28 April 2008

Muhammad SAW; The Last Man

Oleh Muhammad Nasir

Mengikuti penanggalan masehi, Muhammad SAW telah hidup dalam rentang waktu 1.473 tahun. Meski dalam ukuran usia manusia, Muhammad hanya menjalani masa kemanusiaannya selama enampulih tiga tahun, Muhammad dengan berbagai cara telah kembali dihidupkan oleh manusia untuk berbagai kepentingan. Dalam upaya menghidupkannya kembali tidak sedikit terjadi berbagai peristiwa yang secara sengaja atau tidak sengaja mengaburkan kepribadian Muhammad yang sebenarnya.

Dalam keyakinan Islam, Muhammad SAW adalah nabi sekaligus rasul terakhir. La nabiyya ba’dah. Keyakinan ini tidak dapat diutak atik karena menyangkut kewajiban dasar kemanusiaan yang disebut dengan Iman. Tidak heran, meragukan kenabian dan kerasulannya menjadi penyebab batalnya keimanan.

Lebih lanjut, Muhammad SAW dikukuhkan oleh al Qur’an sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah). Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (QS. al-Ahzâb: 21) Karena itu, apapun upaya yang dilakukan oleh orang-orang sesudahnya untuk menjelekkan pribadi beliau akan mendapatkan tantangan yang keras. Misalnya saja, ulah media cetak Denmark –di antaranya Jylland Posten- dianggap sebagai pelecehan luar biasa terhadap beliau. Tak sedikitpun ada aura uswatun hasanah pada gambar karikaturistik itu.

Lalu, apa arti visualisasi Nabi Muhammad seperti yang digambarkan media Denmark itu? Kasat mata gambar itu mewakili kultur bangsa arab dengan asesoriesnya; sorban, gamis dan pedang. Gambar itu semakin nyata ketika atas nama perang melawan terorisme global, musuh yang muncul adalah "Pasukan berjenggot", berbaju gamis atau koko dan aktivis agama yang akhirnya menjadi incaran penangkapan. Ini ironis sekali dengan Muhammad yang digambarkan umat Islam. Pelaku teroris hari ini seolah-olah the next Muhammad yang menjadi musuh dunia. Siapa yang salah?

Boleh jadi ada argument yang menyatakan, betapa dangkalnya pengetahuan karikaturis Denmark itu tentang Muhammad SAW. Betapa tidak tolerannya Denmark ketika secara sadar negara itu tidak memberikan sanksi apa-apa kepada warganya dengan dalih kebebasan berekspresi. Namun satu hal yang patut dipertimbangkan adalah; apakah karikatur itu personifikasi Nabi Muhmmad SAW atau wajah muslim hari ini yang tidak ramah? Dan nyaris saja gambar itu semakin jelas wujudnya, ketika respon yang diberikan umat Islam nyaris sama dengan visualisasi yang dimunculkan.

Beranajak dari kasus karikatur nabi tersebut, ada pesan khusus untuk umat Islam; mengapa aura uswatun hasanah nabi tidak memancar kepada karikaturis Jylland Posten dan media massa Denmark lainnya? Jangan-jangan sosok Nabi Muhammad SAW tertutupi (mahjub) oleh prilaku umat Islam yang jauh bertolak belakang dengan pribadi Agung Muhammad SAW.

Muhammad Kontemporer

Sepertinya ada pesan besar dibalik frasa “nabi terakhir”, “la nabiyya ba’dah” dan “uswatun hasanah”. Pesan itu kalau tidak salah menampilkan satu model manusia yang relevan dan sesuai (compatible) dengan segala zaman.

Ada baiknya disimak alur logika Francis Fukuyama tentang determinisme historis Fukuyama yang meyakini apa yang ia sebut dengan sejarah direksional, keterarahan sejarah pada tujuan akhir tertentu. Fukuyama mendasarkan uraiannya kepada Imanuel Kant (di samping pada tokoh ilmu alam semisal Galilio dan Bacon), yang mengatakan bahwa sejarah akan sampai pada titik akhir. Titik akhir itu adalah realisasi kebebasan manusia.

Melalui bukunya, The End of History and The Last Man (1993), Fukuyama hendak mengatakan bahwa pasca perang dingin, tidak akan ada lagi pertarungan antar ideologi besar, karena sejarah telah berakhir dengan kemenangan kapitalisme dan demokrasi liberal. Tentang the last man sendiri diartikan Fukuyama sebagai sang demokrat nan liberal.

Tetapi sejarah sepertinya belum akan berakhir, karena ada sosok the last man yang lain yaitu Muhammad SAW. Boleh jadi sosialisme nyaris tak punya tempat lagi di bumi ini, tetapi ternyata Islam sebagai salah satu bentuk warisan Muhammad SAW masih terus berkembang dan berusaha menunjukkan jati dirinya. Di samping tokoh yang demokrat, Muhammad SAW dapat juga disebut tokoh liberal, terutama dalam hal merealisasikan kebebasan manusia dari belenggu perbudakan selain Allah SWT.

Aspek kesejarahan Muhammad SAW paling tidak harus menjadi pertimbangan utama Fukuyama. Bagaimana tidak, Muhammad SAW telah eksis melewati empat belas abad dan menginspirasi beberapa peradaban berbasis Islam seperti Arab, Persia, anak bangsa gurun Asia Tengah, Asia Selatan, anak benua India dan Asia Tenggara. Pertarungan itu akan terus berlanjut meskipun kapitalisme saat ini berada pada pihak pemenang pertempuran. Bahkan sang pemenang belum akan nyaman selama kapitalisme itu hanya berada pada segelintir manusia dan menginjak-injak rasa keadilan.

Lalu bagaimana menegaskan kehadiran Muhammad SAW sebagai the Last Man itu?. Itulah problem utama umat Islam saat ini. Profil the last man Nabi Muhammad SAW tidak muncul pada pribadi-pribadi yang mengaku para pejuang pencinta nabi. Wajah Muhammad SAW yang senyum, pemaaf, berseri-seri tidak tampak pada wajah pengikutnya. Personifikasi yang sering muncul adalah wajah yang dibungkus dengan dalil asyidda’ ala al kuffar (keras terhadap orang kafir).

Bagaimana mungkin dapat mengkampanyekan Muhammad the last man, uswatun hasanah dan khataman nabiyyin jika juru kampanyenya sangar dan tidak bersahabat. Akhirnya Islam sebagai perjuangan Nabi Muhammad hanya akan berputar-putar di kalangan umat Islam sendiri. Pada akhirnya Islam akan tereduksi dari kepala umat Islam yang tidak seluruhnya taat. Barangkali akan lebih baik akhirnya bagi seorang Sales Promotion Girl (SPG) mobil mewah Jaguar yang menjajakan dagangannya meski ia sendiri belum tentu dapat membelinya. Konsumen senang, produsen untung dan SPG kelimpahan bonus (reward). Allahumma Shalli wa Sallim wa Barik ‘ala Sayyidina Muhammad!
Padang, 12 Rabi’ul Awwal 1429 H
Penulis adalah Ketua Divisi Organisasi
Majelis Sinergi Islam dan Tradisi Indonesia
(Magistra Indonesia) Padang
Dimuat di Harian Haluan, Jum'at, 4 April 2008

No comments: