Muhammad Nasir
Proses Islamisasi di Minangkabau mencakup wilayah Sumatera Barat,
sebagian Riau, Bengkulu, Jambi, sebagian Sumatera Utara, dan sebagian Aceh–
terjadi pada kurun masa yang sangat panjang. Banyak bukti yang menjelaskan
keberadaan ajaran tersebut. Namun mengenai kapan dan dari mana pertama kali
ajaran tersebut masuk, para ahli masih berupaya merekonstruksi peristiwa yang
sifatnya monumental dan waktu pertama kali kedatangannya. Kebanyakan karya
historiografi yang membahas sejarah Islam Minangkabau belum memberikan kerangka
konseptual yang pas tentang proses menjadi Islamnya penduduk Minangkabau.
karena itu perlu pembedaan antara konsep atau istilah “masuknya Islam”, “kedatangan
Islam” dan “Islamisasi”.
Berkenaan dengan soal “masuknya Islam” atau “kedatangan Islam”
sumber sejarah terpenting yang digunakan para penulis sejarah Minangkabau
adalah sumber-sumber China, Persia, dan Arab khususnya.
Jika merujuk sumber-sumber ini, akan ditemukan informasi bahwa kedatangan Islam
di Minangkabau telah terjadi sejak masa awal penyebaran Islam dari Arabia,
tepatnya pada abad 7 dan 8 M. Informasi ini di antaranya dapat dibaca pada
karya penulis asal Minangkabau seperti HAMKA dan MD. Mansoer.[1]
HAMKA sebagai contoh menyebutkan Islam sudah hadir di Minangkabau (Sumatera
Barat) sejak abad ke-7 M. Ia menulis:
Dan dalam suatu
almanak Tiongkok tersebut bahwa pada tahun 674 Masehi sudah didapai satu
kelompok masyarakat Arab di Sumatera Barat. Kalau diingat bahwa Nabi Muhammad
SAW wafat pada 632 Masehi, nyatalah bahwa pada tahun 52 Hijrah, 42 tahun setelah
Nabi wafat orang Arab telah mempunyai perkampungan di Sumatera Barat. Mungkin
kata-kata Pariaman berasal dari pada bahasa Arab "Bari Aman" (tanah
daratan yang aman sentosa).[2]
Sementara, M.D. Mansoer Minangkabau Timur produsen dan penjalur
lada terbesar di Pesisir Barat Selat Sumatera sedjak abad ke-6.
Karena itulah istilah yang lebih tepat digunakan adalah
‘Islamisasi’ yang mengisyaratkan proses perpindahan agama seseorang ke dalam Islam;
atau proses intensifikasi keislaman seseorang atau kelompok Muslim. Dengan
begitu, Islamisasi adalah proses yang terus berlanjut sejak terjadinya konversi
seseorang atau kelompok ke dalam Islam, melintasi waktu dan generasi Muslim
sampai sekarang ini dan terus melangkah ke masa depan.
Tetapi ‘Islamisasi’ di Pagaruyung atau
Dharmasraya atau di Nusantara secara keseluruhan—meminjam teori A.D. Nock—bukan
‘konversi’. Dalam konversi orang berpindah agama secara drastis; memeluk agama
baru dengan meninggalkan sama sekali agama lama.
Sebaliknya, proses yang terjadi adalah
‘adhesi’, yaitu orang berpindah ke agama baru, tetapi menerapkan ajaran agama
secara bertahap atau berangsur-angsur. Karena itu, dalam proses adhesi,
terutama di masa awal, terjadi sinkretisme agama. Namun, dalam perkembangannya,
karena adanya pembaruan dan pemurnian agama, sinkretisme kian menghilang,
sehingga kepercayaan dan praktek Islam semakin mendekat ke ortodoksi Islam.
Untuk melihat kesesuaian Adat Minangkabau dapat diawali
dengan mencermati mengapa orang Minangkabau begitu mudah menerima agama Islam. M. Sanusi Latief (1988) menulis beberapa faktor yang memudahkan
penyebaran Islam di Minangkabau, yaitu perdagangan, adat Minangkabau, Ajaran
Islam yang menghormati adat istiadat, kesesuaian ajaran Islam dengan prinsip
adat dan penyiaran Islam secara persuasif.[3]
Kelima faktor tersebut akan diuraikan dengan memberikan opini pembanding dari
sumber-sumber yang lain.
a.
Perdagangan
Kehadiran pedagang Minangkabau dalam perdagangan antar negara di
pantai timur Sumatera membuat mereka bergaul akrab dengan pedagang muslim dari
Arab, Persia dan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengenalan
islam ke wilayah darek Minangkabau dilakukan oleh para pedagang asal
Minangkabau sendiri. Dengan demikian pengenalan Islam dapat dilakukan dengan
cara damai dan kekeluargaan dengan aktor islamisasinya adalah pedagang pribumi
Minangkabau itu sendiri.
b.
Adat Minangkabau
Saat ajaran Islam di Minangkabau, para penyebar agama Islam hanya
menemukan pengaruh adat yang kuat, dan tidak ditemukan rintangan dari penganut
agama Budha dan Hindu. Dapat dikatakan bahwa agama masyarakat Minangkabau yang
sebenarnya adalah adat mereka sendiri dan dapat diduga bahwa masyarakat
Minangkabau bukanlah penganut ajaran Budha dan Hindu yang taat.
c.
Ajaran Islam
Ajaran Islam menghormati adat-istiadat selama tidak melanggar
prinsip-prinsip ajaran agama Islam. Hal Ini membuat ajaran Islam akrab dengan
adat Minangkabau. Selain itu, ajaran Islam dianggap cocok dengan adat
Minangkabau, di antaranya ajaran Islam yang demokratis yang mengajarkan
musyawarah dan mufakat, agama Islam tidak mengenal kasta dalam masyarakat serta
mengahargai wanita sebagaimana adat Minangkabau menghargai wanita sebagai unsur
penting kebudayaan Matrilineal
d.
Penyiaran Islam yang persuasif dan natural
Penyiaran Islam ke masyarakat adat dilakukan secara persuasif
melalui aktor dari dalam masyarakat itu sendiri. Selain itu, penyiaran Islam
dilaksakan natural, mengikuti alur kehidupan masyarakat Minangkabau itu
sendiri.
No comments:
Post a Comment