bertarung menjadi pemimpin di kampung halaman. Undang-undang serta peraturan tidak ada yang melarang.

Benar juga, ada pepatah karatau madang di hulu/babuah babungo balun/ marantau bujang dahulu/di rumah(kampung) baguno balun/. Pulanglah kalau merasa berguna untuk kampung dan jika pengabdian menjadi kepala daerah lebih strategis.
Yang jelas, sebagaimana Nanda Oetama (Singgalang,18/03/05) berpendapat, rugi bila perantau pulang kampung, Bang Jeffrie Geovannie (Haluan,18/03/05) semestinya tidak perlu menyatakan, orang yang tinggal di kampung belum tentu berguna di kampung halaman.

Tidak Bang! Urang Rantau dan Urang Kampung sama baiknya. Semoga saja saja nafsu yang biasanya jarang berteman dengan niat baik, tidak berdampak buruk.
Wallahu a’lam bi al shawab
Padang, 18 Maret 2005
Mingguan Garda Minang, Minggu ketiga April 2005

1 comment:

YANDBS BLOG said...

DIJUAL DAN MEMPRODUKSI

YAN KONVEKSI, Konveksi Terlengkap di Kota Padang, Menjual dan Memproduksi : Jaket, Kemeja, Baju Kaos, Topi, Sweater, Jaket Almamater, toga , Perlengkapan wisuda, Pakaian Dinas Kantor, TNI, POLISI, Organisasi Pemuda, Tenda, Semua Pakaian Olahraga, Baju Batik Sesuai motif Pesanan anda Utuk Pakaian dinas / Sekolah. Kwalitas Bandung, Bisa dikerjakan dengan cepat, Rapi. Hub 081266011885, Plexi 0751 7810596 an Yansurdin Lihat web www.yankonveksi.com .