29 May 2008
ISLAM DAN NEGARA;PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI PAKISTAN
Oleh: Muhammad Nasir
Ketua Divisi Organisasi Majelis Sinergi Islam dan Tradisi Indonesia
(Magistra Indonesia)-Padang/ Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam
PPs IAIN Imam Bonjol Padang
Pendahuluan
Islam dari pengalaman sejarahnya tidak mengenal negara yang berdasarkan kebangsaan atau etnis. Sekalipun yang memerintah dari etnis tertentu seperti Arab atau Turki, tetapi umat tidak memandang pada kebangsaan tersebut. Sampai awal abad ke 20 umat Islam masih berkeyakinan bahwa mereka berada dibawah sebuah pemerintahan Khalifah yakni pemerintahan yang mendasarkan pada kesatuaan agama dengan tanpa memperhatikan batas teritorial. Persoalan lainnya yang tidak kalah pentingnya dari sekedar perdebatan tentang negara adalah bagaimana sebuah negara Islam dapat menerapkan ajaran Islam (Syari’ah) dalam institusi negara.
Penerapan syari’at Islam merupakan problem kontemporer pada beberapa negara yang berpenduduk muslim. Syari’at Islam diyakini sebagai satu panduan tentang tata cara yang benar dalam menyelenggarakan kehidupan muslim, termasuk dalam hal bernegara. Namun pada waktu tertentu, penerapan syari’at Islam justru menjadi perdebatan yang panjang khususnya ketika hal itu berkaitan dengan satu sistem pemerintahan modern yang disebut negara.
Jika syari’at Islam sudah menjadi kosa kata yang Islami dalam artian berasal dari khasanah peristilahan (musthalahat) Islam, maka negara bukanlah peristilahan yang berasal dari Islam. Sebagai rujukan standar, tidak satupun kata ini ditemukan dalam al-Qur’an maupun Sunnah Nabi Muhammad SAW. Apalagi jika menjadi satu frasa Negara Islam.
Meskipun demikian, perkembangan berikutnya, negara Islam setelah mengalami rekonstruksi sedemikian rupa telah menjadi perbendaharaan bahkan cita-cita tersendiri bagi umat Islam. Tidak heran, beberapa negeri berpenduduk muslim mulai berupaya mewujudkan suatu pemerintahan yang berdaulat dengan nama negara Islam. Misalnya, Republik Islam Pakistan yang akan dibahas dalam makalah ini.
Pembentukan negara Islam secara zahir membawa konsekwensi diterapkannya Syari’at Islam (baik formal ataupun informal) kedalam institusi negara dan kehidupan warga negara. Pertanyaan mendasarnya, apakah konsekwensi ini juga merupakan alasan untuk mendirikan negara Islam pada waktu itu, atau hanya sebatas menciptakan negara bagi penduduk Pakistan yang mayoritas beragama Islam?
Pakistan sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim sejak didirikan pada tahun 1947 tidak luput dari perdebatan ini. Pakistan layak diangkat sebagai satu studi kasus mengingat akarnya yang kuat sebagai sebuah negeri yang dahulunya menjadi bagian imperium besar Islam di India yaitu Kerajaan Mughal.
Sepanjang perjalanannya, Pakistan telah mengalami berbagai peristiwa yang cukup menyedihkan untuk dicatat, apalagi jika dikaitkan dengan identitasnya sebagai negara yang dibangun dengan identitas Islam. Mengingat sejarah kebesarannya dan ketragisan inilah, makalah ini secara serba ringkas menulis berbagai peristiwa yang berkaitan dengan upaya penerapan syari’at Islam di negara tersebut. Istilah lain yang mungkin digunakan dalam penulisan makalah ini adalah Islamisasi yang dalam hemat penulis terdengar lebih lembut (soft) sekaligus lebih gampang diucapakan dibanding penerapan syariat Islam.
Profil Singkat Negara Pakistan
Nama negara: Pakistan
Bentuk Pemerintahan: Republik Islam Pakistan
Ibukota : Islamabad
Populasi: 165.803.560 jiwa (2007) / 97% muslim
Ekspor Utama: Tekstil, beras, kulit, produk, olahraga, dll
Impor Utama: Minyak bumi, permesinan,peralatan transportasi, dll.
Bahasa: Urdu (resmi), Sind, Punjabi,Inggris
Di timur, Pakistan berbatasan dengan India. Di barat, berbatasan dengan Iran dan Afghnistan: Di utara, dengan Afghanistan dan Cina. Di selatan, dengan laut Arab dan teluk Oman. Luas Pakistan adalah 703.943 Km; yang terbagi atas empat propinsi: Baluchistan, Sindh, Punjab dan wilayah Barat Daya. Pakistan bertetangga dengan dua negara besar di dunia: India dan Cina. Pakistan menjalin hubungan baik dengan Barat di satu pihak, sedangkan disisi lain dengan Cina Komunis.
Berdirinya Republik Islam Pakistan tidak lepas dari peran seorang pengacara muslim Muhammad Ali Jinnah. Pada awalnya, berdirirnya Pakistan merupakan problem tersendiri, terutama dalam mencari alasan atau raison d’etre Pakistan merdeka. Apakah the founding fathers Pakistan bermaksud mendirikan Negara Islam atau tengah berupaya membangun Tanah Air bagi orang Islam? Lebih dari itu, apakah kekhawatiran sebagai warga minoritas di India yang mayoritas Hindu dapat dijadikan alasan berdirinya Pakistan merdeka.
Elan dasar pendirian "Republik Islam" ini, seperti terartikulasikan dalam gagasan pendiri-pendirinya adalah kehendak komunitas muslim --sebagai bangsa terpisah di anak benua India-- untuk membentuk negara di mana mereka mampu menerapkan ajaran Islam dan hidup selaras dengan petunjuknya.
Berbagai teori telah dimunculkan tentang alasan-alasan pokok berdirinya Pakistan sebagai sebuah negara dengan identitas Islam. Pada 23 Maret 1947 Liga Muslim India (All Indian Moslem League) mengeluarkan resolusi yang terkenal dengan nama Resolusi Pakistan. Dalam resolusi tersebut, kaum Muslim India dipimpin Muhammad Ali Jinnah, yang juga Bapak Negeri Pakistan, berjanji memperjuangkan terbentuknya negara muslim.
Pendirian Liga Muslim mengawali munculnya gerakan nasionalisme India, pada awalnya merupakan respon terhadap gerakan nasionalisme Hindu yang disuarakan Partai Kongres Nasional India. Liga Muslim didirikan oleh sekelompok intelektual Muslim India yang pada perkembangannya menuntut terbetuknya pemerintahan sendiri. Tokoh yang terkenal dari organisasi ini adalah Muhammad Ali Jinnah.
Di bawah kepemimpinan Jinnah, ide negara Pakistan semakin berkembang dan pada tahun 1940 menjadikan pembentukan Pakistan sebagai tujuan perjuangan. Tujuan itu menjadi kenyataan saat Pakistan diproklamirkan sebagai negara merdeka pada 14 Agustus 1947, dan kenyataannya, Pakistan merdeka sehari lebih cepat dari India yang dimerdekakan 15 Agustus 1947
Berdirinya Pakistan didasarkan atas realitas bahwa masyarakat muslim yang meliputi wilayah Sind, Punjab, Baluchistan, provinsi di Barat Laut dan Benggala merupakan sebuah bangsa yang berhak atas wilayah mereka sendiri. Meskipun banyak yang meragukan klaimnya sebagai sebuah bangsa, namun sesuatu yang pantas diberi nilai adalah kenyataan geografis Pakistan yang merupakan anak benua India yang nyaris lepas dari peradaban induknya, yaitu India.
Pakistan dibentuk oleh elit-elit muslim yang memobilisasi sumberdaya Muslim India Barat Laut untuk menentang kebijakan Inggris yang berseberangan dengan kepentingan kelompok muslim. Kemungkinan lainnya adalah teori Francis Robinson yang menyatakan terbentuknya Pakistan dari faktor ideologi terutama doktrin Ummah yang mendorong elit-elit muslim mengupayakan perlindungan budaya muslim dan otonomi yang lebih besar bagi kaum muslim di Provinsi Kesatuan Barat Laut dan Bengal.
Senada dengan Robinson, David Taylor mengesankan terbentuknya Pakistan sebagai ekspresi politik muslim kelas atas (elit) yang memahami kenyataan berbedanya identitas keagamaan dan sosial politik mereka dengan kekuatan-kekuatan lainnya di anak benua India.
Tuntutan kaum elit ini menurutnya selain mewakili permasalahan kaum elit Pakistan, juga didukung oleh kesadaran komunal akan pentingnya negara bagi komunitas Muslim. Selain itu ia juga menemukan fakta dalam kasus-kasus tertentu yang melibatkan massa yang menuntut pemenuhan kebutuhan asasinya sebagai orang Islam juga tidak bisa disepelekan. Artinya, dalam waktu-waktu tertentu, tuntutan elit bisa senada dengan tuntutan arus bawah muslim.
Sementara itu dengan pertanyaan yang hampir sama dengan Robinson, Karen Amstrong menilai pendirian Pakistan justru diilhami cita-cita sekuler modern. Sejak masa Aurengzeb, Muslim di India merasa sedih dan tidak aman, mereka mengkhawatirkan identitas mereka dan berkem¬bangnya kekuasaan mayoritas Hindu.
Hal ini semakin parah setelah pemisahan India dari Inggris pada tahun 194¬7 ketika kekerasan komunal memuncak di kedua belah pihak dan ribuan orang tewas. Jinnah ingin membangun arena politik yang tidak menekan atau membatasi identitas religius Muslim. Akhirnya ia mempertanyakan: “apa maknanya negara Islam yang menggunakan sebagian besar simbol-simbol Islam untuk tujuan "sekuler"?
Esposito juga berkesimpulan: “aspirasi Islam memang merupakan raison d'etre-berdirinya Pakistan, tetapi meskipun terdapat persetujuan umum mengenai pentingnya suatu tanah air Islam, namun apa yang dimaksud tidak begitu jelas. Perbedaan pandangan dan pendekatan antara kaum modernis dan tradisionalis merupakan halangan yang cukup besar, dan belum pernah diusahakan secara sistematis untuk menjelaskan ideologi Islam Pakistan dan bagaimana melaksanakan ideologi itu secara konsisten.
Dari beberapa teori ini, paling tidak yang paling memungkinkan adalah bahwa gagasan nasionalisme yang datang dari barat telah membantu mempercepat kelahiran Pakistan sebagai negara bangsa. Dalam hal ini, Badri Yatim menyebutkan, gagasan nasionalisme merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara merdeka, yang bebas dari pengaruh politik Barat.
Praktek Islamisasi Pakistan
Periode 1947-1970
Sebagaimana disinggung di atas, Islam merupakan raison d'etre dari dibaginya India dan di¬dirikannya Pakistan sebagai suatu negara-bangsa yang berdiri sendiri tahun 1947. Walaupun Is¬lam telah digunakan untuk memobilisasikan dan mempersatu¬kan orang Islam di waktu gerakan kemerdekaan, namun sedikit sekali terdapat konsensus mengenai masalah-masalah fundamen¬tal seperti: "Apakah artinya kalau dikatakan bahwa Pakistan ada¬lah sebuah negara Islam modern? Bagaimana menggambarkan watak keislamannya dalam ideologi dan lembaga-lembaga nega¬ra?"
Dengan memperhatikan periode tahun 1947-1970 ternyata bahwa hasilnya amat tidak memuaskan. Tidak adanya kestabilan politik dan perbedaan yang tajam antara golongan tradisionalis dan mo¬dernis sedikit sekali memberikan sumbangan kepada perkem¬bangan suatu ideologi Islam yang mapan yang dapat berguna se¬bagai dasar dari persatuan nasional di tengah-tengah perbedaan-¬perbedaan bahasa dan regional yang amat luas terdapat di Pakis¬tan.
Kesimpulan yang diambil kebanyakan pengamat Pakistan adalah, dari periode 1947 hingga 1970 tersebut, Pakistan lebih banyak berdebat tentang bagaimana ideology Islam itu dapat diterapkan dalam negara. Perdebatan itu meliputi tokoh modernis, nasionalis sekuler dan kelompok Islamis tradisionalis yang menginginkan syari’at Islam diterapkan secara ketat.
Misalnya, Abul A'la Maududi (1903-1979) mewakili kaum tradisionalis, mendesak dite¬rapkannya norma-norma Syariah yang lebih ketat, sehingga pada tahun 1956, sebuah konstitusi secara resmi menjadikan Pakistan sebagai Republik Islam. Ini mewakili sebuah aspirasi yang kini hidup kembali dalam institusi-institusi politik negara tersebut. Sementara Fazlur Rahman mewakili kaum modernis memberikan gambaran tentang negara Islam yang lebih modern berdasarkan kedaulatan rakyat.
Pemerintahan Jenderal Muham¬nad Ayub Khan (1958-1969) adalah contoh khusus sekularisme berlebihan sekaligus dictator militer. Dia menasionalisasi sumbangan-sumbangan religius (auqah), nembatasi pendidikan madrasah, dan mengembangkan sistem hukum sekuler. Tujuannya adalah menjadikan Is¬am sebagai agama sipil, yang bisa dikendalikan negara, tetapi keinginan ini menyebabkan ketegangan dengan para ahli agama Islam dan menyebabkan jatuhnya pemerin¬tahan Khan.
Selama tahun 1970-an, kekuatan para ahli agama Islam menjadi kekuatan oposisi utama melawan pemerintahan, dan sebagai seorang beraliran kiri dan sekularis Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto (1971-1977) meredakan gerakan mereka dengan melarang judi dan alkohol, Tetapi pada periode ini akhirnya Pakistan tetap digerakkan dengan semangat sekuler.
Hal ini melegitimasi kenyataan, meskipun Pakistan menyatakan dirinya sebagai negara Islam, tidak satupun program yang pernah disusun untuk menerapkan Islam. Dalam rentang waktu 30 tahun itu, tidak heran muncul tudingan bahwa Islamisasi tidak lebih hanya sebagai contoh penggunaan Islam sebagai alat oleh rezim yang berkuasa untuk menegakkan keabsahan politiknya.
Periode 1971-sekarang
Islamisasi mula-mula muncul sebagai kebijakan negara yang lahir di bawah pemerintahan Partai Rakyat Pakistan yang dipimpin oleh Zulfikar Ali Bhutto (1971-1977). Ali Bhutto datang membawa tawaran baru, yaitu mengawinkan Islam dengan Sosialisme. Upaya ini mendapat sambutan hangat dari rakyat Pakistan.
Bhutto mempergunakan ungkapan-ungkapan keagamaan yang mampu membangkitkan emosi, seperti misalnya Musawat-i¬ Muhammadi (persamaan Muhammad) dan Islami Musawat (persamaan Islam) sebagai bagian dari ke¬pandaian mengucapkan pidato politik untuk membe¬narkan kebijakan pemerintahannya yang bersifat sosialis dan untuk memperoleh dukungan massa bagi kebijakannya.
Pada tahun 1974 pemerintahannya juga bertanggung jawab atas terjadinya kampanye panjang pada dasawarsa itu sehingga pengikut sekte Ahmadiyyah menganggap pendiri sekte itu, Mirza Ghulam Ahmad, sebagai nabi, dan dengan demikian mereka menolak pilar Islam bahwa Muhammad ada¬lah utusan Tuhan yang terakhir.
Setelah parlemen mengeluarkan peraturan hukum yang menyatakan bahwa Ahmadiyyah adalah minoritas non-muslim dan ketetapan dalam Undang Undang tahun 1973 yang mengharuskan jabatan presiden dan perdana menteri dipegang oleh orang-orang Islam, sumpah jabatan di¬ubah agar penegasan bahwa Muhammad adalah nabi yang terakhir bisa dimasukkan ke dalamnya.
Ketika agitasi anti pemerintah (dipimpin oleh Persekutuan Nasional Pakistan yang pemimpin-pe¬mimpinnya menggunakan Islam untuk menggerak kan orang-orang melawan pemerintahan Bhutto) pecah di pusat-pusat pertokoan utama, pemerintah berusaha untuk mengakhiri keadaan ini dengan mengumumkan reformasi , “Islam” dengan menentu¬kan Jum’at dan bukannya Minggu sebagai hari libur umum mingguan dan mengumumkan langkah-lang¬kah yang melarang pemakaian alkohol, perjudian dan pacuan kuda. Manifesto pemilihan Partai Rakyat Pakistan tahun 1977 juga memasukkan persetujuan partai untuk:
1.Menjadikan pengajaran al Quran sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan umum.
2.Mengembalikan masjid ke tempat tradisionalnya selaku pusat terpenting masyarakat.
3.Mendirikan Akademi Ulama Negeri untuk mendi¬dik Imam dan Khatib di masjid-masjid.
4.Menjadikan tempat keramat orang suci yang ter¬hormat sebagai pusat pengajaran Islam.
5.Meningkatkan fasilitas untuk orang-orang yang akan menunaikan ibadah haji.
6.Memperkokoh Institut Penelitian Islam di Islam¬abad.
Akan tetapi program Islamisasi ini menurut Riaz Hassan tidak lebih hanya sekadar respon untuk menenangkan kelompok urban yang menentang kebijakan ekonominya. Program ini secara kasat mata tidak lebih pada pengakuan dan perbaikan aspek simbolis Islam sebagaimana awal pendiriannya.
Ali Bhutto akhirnya dijatuhkan melalui kudeta Angkatan Bersenjata di bawah pimpinan Jenderal Zia ul-Haq Juli 1977 dengan alasan tingkah lakunya yang tidak Islami dan keakrabannya dengan isu demokrasi kebarat-baratan, kemudian ia digantung dengan tuduhan terlibat konspirasi untuk membunuh ayah politisi Ahmed Reza Kasuri.
Ali Bhutto kemudian digantikan oleh Ziaul-Haq, yang mengembalikan aturan pakaian tradisional Muslim dan memberlakukan kembali hukuman yang Islami dan hukum komersial. Tetapi Presi¬den Zia sendiri juga menjauhkan Islam dari masalah¬-masalah politik dan ekonomi yang didukung oleh kebijakan¬-kebijakan sekularis.
Secara populer, upaya Islamisasi Pakistan itu ia sebut dengan Nizam-i- Islami. Usaha yang dikampanyekan oleh Zia ul-Haq dalam rangka Islamisasi antara lain:
1.Menegaskan kembali tujuan negara (objektif resolution) Pakistan, yaitu Islam. Konsekwensinya sistem (ajaran) Islam harus diterapkan di negara Pakistan;
2.Pembentukan mahkamah-mahkamah Syar’iyyah, yang bertujuan meletakkan supremasi syari’ah di atas hukum positif. Pada kasus tertentu ia juga melakukan penyesuaian hukum-hukum positif dengan hukum Islam;
3.Membangun prinsip negara kesejahteraan (welfare state) dengan membentuk pemungutan zakat dan ‘usyr (pajak yang dipungut dari hasil pertanian);
4.Serta menyatakan perang terhadap sistem perekonomian yang berbasis riba.
Bagaimanapun, kampanye dan program Nizam-i-Islami itu tidak lebih sebagai pendekatan politik penerapan hukum Islam yang pada akhirnya disikapi secara politis oleh kelompok oposisi. Sementara itu disisi yang lain, respon rakyat terhadap program itu biasa-biasa saja. Akhirnya program itu tidak lebih hanya perdebatan kalangan elit Pakistan.
Dalam hal politik luar negeri, Zia ul-Haq memberi dukungan penuh kepada Mujahidin Afghanistan yang berjuang melawan invasi militer Uni Soviet (1979-1989). Namun, pada 1988, Zia ul-Haq tewas saat helikopter yang ditumpanginya bersama Duta Besar Amerika Serikat di Pakistan meledak. Sejak wafatnya dalam kecelakaan pesawat pada tahun 1988, politik Pakistan didominasi ketegangan etnik, permusuhan, dan skandal-skandal korupsi di antara anggota kelas-kelas elit dan para ahli agama Islam tidak lagi berpengaruh. Islam masih menjadi identitas Pakistan dan ada pada semua kehidupan masyarakat, tetapi tetap tidak berpengaruh pada kehidupan.
Pasca Ziaul Haq, sepertinya program Islamisasi tidak begitu populer lagi di Pakistan. Pakistan tidak lebih seperti negara-negara berkembang lainya yang penuh dengan intrik politik, perdebatan panjang antara Islam dan demokrasi dan yang tak kalah beratnya, internasionalisasi Pakistan, terutama soal nuklir dan terorisme. Tidak heran Pakistan belakangan menjadi barometer keamanan bagi negara muslim di kawasan lainnya, termasuk Asia Tenggara.
Sekilas pemerintahan setelah Zia ul Haq, muncul Benazir Bhutto, putri mendiang Zulfikar Ali Butho, yang menjadi perdana menteri wanita pertama di Republik Islam Pakistan. Terpilihnya Benazir Bhuto merupakan kejutan bagi umat Islam dan juga bagi banyak negara non muslim.
Pemimpin perempuan merupakan suatu yang masih diperdebatkan terutama di Pakistan yang pada Era Zia ul-Haq diharamkan. Benazir Bhuto telah menjadi zaman peralihan dari era perdebatan mengenai identitas Islam kepada wacana hubungan Islam dan demokrasi (termasuk masalah gender), sekaligus menjadi tanda bagi kemenangan demokrasi atas rezim militer.
Platform demokrasi yang ingin ditegakkan oleh Dinasti Bhutto adalah mengkritisi dominasi militer. Akibatnya Benazir selalu berseberangan dengan para jenderal militer. Salah satu janji Benazir jika dia memenangi pemilu dan menjadi PM kembali adalah mengefisiensikan dana militer. Sebuah pilihan demokratis namun tidak populer bagi kalangan militer.
Pada 1990 Benazir digulingkan oleh Presiden Ghulam Ishaq Khan dan lagi-lagi didukung oleh militer karena dituduh korupsi namun ia tidak pernah diadili. Tahun 1993 ia terpilih kembali sebagai Perdana Menteri hingga 1996. Pada tahun 1996, Presiden Farooq Leghari menaggalkan jabatan Benazir atas tuduhan skandal korupsi.
Benazir digantikan Nawaz Sharif, seorang pengikut setia Zia ul-Haq. Sharif menjadi PM setelah Partai Liga Muslimin Pakistan yang dipimpinnya menang pemilu dan mempunyai kursi mayoritas di parlemen. Dalam perjalanan pemerintahannya, Sharif bersitegang dengan militer yang kemudian dikudeta oleh Musharraf yang saat itu duduk dalam struktur Dewan Keamanan Nasional.
Beberapa pemimpin senior militer lalu mendukung Musharraf dalam kudeta damai terhadap Sharif. Kepemimpinan Musharraf pun tetap bertahan setelah didukung dengan partai-partai di Pakistan. Yang menarik justru pada tahun 2006, Nawaz Sharif memutuskan berkoalisi dengan Benazir Bhutto, rival lamanya, dalam Aliansi untuk Pemulihan Demokrasi, demi menggulingkan Musharraf.
Kepemimpinan Musharraf tidak luput dari konflik. Bentrokan berdarah di sejumlah wilayah Pakistan awal Maret 2007 merupakan klimaks dari krisis politik yang menimpa Presiden Pervez Musharraf. Dia memecat Ketua Mahkamah Agung Iftikhar Muhammad Chaudhry karena dituduh menyalahgunakan kekuasaan.
Pihak oposisi menuduh pemecatan itu dilatarbelakangi kekhawatiran Musharraf kalau Chaudhry akan menghalangi niatnya menjadi presiden untuk ketiga kali. Chaudhry juga dikhawatirkan mengubah konstitusi untuk melucuti posisi rangkap Musharraf sebagai panglima angkatan bersenjata. Pemecatan Chaudhry memicu protes luas dari para pengacara dan partai-partai oposisi di seluruh negeri, walau aksi mendukung Musharraf pun dilakukan partai propemerintah Mutahida Qami Movement (MQM). Bentrokan pun tidak terhindarkan.
Kelompok oposisi, baik dari kubu mantan PM Benazir Bhutto yakni Partai Rakyat Pakistan dan kelompok pendukung mantan PM Nawaz Sharif banyak yang menjadi korban akibat bentrokan itu.
Terakhir sebagai kesudahan karir politik Benazir Bhutto, 27 Desember 2007 ia terbunuh oleh serangan tembakan dan bom bunuh diri di Rawalpindi sesaat setelah ia berkampanye untuk posisi PM yang ke tiga kalinya.
Era Perves Musharraf (1999) adalah bukti terkini tentang betapa rumitnya mengurus sebuah negara modern yang diberi nama Republik Islam Pakistan itu. Dalam konstitusinya tercantum dasar filosofi mewah tentang kedaulatan Allah atas alam semesta dan syariah sebagai sumber hukum tertinggi. Dalam realitas, baik gagasan kedaulatan Allah maupun syariah ternyata tidak mampu menolong nasib Pakistan berhadapan dengan konflik suku yang beragam dan sengketa politik yang sering berkuah darah itu.
Penutup
Pakistan merupakan salah satu contoh yang bagus untuk kasus kontroversi penegakan Syari’at Islam yang juga marak di bebera negara berpenduduk muslim lainnya, termasuk Indonesia. Apakah formalisasi Syari’at Islam melalui jalur politik (negara) adalah kehendak komunitas muslim atau bagian wacana yang dilontarkan elit politik, patut juga dipertimbangkan.
Tuntutan pemberlakuan syariat Islam yang dikemukakan sejumlah daerah di Indonesia beberapa waktu lalu telah menarik perhatian kalangan yang berkepentingan dengannya. Ketidakjelasan konsep syariat di balik usulan itu telah menyeret masyarakat ke dalam ajang kontroversi yang akut.
Gagasan tentang Islam yang hendak diimplementasikan di dalam negara Pakistan juga terukir jelas dalam benak para pendirinya --yakni Islam yang "lebih dekat kepada semangat aslinya dan semangat zaman modern." Tetapi, pemimpin-pemimpin komunitas muslim tradisional mempersepsinya sebagai Islam yang berorientasi ke belakang dalam rumusan-rumusan "Islam sejarah."
Akibatnya, sejak berdirinya Republik Islam Pakistan pada 3 Juni 1947, negara ini mengalami kesulitan serius dalam mendefinisikan keislamannya. Perdebatan-perdebatan yang berkepanjangan dalam Majelis Konstituante --demikian pula hasil kompromi antara kubu tradisionalis dan modernis yang terjelma dalam Konstitusi Pertama (1956), Konstitusi Kedua (1962) ataupun amandemen-amandemennya yang tidak memuaskan seluruh pihak-- dengan jelas merefleksikan hal ini.
Ketika sampai kepada hukum Islam, kesulitan yang sama juga dihadapi kaum muslim Pakistan. Dalam benak kaum modernis, hukum Islam --agar bisa diterapkan-- mesti dimodernisasi selaras dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. Sementara kaum tradisionalis menuntut bahwa fiqh, yang dihasilkan para mujtahid lewat deduksi dan derivasi dari Alquran dan Sunnah Nabi, harus diberlakukan tanpa kecuali.
Kontroversi sengit tentang riba dan bunga bank, pendayagunaan zakat, program keluarga berencana, hukum kekeluargaan Islam, dan lainnya, merupakan cerminan betapa sulitnya kaum muslim Pakistan mendefinisikan syariat Islam untuk konteks negeri mereka.
Akibatnya adalah kekacauan dan kerancuan dalam definisi "Islam" yang menyertai pengalaman kenegaraan Pakistan. Kompromi-kompromi yang dicapai tentu saja tidak selaras dengan modernisasi yang dikehendaki kubu modernis ataupun status quo yang hendak dipertahankan kelompok tradisionalis. Ajang kontroversi pun akhirnya melebar kepada aksi-aksi penjarahan, pembakaran, terorisme dan pembunuhan --bahkan sampai pada penetapan kaum Ahmadiyah Qadian sebagai minoritas non-muslim!
Pengalaman ideologis Pakistan telah memberikan gambaran suram tentang Islam, seakan-akan agama itu mengajarkan kepada pemeluknya "membakar, menjarah, membantai" pihak-pihak yang berseberangan, bukan "demokrasi, kemerdekaan, persamaan, toleransi dan keadilan sosial"
Dapat diduga bahwa pengalaman traumatis yang sama akan dialami masyarakat muslim Indonesia jika tuntutan penerapan syariat Islam mendapat angin segar. Kemajemukan Islam di negeri ini, yang tidak jarang bersifat antagonistis, merupakan indikatornya. Karena itu, banyak yang harus dipelajari secara bijak dari pengalaman Pakistan.
Meskipun demikian, Menjadikan Pakistan sebagai bukti bahwa Islam tidaklah bisa masuk dalam instrumen politik kenegaraan, tidaklah tepat. Itu tidak lebih sebuah kegagalan dalam memasukkan Islam ke dalam instrumen politik, kegagalan dalam berdemokrasi dan kegagalan dalam mengatasi konflik.[*]
Padang, Januari-Februari-Mei 2008)
DAFTAR BACAAN
Al Abdah, Muhammad, Mengapa Zia ul-Haq Dibunuh? (terj), Yogyakarta: Pustaka al Kautsar, 1990
Ahmed, Akbar S., Rekonstruksi Sejarah Islam di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban, (terj), Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003
Armstrong, Karen, Islam: A Short History (terj), Surabaya: Ikon Teralitera, 2004
Donohue, John J. dan John L Esposito (ed), Islam dan Pembaharuan, Ensiklopedi Masalah-masalah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995
Esposito, John L (ed), Identitas Islam pada Perubahan Sosial Politik, (terj), Jakarta: Bulan Bintang, 1986
Hassan, Riaz, Islam: Dari Konservatisme sampai Fundamentalisme, Jakarta: CV Rajawali, 1985
Hunter, Shireen T. (ed.), Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan Kesatuan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001
Kompas, Jum’at, 28 Desember 2007
Nasution, Harun dan Azyumardi Azra (ed), Perkembangan Modern dalam Islam,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985
Panji Masyarakat No. 598, 1-10 Januari 1989
Smith, Anthony D., Nasionalisme, Teori, Ideologi dan Sejarah, (terj), Jakarta: Erlangga, 2003
Ajid Thohir dan Ading Kusdiana, Islam di Asia Selatan…, Bandung: Humaniora, 2006
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006
The World Factbook 2007 dan sumber lainnya
http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=97
Labels:
Artikel
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
Artikel di blog anda bagus. Coba pasang widget infogue.com seperti punyaku. Bisa nambah traffik lho padahal blogku belum berumur satu minggu.
Nich blogku:
http://padhepokananime.blogspot.com/
artikel anda di:
http://agama.infogue.com/islam_dan_negara_penerapan_syariat_islam_di_pakistan
artikel di bolg km bagus banget....
tPI KIRA-KIRA BISA GAK MEMUAT TENTANG SEJARAH IDEOLOGI PARTAI LIGA MUSLIM DLM MEWUJUDKAN NEGARA PAKISTAN DAN LEBIH POKUS KE PARTAI LIGA MUSLIM,
say juga lagi mengambl skripsi tentng pembentukan negara pakistan,,
kabarin ya mas...setidaknya daftar pustaknya say bisa tau,
aldo_Za84@yahoo.co.id
Saya IBU SALMAH ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di ARAB SAUDI jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga dikampun,jadi TKW itu sangat menderita dan disuatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak disengaja saya melihat komentar orang tentan AKI SOLEH dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di ARAB SAUD,akhirnya saya coba untuk menhubungi AKI SOLEH dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg diberikan AKI SOLEH meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan AKI SOLEH kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik AKI SOLEH sekali lagi makasih yaa AKI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja AKI SOLEH DI 082-313-336-747- insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW trimah kasih AKI wassalam.
KLIK DISINI BOCORAN TOGEL HARI INI
Saya IBU SALMAH ingin berbagi cerita kepada anda semua bahwa saya yg dulunya cuma seorang TKW di ARAB SAUDI jadi pembantu rumah tangga yg gajinya tidak mencukupi keluarga dikampun,jadi TKW itu sangat menderita dan disuatu hari saya duduk2 buka internet dan tidak disengaja saya melihat komentar orang tentan AKI SOLEH dan katanya bisa membantu orang untuk memberikan nomor yg betul betul tembus dan kebetulan juga saya sering pasan nomor di ARAB SAUD,akhirnya saya coba untuk menhubungi AKI SOLEH dan ALHAMDULILLAH beliau mau membantu saya untuk memberikan nomor,dan nomor yg diberikan AKI SOLEH meman betul2 terbukti tembus dan saya sangat bersyukur berkat bantuan AKI SOLEH kini saya bisa pulang ke INDONESIA untuk buka usaha sendiri,,munkin saya tidak bisa membalas budi baik AKI SOLEH sekali lagi makasih yaa AKI dan bagi teman2 yg menjadi TKW atau TKI seperti saya,bila butuh bantuan hubungi saja AKI SOLEH DI 082-313-336-747- insya ALLAH beliau akan membantu anda.Ini benar benar kisah nyata dari saya seorang TKW trimah kasih AKI wassalam.
KLIK DISINI BOCORAN TOGEL HARI INI
Post a Comment