Operasi Urat Malu
Muhammad Nasir
Muhammad Nasir
Sebaiknya, usai 17 April 2019, kekonyolan
dan kebejatan komunikasi harus dihentikan. Kebejatan yang menghapus
keramahtamahan, kesantunan orang-orang timur. Bahkan, inilah model kampanye
yang memutuskan urat malu.
Orang waras pilih si anu. Salam akal sehat.
Begitu antara lain kalimat yang acap terucap. Baik dalam tagline ataupun percakapan
yang memuat frasa pejoratif. Itulah bentuk kekonyolan yang keluar dari maxim
berbahasa orang timur.
Pemilu, utamanya pemilihan presiden. Polararisasi
terbentuk berdasarkan kecondongan hati, akal dan selera. Terbentuklah
kubu-kubu. Itu wajar. Namun, agaknya yang terkubu itu kadang-kadang teman dengan
teman, murid dengan guru, suku dengan suku, sumando dengan mamak rumah, ipar
bisan dan sebagainya.
Sadarkah, bahwa saat seseorang mengatakan dia
ber "akal sehat", telang menyakiti temannya, gurunya, sumandonya,
mamak rumahnya, bahkan orang tuanya dengan sebutan bodoh dan tidak waras?
Oleh sebab itulah, operasi urat malu perlu
dilakukan. Urat malu yang terlanjur putus masih mungkin disambung. Demikian
kata pakarnya.
Media sosial acapkali menjadi menyumbang kerusakan
urat malu ini. Media sosial, meskipun orang berkuasa atas akunnya masing-masing,
namun ianya tetaplah ruang publik. Adat berbaur di ruang publik tetaplah mesti
dipatuhi. UU ITE salahsatunya.
Di ruang publik, banyak orang cerdik
cendikia, alim lagi keramat. Zaman dulu ada juga dukun santiang di ruang
publik. Dukun itu dapat memecah gelas kopi tanpa menyentuhnya. Bahkan, orang sembarang
ucap, salah langkah, salah jambo bisa kena biriang. Itu dulu. Entah kalau sekarang.
Setidaknya, tentang operasi urat malu tadi,
patut pula dipertimbangkan. Adakah tempat operasinya?
No comments:
Post a Comment