Konsep Kebudayaan Minangkabau tentang Perkawinan
Oleh Muhamad Nasir
Konsep Perkawinan
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian
hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan
suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi
antara kedua belah pihak yang terikat perkawinan. Umumnya perkawinan dijalani
dengan maksud untuk membentuk keluarga.
Minangkabau adalah suku bangsa yang menganut sistem
kekerabatan matrilineal. Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur
kehidupan dan ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan
kekerabatan dalam garis ibu.
Perkawinan dalam adat Minangkabau bukan hanya ikatan
pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan, tetapi ikatan antar keluarga
atau antar kaum. Hal ini digambarkan dalam ungkapan adat:
~kawin
jo mamak, nikah jo parampuan~
Berdasarkan ungkapan di atas, perkawinan di
Minangkabau mengandung dua makna, yaitu makna adat dan makna syara’. Dengan
adanya dua makna ini, maka akan muncul dua kewajiban bagi orang Minangkabau
dalam melaksanakan perkawinan, yaitu kewajiban adat dan kewajibat syara’. Oleh
sebab itu, maka ikatan yang muncul akibat perkawinan di Minangkabau bukan hanya
ikatan keluarga yang terdiri dari suami dan istri saja, tetapi meluas dalam
ikatan yang lebih besar, yaitu ikatan kekerabatan. Adapun bentuk kekerabatan
yang muncul akibat perkawinan di Minangkabau adalah:
·
Ikatan suami dan istri
·
Ikatan sumando dengan mamak rumah
·
Ikatan ipar dengan bisan
·
Ikatan andan basumandan
·
Ikatan bako dan anak pisang
·
Ikatan pambayan
·
dll.
Oleh
sebab itu, pernikahan dalam adat Minangkabau adalah pintu masuk untuk membentuk
sebuah sistem kekerabatan yang lebih luas. Meskipun demikian, maka sesuai
dengan tuntunan falsafah Adat Basandi Syara’ – Syara’ Basandi Kitabullah
(ABS-SBK), adat Minangkabau telah memberikan nilai tambah terhadap tujuan
pernikahan secara Islam tanpa mengurangi tujuan yang prinsipil dari pernikahan
itu sendiri. Adapun tujuan pernikahan secara Islam adalah:
·
Menyempurnakan dan menjaga agama
·
Menjalankan sunnah rasul
·
Menghindarkan diri dari maksiat
·
Membentuk keluarga sakinah
·
Memperoleh keturunan
Hukum Perkawinan menurut adat Minangkabau
Yang dimaksud dengan hukum perkawinan menurut orang
Minangkabau adalah pandangan tentang kedudukan hukum secara adat kebiasaan yang
berlaku di masyarakat Minangkabau sehingga mempengaruhi hubungan sosial
kekerabatan di Minangkabau. Adapun hukum perkawinan di dalam adat adalah:
- Suruhan (wajib) apabila sudah memenuhi syarat
secara syara’
- Anjuran yaitu pernikahan yang ditujukan untuk
memelihara hubungan kekerabatan. Misalnya pernikahan ganti lapiak.
Tujuannya adalah: mendukung tali kekerabatan agar tetap utuh dan, anak-anak
dari perkawinan lama tidak memperoleh ibu yang menurut perkiraannya tidak dapat
memperhatikan mereka sesuai dengan hak-haknya dalam kaum.
- Larangan, dilarang menikah apabila tidak sesuai
dengan ajaran Islam
- Pantangan, penikahan dapat dilangsungkan tetapi
menerima sanksi hukum adat, misalnya menikah dengan kerabat sesuku.
- Sumbang, perkawinan tidak dilarang dan tidak melanggar pantangan tetapi lebih baik ditinggalkan karena tidak dibiasakan secara adat setempat. Misalnya;
- menikahi orang
yang telah diceraikan kaum kerabat, sahabat atau tetangga dekatnya,
- menikahi seorang perempuan dengan tujuan balas dendam
atau mempermalukan perempuan yang sekerabat sepergaulan atau setetangga,
- mengawini anak tiri saudara kandung.
- perkawinan cino buto, yaitu pernikahan seorang laki-laki dengan perempuan yang telah diceraikan sebanyak tiga kali. Agar ia dapat menikah kembali dengan istri yang telah diceraikannya itu, ia atau pihak istrinya mencarikan atau membayar laki-laki lain untuk menikahi perempuan itu untuk sementara waktu.
Pernikahan seperti disebut di atas dinilai tercela karena tidak
didasari niat yang baik dan tidak menimbang rasa malu, raso dan pareso.
Perkawinan ideal menurut orang Minangkabau
Menurut alam pikiran orang Minangkabau, perkawinan
atau pernikahan yang paling ideal ialah perkawinan antara keluarga dekat atau
diistilahkan dengan perkawinan awak samo awak. Bentuknya adalah:
- Pulang ka mamak, yaitu pernikahan antara anak dengan kemenakan, atau menikah
dengan anak mamak.
- Pulang ka bako, yaitu menikah dengan kemanakan ayah.
- Pernikahan selanjutnya adalah pernikahan dengan orang sekorong, sekampuang, sanagari dan sesama orang Minangkabau asalkan tidak sesuku.
No comments:
Post a Comment