15 December 2020

Kesesuaian antara Adat Minangkabau dengan Islam

Muhammad Nasir

Proses Islamisasi di Minangkabau mencakup wilayah Sumatera Barat, sebagian Riau, Bengkulu, Jambi, sebagian Sumatera Utara, dan sebagian Aceh– terjadi pada kurun masa yang sangat panjang. Banyak bukti yang menjelaskan keberadaan ajaran tersebut. Namun mengenai kapan dan dari mana pertama kali ajaran tersebut masuk, para ahli masih berupaya merekonstruksi peristiwa yang sifatnya monumental dan waktu pertama kali kedatangannya. Kebanyakan karya historiografi yang membahas sejarah Islam Minangkabau belum memberikan kerangka konseptual yang pas tentang proses menjadi Islamnya penduduk Minangkabau. karena itu perlu pembedaan antara konsep atau istilah “masuknya Islam”, “kedatangan Islam” dan “Islamisasi”.

Berkenaan dengan soal “masuknya Islam” atau “kedatangan Islam” sumber sejarah terpenting yang digunakan para penulis sejarah Minangkabau adalah sumber-sumber China, Persia, dan Arab khususnya. Jika merujuk sumber-sumber ini, akan ditemukan informasi bahwa kedatangan Islam di Minangkabau telah terjadi sejak masa awal penyebaran Islam dari Arabia, tepatnya pada abad 7 dan 8 M. Informasi ini di antaranya dapat dibaca pada karya penulis asal Minangkabau seperti HAMKA dan MD. Mansoer.[1] HAMKA sebagai contoh menyebutkan Islam sudah hadir di Minangkabau (Sumatera Barat) sejak abad ke-7 M. Ia menulis:

Dan dalam suatu almanak Tiongkok tersebut bahwa pada tahun 674 Masehi sudah didapai satu kelompok masyarakat Arab di Sumatera Barat. Kalau diingat bahwa Nabi Muhammad SAW wafat pada 632 Masehi, nyatalah bahwa pada tahun 52 Hijrah, 42 tahun setelah Nabi wafat orang Arab telah mempunyai perkampungan di Sumatera Barat. Mungkin kata-kata Pariaman berasal dari pada bahasa Arab "Bari Aman" (tanah daratan yang aman sentosa).[2]

 

Sementara, M.D. Mansoer Minangkabau Timur produsen dan penjalur lada terbesar di Pesisir Barat Selat Sumatera sedjak abad ke-6. 

Karena itulah istilah yang lebih tepat digunakan adalah ‘Islamisasi’ yang mengisyaratkan proses perpindahan agama seseorang ke dalam Islam; atau proses intensifikasi keislaman seseorang atau kelompok Muslim. Dengan begitu, Islamisasi adalah proses yang terus berlanjut sejak terjadinya konversi seseorang atau kelompok ke dalam Islam, melintasi waktu dan generasi Muslim sampai sekarang ini dan terus melangkah ke masa depan.

Tetapi ‘Islamisasi’ di Pagaruyung atau Dharmasraya atau di Nusantara secara keseluruhan—meminjam teori A.D. Nock—bukan ‘konversi’. Dalam konversi orang berpindah agama secara drastis; memeluk agama baru dengan meninggalkan sama sekali agama lama.

Sebaliknya, proses yang terjadi adalah ‘adhesi’, yaitu orang berpindah ke agama baru, tetapi menerapkan ajaran agama secara bertahap atau berangsur-angsur. Karena itu, dalam proses adhesi, terutama di masa awal, terjadi sinkretisme agama. Namun, dalam perkembangannya, karena adanya pembaruan dan pemurnian agama, sinkretisme kian menghilang, sehingga kepercayaan dan praktek Islam semakin mendekat ke ortodoksi Islam.

Untuk melihat kesesuaian Adat Minangkabau dapat diawali dengan mencermati mengapa orang Minangkabau begitu mudah menerima agama Islam. M. Sanusi Latief (1988) menulis beberapa faktor yang memudahkan penyebaran Islam di Minangkabau, yaitu perdagangan, adat Minangkabau, Ajaran Islam yang menghormati adat istiadat, kesesuaian ajaran Islam dengan prinsip adat dan penyiaran Islam secara persuasif.[3] Kelima faktor tersebut akan diuraikan dengan memberikan opini pembanding dari sumber-sumber yang lain.

a.      Perdagangan

Kehadiran pedagang Minangkabau dalam perdagangan antar negara di pantai timur Sumatera membuat mereka bergaul akrab dengan pedagang muslim dari Arab, Persia dan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengenalan islam ke wilayah darek Minangkabau dilakukan oleh para pedagang asal Minangkabau sendiri. Dengan demikian pengenalan Islam dapat dilakukan dengan cara damai dan kekeluargaan dengan aktor islamisasinya adalah pedagang pribumi Minangkabau itu sendiri.

b.      Adat Minangkabau

Saat ajaran Islam di Minangkabau, para penyebar agama Islam hanya menemukan pengaruh adat yang kuat, dan tidak ditemukan rintangan dari penganut agama Budha dan Hindu. Dapat dikatakan bahwa agama masyarakat Minangkabau yang sebenarnya adalah adat mereka sendiri dan dapat diduga bahwa masyarakat Minangkabau bukanlah penganut ajaran Budha dan Hindu yang taat.

c.     Ajaran Islam

Ajaran Islam menghormati adat-istiadat selama tidak melanggar prinsip-prinsip ajaran agama Islam. Hal Ini membuat ajaran Islam akrab dengan adat Minangkabau. Selain itu, ajaran Islam dianggap cocok dengan adat Minangkabau, di antaranya ajaran Islam yang demokratis yang mengajarkan musyawarah dan mufakat, agama Islam tidak mengenal kasta dalam masyarakat serta mengahargai wanita sebagaimana adat Minangkabau menghargai wanita sebagai unsur penting kebudayaan Matrilineal

d.    Penyiaran Islam yang persuasif dan natural

Penyiaran Islam ke masyarakat adat dilakukan secara persuasif melalui aktor dari dalam masyarakat itu sendiri. Selain itu, penyiaran Islam dilaksakan natural, mengikuti alur kehidupan masyarakat Minangkabau itu sendiri.



[1] Contoh karya yang menyebutkan adanya Islam di Minangkabau adalah karya M.D. Mansoer dkk., Loc.cit. HAMKA, Op.cit.

[2] HAMKA, Ayahku, Riwayat Hidup Dr. Abdul Karim Amrullah dan Perjuangan Kaum Agama di Sumatra, ed. ke-4 Jakarta: Umminda, 1982, hlm. 4

[3] M Sanusi Latief, Op.cit., hlm.47-48

No comments: