19 May 2019

Undang-Undang Adat Minangkabau


Oleh Muhammad Nasir

Gambar: kabarhukum.com
Dalam pengertian Hukum Adat Minang terdapat empat macam undang-undang yang dipedomani di Alam Minangkabau, yaitu:

  •     Undang-Undang Luhak Dan Rantau
  •     Undang-Undang Pembentukan Nagari. 
  •     Undang-Undang Dalam Nagari. 
  •     Undang nan Duopuluah (Pidana Adat).[1]





a.d. 1. Undang-Undang Luhak dan Rantau
Undang-undang ini telah cukup jelas diuraikan dalam pembahasan Alam Minangkabau sebelumnya, yaitu di Alam Minangkabau ini terdapat tiga luhak, yaitu Luhak Tanah Data (Luhak nan Tuo), Luhak Agam (Luhak nan Tangah) dan Luhak Limopuluh Koto (Luhak nan Bunsu). Daerah di luar ke tiga luhak tersebut disebut dengan rantau.
Dari segi kepemimpinan, undang-undang yang berlaku dalam luhak dan rantau ini adalah sebagaimana dalam ungkapan adat:
Adaik lahie sajak daulu
Cupak usali itu namonyo
Luhak dibari ba pangulu
Rantau dibari ba rajo.

a.d. 2. Undang-Undang Nagari
Nagari bapaga undang
Kampuang bapaga jo pusako.
(Nagari berpagar undang-undang
Kampung berpagar dengan pusaka),

Adapun nagari berdasarkan undang-undang nagari terdiri dari:
a.    Taratak
Yaitu suatu tempat atau wilayah yang pertama kaIi ditempati atau dihuni oleh manusia sementara waktu, kemudian berusaha mencari tempat lain yang lebih baik untuk tempat menetap. Setelah mendapatkan tempat yang lebih baik maka taratak ini mereka tinggaIkan, tetapi sewaktu-waktu mereka datang juga ke taratak ini untuk dijadikan tempat berladang, sawah ataupun kolam. Jadi tanda ada harta benda mereka atau keberadaannya di taratak ini masih tetap dipelihara.
b.    Kampung
Ialah tempat kumpulan anggota suku yang terdiri dari beberapa buah paruik. Saparuik artinya bahwa nenek moyang mereka dahulu satu, dari pihak keturunan ibu.
c.     Dusun
Ialah tempat tinggal beberapa orang yang berasal dan beberapa buah paruik dari suku yang berlainan pula. Tempat tinggal masing-masing paruik yang berbeda dengan yang lain diberi tanda pembatas.
Sawah bapambateh
Ladang babintalak
d.    Koto
Yaitu kumpulan dari beberapa dusun yang menjadi satu kesatuan dan dipimpin oleh seorang Datuk atau Penghulu, sebagai Tua Koto. Tiap koto dalam nagari ini telah ada beberapa orang penghulu yang menjadi staf dari Tua Koto. Tiap-tiap koto dalam nagari harus sudah mempunyai Balai Adat dan Mesjid, ada Imam, Bilal, Khatib dan Qadhi
e.    Nagari
Merupakan kumpulan dari heberapa koto. Dalam sebuah koto sekurang-kurangnya sudah ada dua atau tiga suku, tetapi dalam satu nagari harus ada empat suku,yang dipimpin oleh Datuk Ampek Suku (Datuk Keempat Suku). Jumlah suku di nagari ini  boleh lebih, namun tak boleh kurang,
Syarat lain yang tidak kalah pentingnya untuk keberadaan sebuah nagari adalah persyaratan fisik, yaitu:
1)    Basosok bajarami
Nagari harus mempunyai batas-batas wilayah kenagarian yang harus ditentukan melalui rapat musyawarah dengan nagari-nagari yang ada di sekelilingnya melalui rapat di Kerapatan Adat Nagari (KAN) rapat sesama penghulu-penghulu antar nagari. Hal ini berarti nagari harus mempunyai daerah asli atau asal yang akan dijaga dan dilindungi oleh anak kemenakan serta pemangku adat di nagari yang bersangkutan.
Pentingnya batas-batas nagari adalah untuk menentukan keberadaan atau batas ulayat nagari yang satu dengan nagari lainnya.
2)    Balabuah batapian
Artinya bahwa nagari harus mempunyai prasarana jalan lingkungan dan jalan antar nagari sebagai sarana perhubungan dan transportasi untuk komunikasi dengan nagari lainnya. Tepian tempat mandi melambangkan pemikiran nenek moyang orang Minangkabau akan pentingnya sarana air air bersih untuk menjaga kebutuhan anggota masyarakatnya seperti ungkapan adat:
Rancak tapian dek nan mudo
Elok nagari dek pangulu
Elok musajik dek ulama
Eloknyo keluarga dek induaknyo.
3)    Barumah tanggo
Artinya mempunyai rumah tangga untuk tempat tinggal. Yang terpenting adalah Rumah Gadang, atau rumah adat kepunyaan kaum, atau rumah induak bagi keluarga saparuik, sapayuang, salingkuang cupak jo adat.
4)    Bakorong bakampung
Yang dimaksud dengan korong (=jorong) ialah bagian daerah dalam nagari yang ditempati oleh orang-orang yang berlainan suku atau keturunannya atau buah perutnya, mempunyai nenek yang berbeda. Kampung adalah suatu daerah juga dalam nagari, tetapi ditempati oleh orang yang satu suku saja, tetapi berlainan perut, artinya tidak senasab yang terdiri dari beberapa orang penghulu selaku kepala kaumnya, dua atau tiga penghulu andiko yang dipimpin oleh Tuo Kampung.
Namun demikian bakorong bakampung lebih diartikan sebagai pemersatu rasa di antara penduduknya, serasa, seadat, selembaga, seberat seringan, yang merupakan satu kesatuan yang bulat seperti kata pepatah:
5)    Basawah baladang
Artinya mempunyai daerah persawahan dan perladangan, sebagai lambang ekonomi masyarakat untuk kelangsungan hidup penduduknya. Pepatah mengatakan:
Sawah ladang banda buatan
Sawah lah sudah jo lantaknyo
Ladang lah sudah jo ranjinyo
6)    Babalai bamusajik
Artinya mempunyai balai adat tempat bermusyawarah dan mesjid untuk temp at beribadah. Ada yang membagi "Balai" dalam tiga pengertian:
a.       Balai adat (balairung): yaitu tempat bermusyawarah bagi para ninik mamak (penghulu) dalam nagari, guna memperbincangkan persoalan yang bersangkut paut dengan Adat dan Pusaka, masalah anak kemenakan, korong kampung, dan nagari sendiri agar dapat membangun nagari yang lebih maju.
b.      Balai gelanggang: yaitu balai tempat berhimpun rakyat banyak untuk melaksanakan keramaian atau menyaksikan kegiatan pesta rakyat, pencak silat, tari pi ring, randai, dan sebagainya.
c.       Balai pakan (pasar): yakni tempat berjual-beli, tempat rakyat nagari menjual hasil kebun ladang dan persawahannya, sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat, dan membeli segala kebutuhan rumah tangga masyarakat nagari tersebut.
Sedangkan Mesjid untuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT. dan tempat berkumpul untuk membicarakan kebaikan dan kemaslahatan masyarakat nagari tersebut dalam menyikapi perkembangan dan kemajuan masyarakat
7)    Bapandam pakuburan
Artinya mempunyai tanah tempat pusara pekuburan. Adat telah mengetahui dari syarak bahwa segala yang hidup akan mengalami mati, termasuk manusia sendiri. Untuk menjaga agar timbul keteraturan dalam menghadapi persoalan kematian ini, maka dalam undang-undang pembentukan nagari diwajibkan persyaratan fisiknya mempunyai tempat sebagai pandam pekuburan masyarakat nagari.

a.d. 3. Undang-Undang Isi Nagari
Undang-Undang Isi Nagari atau ada yang menulisnya dengan Undang-Undang Dalam Nagari (disebut juga Undang-undang Orang Dalam Nagari) ialah hukum segala penghulu-penghulu untuk memelihara dan mengamankan hidup dan kehidupan anak kemenakan
dan seluruh anggota masyarakat dengan menegakkan kebenaran, keadilan, kejujuran, kemanusiaan serta keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Gurindam adat dalam hal ini berbunyi:
Mancampak sampai ka ulu
Kanailah pantau dek jalo
Digulai jo cubadak
Dirandang jo asam padeh
Sakucua jo bungo ruku-ruku;
Luhak pakai panghulu
Rantau dibari ba rajo
Tagak nan indak tasundak
Malenggang nan indak tapapeh
Baitu caro karajo pangulu.

a.d. 4. Undang-Undang Nan Duopuluah
Undang-undang ini dibagi menjadi dua bahagian, yaitu:
a. Undang-undang Nan Salapan
b. Undang-undang Yang Duobaleh
Adapun Undang-undang Nan Salapan, menyangkut bentuk-bentuk kejahatan, yaitu:
1)      Tikam-Bunuh: Tikam artinya sengaja menusuk orang lain dengan senjata tajam, tetapi tidak sampai meninggal dunia, sedang bunuh menggunakan segala daya upayanya sehingga orang lain tersebut meninggal dunia, bisa menggunakan senjata tajam untuk menusuk ataupun menggunakan alat lain untuk memukul sampai mati.
2)      Upas-Racun: Upas artinya memberi makan orang lain dengan zat tertentu sehingga mengalami kesakitan atau menderita penyakit tertentu, tetapi tidak sampai meninggal, misalnya menderita sakit perut, badannya gatal-gatal dan sebagainya. Sedangkan racun memberi zat racun pada seseorang sehingga orang tersebut seketika itu atau tidak lama kemudian meninggal dunia.
3)      Samun-Sakar: Samun artinya mengambil barang orang lain dengan cara kekerasan di tengah jalan ataupun di tempat sunyi, sehingga barang orang itu dapat dikuasainya baik sebahagian maupun seluruhnya. Sakar berarti dengan sengaja mengambil barang orang lain serta membunuh si pemilik barang atau orang yang membawa barang tersebut.
4)      Siar-Bakar: Siar artinya membakar rumah atau tanaman orang lain dengan api tetapi tidak sampai hangus keseluruhannya, sedangkan Bakar memusnahkan seluruh harta atau rumah atau tanaman orang lain sehingga menjadi musnah seluruhnya.
5)      Maliang-Curi: Maling adalah mengambil barang orang lain yang dilakukan pada malam hari, sedangkan Curi adalah mengambil barang orang lain pada siang hari, untuk dimill.ki sendiri tanpa sepengetahuan si pemilik barang.
6)      Dago-Dagi: Dago adalah perbuatan yang melanggar adat kebiasaan sehari-hari, seperti membuat keributan, sehingga orang lain merasa terganggu. Dagi adalah perbuatan melawan kebijakan dengan cara kekerasan terhadap penghulu atau pihak penguasa atau pemerintah yang sah, sehingga perbuatan tersebut telah melanggar adat yang kawi (kuat) dan syarak (agama).
7)      Umbuak-Umbai: Umbuak yaitu merayu atau menipu seseorang dengan cara yang halus sehingga orang itu tertipu, atau member seseorang dengan barang yang murah sebagai hadiah tetapi ujungnya dia mendapatkan sesuatu yang lebih berharga dari orang itu. Umbai yaitu dengan cara kekerasan memaksa seseorang untuk membeli barang atau benda yang tidak semestinya didapat dengan harga tersebut, mengancam supaya orang tersebut menurut dengan kemauannya.
8)      Sumbang-Salah: Sumbang yaitu tidak meletakkan sesuatu pada tempatnya, mencampur adukkan barang yang baik dengan yang buruk, meletakkan benda yang besar pada tempat yang kecil, dan sebagainya. Salah yaitu melakukan perbuatan yang dengan terang dan jelas telah dilarang, baik dilarang hukum agama maupun hukum adat.

Sedangkan Undang-undang Nan Duobaleh, dibagi menjadi dua bagian, yaitu 6 (enam) pertama yang menyangkut pembuktian kesalahan, dan 6 (enam) kedua menyangkut pendakwaan atau tuduhan, yang diuraikan sebagai berikut:
Enam pertama menyangkut pembuktian kesalahan, yaitu:
1)      Bajajak bak bakiak, basuriah bak sipasin: Bakiak adalah sejenis burung berkek (Capella gallinago), dan Sipasin adalah sebangsa lipas tetapi tidak bersayap dengan bentuk badan yang agak pipih dan bundar, banyak hidup di sawah-sawah dan air dangkal, jika sipasin berjalan akan meninggalkan jejak di lumpur yang dilaluinya.  Maksudnya ialah bahwa tanda-tanda dari sipenjahat itu telah diketahui, misalnya sandal, sepatunya, kainnya yang tertinggal di tempat kejadian. Jika tanda-tandanya jni telah diketahui maka si tersangka telah dapat dituduh atau didakwa telah melakukan perbuatan yang tidak baik tersebut.
2)      Bajalan bagageh-gageh, pulang-pai basah-basah (berjalan begegas, pulang pergi basah/kuyup): Memang akan menjadi kecurigaan pada seseorang yang di tengah malam di waktu orang lain istirahat dia berjalan bergegas-gegas dan mengendap-endap, apalagi berbasah-basah dengan pakaian yang dipakainya. Apabila pada keesokan harinya diketahui bahwa seseorang telah kehilangan barang atau kolamnya telah terkuras habis dicuri orang, maka orang yang berjalan bergegas malam tadi dan berbasah- basah dapat diduga sebagai pelaku pencurian ikan di kolam tadi.
3)      Manjua bamurah-murah: Semua orang pasti tidak mau merugi. Orang akan selalu mencari laba atau memperoleh keuntungan dari barang dagangannya. Apabila seseorang menjual jauh di bawah harga normal, maka dapat diduga dia telah melakukan penjualan atas barang yang mungkin berasal dari hasil pencurian, atau hasil penyelundupan. Di samping itu telah ada pengaduan kepada pihak yang berwajib bahwa di tempat lain telah terjadi pencurian dan barang-barang yang hilang termasuk di antaranya barang yang dijual murah oleh si penjual tadi. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa orang itu telah melakukan pencurian di tempat lain tersebut.
4)      Dibao pikek dibao langau: Pikek adalah sejenis lalat juga tetapi lebih besar dari langau (lalat) biasa. Lalat tersebut suka hinggap di tempat yang busuk, dan membawa bau yang tidak sedap apabila hinggap dan melintas di depan kita. Artinya perbuatan busuk kalau tidak ada tentu tidak akan berbaun. Dalam hal ini pepatah adat mengatakan:
Bak cando manungkuih bangkai
Lamo lambek tabaun juo
Jikok indak ado angin
Indak dahan ka bakucak
Jadi berdasarkan kabar berita yang didengar itu maka seseorang telah dapat dicurigai melakukan perbuatan yang tercela, tetapi tuduhan belum bisa dijatuhkan karena belum ada barang bukti yang menguatkan tuduhan itu.
5)      Tabayang–tatabua (condong mato rang banyak): Seseorang yang telah melakukan kejahatan tertentu berulang kali, sehingga dianggap telah mahir, misalnya spesialis maling ayam.  Artinya perangai orang itu telah diketahui secara umum oleh masyarakat. Apabila dilihat orang dia menjual ayam, sedangkan diketahui bahwa dia tidak pernah memelihara ayam, maka dapat diduga atau disangka dia telah melakukan pencurian dan menjual ayam tersebut, dengan kata lain ayam tersebut adaIah ayam hasil curiannya.
6)      Anggang lalu atah jatuah, anak rajo ditimpanyo: Anggang di sini bukanlah burung enggang, tetapi alat (kisaian) yang digunakan untuk memisahkan atah (padi) dengan beras. Artinya seseorang berada di tempat yang salah. Apabila di tempat tersebut telah terjadi kemalingan, dan kebetulan dia malam itu lewat seorang diri di tempat kejadian, maka dia dicurigai sebagai pelaku pencurian tersebut.

Sedangkan 6 (enam) kedua dari Undang-undang ini menyangkut pendakwaan atau tuduhan, yaitu:
1)      Taikek takabek: Pengertian pertama bahwa si penjahat itu dapat ditangkap oleh rakyat, sehingga dapat diikat dan ditahan. Pengertian kedua, penjahat tersebut belum tertangkap tetapi telah diketahui ciri-ciri dan identitasnya, meninggalkan tanda-tanda yang jelas bagi orang yang melihatnya.
2)      Tacancang tarateh: Maksudnya ialah bahwa dalam usaha melarikan diri, si penjahat telah berkelahi dengan orang yang mengejarnya, bajunya yang robek ataupun badannya yang luka karena perkelahian itu dapat dijadikan bahan bukti bahwa dia lah yang telah melakukan pencurian/kejahatan tersebut.
3)      Taralah takaja: Maksudnya seorang yang mencoba melarikan diri, walau telah dikejar oleh orang banyak tetapi tidak bisa ditangkap, tetapi rakyat banyak telah mengetahui bahwa dia lah yang telah melakukan perbuatan tersebut. Apabila di kemudian hari si pelaku dijumpai lagi walau barang bukti tidak ada padanya maka orang tersebut masih bisa didakwa telah melakukan keJahatan tersebut.
4)      Tambang ciak: Maksudnya ialah barang yang hilang ditemukan pada penadah (ciak). Walau dia tidak melakukan pencurian tetapi si pencuri setelah dipertemukan dengannya dan mengakui barang-barang  tersebut memang dijual kepadanya, maka yang terlibat dalam pencurian tersebut adalah si pencuri sendiri ditambah si penadah.
5)      Putuih tali: Artinya apabila barang yang hilang ditemukan pada seseorang, dan mengaku bahwa barang tersebut dibelinya pada orang lain. Tetapi dia tidak dapat membuktikan siapa orang yang menjualnya, kapan, di mana, berapa harganya, maka dia dapat dituduh sebagai pelaku pencurian itu sendiri.
6)      Tatangkok tangan: Artinya pelaku kejahatan kepergok sedang melakukan kejahatan itu, dan dia dapat ditangkap pada saat itu juga atau beberapa saat kemudian.



[1] Disarikan dari Buku Ir. Edison .M.S. SH. M.Kn & Nasrun Dt. MaraJo Sungut Tambo Minangkabau:Budaya dan Hukum Adat di Minangkabau, Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2010

No comments: