13 June 2025

No Pain No Gain

Muhammad Nasir


Setelah berdiskusi berjam-jam dengan adik-adik aktivis mahasiswa, saya akhirnya luluh juga. Awalnya saya enggan. Mereka meminta saya menuliskan alasan-alasan kenapa mahasiswa perlu berorganisasi, katanya biar mereka bisa lebih mudah membagikannya ke teman-teman mereka.

“Biar kami bisa lebih mudah share ke teman-teman mahasiswa, bang!” ujar mereka. 

Saya sempat menjawab setengah bercanda, “Enak saja. Saya capek baca buku Kartini Kartono, Robert T. Kiyosaki, Rhenald Kasali, Nurcholish Madjid dan banyak lagi. Kalian juga harus nulisnya sendiri untuk teman-teman kalian.”


Tapi lalu saya berpikir lagi. Mereka memang belum cukup rajin membaca, tapi semangat mereka jujur, dan harapan mereka terlalu tulus untuk ditolak. Ada keinginan kuat dalam diri mereka untuk bergerak, tapi mereka belum punya cukup bahasa untuk menjelaskan mengapa gerak itu penting. Maka saya memutuskan untuk membantu, bukan sebagai pengganti, tapi sebagai pemantik.

Kebetulan pula, libur semester akan segera tiba. Waktu yang biasanya dihabiskan untuk pulang kampung, bersantai, atau sekadar mengejar istirahat. Tapi saya ingin mengingatkan, ini juga waktu yang tepat untuk membangun rencana. 

Pulanglah sejenak, rasakan kembali aroma kampung halaman, dengarkan kembali suara ibu dan suara langit di atas rumahmu. Tapi jangan lupa kembali ke kota ini dengan rencana besar: menjadi mahasiswa yang utuh. Bukan hanya pembaca modul dan pengisi absen, tapi juga pemikir, pelaku, dan pemimpin.

Sebab zaman ini, zaman yang disebut sebagai abad ke-21, menuntut lebih dari sekadar kecerdasan akademik. Ia menuntut kecakapan berpikir kritis, kreativitas, kemampuan kolaborasi, dan komunikasi. 

Dan semua itu tidak semuanya bisa lahir dari ruang kelas. Justru organisasi adalah ladang latihan terbaik. Di sinilah seseorang diuji bukan hanya dengan tugas, tapi dengan konflik, beda pendapat, situasi tak pasti, dan harapan yang seringkali tak sesuai kenyataan.

Lewat organisasi, kita akan mengerti siapa itu manusia dengan segala logikanya, egonya, ketulusannya, dan kadang juga manipulatifnya. Di organisasi pula kita dapat berdiskusi dengan pikiran orang lain, tidak hanya berdebat dengan pikiran sendiri. 

Kita akan belajar bagaimana menjaga komitmen dalam lelah, bagaimana bersuara dalam forum, bagaimana mendengarkan saat ingin menyerang, dan bagaimana tetap hadir meski tak dianggap penting. Kita belajar tentang resiliensi, daya tahan terhadap tekanan, dan kemampuan bangkit dari frustasi sosial.

Organisasi adalah versi kecil dari kehidupan. Bahkan sejak kecil kita sudah mengenalnya, dalam bentuk organisasi domestik bernama keluarga. Maka ketika kita naik satu tahap menjadi mahasiswa, bukankah seharusnya kita pun berani naik satu tahap dalam kesadaran dan tanggung jawab sosial?

***

Tapi mari saya katakan terus terang: berorganisasi itu capek. Berorganisasi itu kadang bikin sakit hati. Kadang kamu merasa tak dihargai, kadang kamu merasa sendirian, dan kadang kamu ingin berhenti saja. 

Tapi hidup juga begitu. Maka daripada menunggu hidup menghajar kamu nanti di luar kampus, lebih baik sekarang mulai belajar capek dan sakit, agar kamu tahu nikmatnya istirahat dan leganya rasa sehat.

No pain, no gain, kata sebuah salep otot terkenal. Rasa pegal akan hilang, tapi pelajaran dari rasa itu akan tinggal. Dan dari proses itu pula kamu akan tahu mana yang benar-benar tangguh dan mana yang cuma pengeluh.

Kita hidup dalam masyarakat yang tidak hanya membutuhkan orang-orang pintar, tapi juga orang-orang tangguh, tahan banting, dan mampu membaca arah. Dan saat lulus nanti, percayalah, yang akan sangat kita butuhkan bukan cuma gelar, tapi juga jaringan pertemanan, akses sosial, dan ruang dukungan. Semua itu bisa kita mulai bangun di organisasi.

Saya tahu, beberapa orang mungkin menjadikan contoh gagal dari aktivis mahasiswa sebagai alasan untuk tidak ikut organisasi. Tapi itu logika yang malas. Kita semua sudah tahu bahwa yang gagal memang tidak layak ditiru. Justru karena kita tahu itu salah, maka yang perlu dicari adalah contoh yang ideal. Dan yang ideal memang selalu sedikit, selalu lebih sulit ditemukan, tapi itulah yang justru patut diperjuangkan.

Berorganisasi bukan berarti melupakan studi. Justru sebaliknya, ia adalah sarana agar studi lebih membumi. Ia bukan pelarian dari kelas, tapi perpanjangan dari pembelajaran.

Maka saya menulis ini, bukan sebagai nasihat dari yang lebih tahu, tapi sebagai pengingat dari yang dulu juga pernah muda dan bingung. Saya percaya, satu gagasan kecil yang lahir dari organisasi, bisa tumbuh menjadi gerakan besar. 

Dan siapa tahu, dari forum-forum kecil tempat kalian biasa rapat dan bertengkar hari ini, lahirlah benih-benih perubahan yang kelak mengubah wajah bangsa.

Yakin Usaha Sampai

No comments: