Oleh Muhammad Nasir
Gambar: kabarhukum.com |
Dalam
pengertian Hukum Adat Minang terdapat empat macam undang-undang yang dipedomani
di Alam Minangkabau, yaitu:
- Undang-Undang Luhak Dan Rantau
- Undang-Undang Pembentukan Nagari.
- Undang-Undang Dalam Nagari.
- Undang nan Duopuluah (Pidana Adat).[1]
a.d. 1. Undang-Undang Luhak
dan Rantau
Undang-undang ini telah cukup jelas diuraikan dalam
pembahasan Alam Minangkabau sebelumnya, yaitu di Alam Minangkabau ini terdapat
tiga luhak, yaitu Luhak Tanah Data (Luhak nan Tuo), Luhak Agam (Luhak nan
Tangah) dan Luhak Limopuluh Koto (Luhak nan Bunsu). Daerah di luar ke tiga
luhak tersebut disebut dengan rantau.
Dari segi kepemimpinan, undang-undang yang berlaku dalam
luhak dan rantau ini adalah sebagaimana dalam ungkapan adat:
Adaik
lahie sajak daulu
Cupak
usali itu namonyo
Luhak
dibari ba pangulu
Rantau
dibari ba rajo.
a.d.
2. Undang-Undang Nagari
Nagari
bapaga undang
Kampuang
bapaga jo pusako.
(Nagari
berpagar undang-undang
Kampung
berpagar dengan pusaka),
Adapun nagari berdasarkan undang-undang nagari terdiri
dari:
a.
Taratak
Yaitu
suatu tempat atau wilayah yang pertama kaIi ditempati atau dihuni oleh manusia
sementara waktu, kemudian berusaha mencari tempat lain yang lebih baik untuk
tempat menetap. Setelah mendapatkan tempat yang lebih baik maka taratak ini
mereka tinggaIkan, tetapi sewaktu-waktu mereka datang juga ke taratak ini untuk
dijadikan tempat berladang, sawah ataupun kolam. Jadi tanda ada harta benda
mereka atau keberadaannya di taratak ini masih tetap dipelihara.
b.
Kampung
Ialah
tempat kumpulan anggota suku yang terdiri dari beberapa buah paruik. Saparuik
artinya bahwa nenek moyang mereka dahulu satu, dari pihak keturunan ibu.
c.
Dusun
Ialah
tempat tinggal beberapa orang yang berasal dan beberapa buah paruik dari suku
yang berlainan pula. Tempat tinggal masing-masing paruik yang berbeda dengan
yang lain diberi tanda pembatas.
Sawah
bapambateh
Ladang
babintalak
d.
Koto
Yaitu
kumpulan dari beberapa dusun yang menjadi satu kesatuan dan dipimpin oleh
seorang Datuk atau Penghulu, sebagai Tua Koto. Tiap koto dalam nagari ini telah
ada beberapa orang penghulu yang menjadi staf dari Tua Koto. Tiap-tiap koto
dalam nagari harus sudah mempunyai Balai Adat dan Mesjid, ada Imam, Bilal,
Khatib dan Qadhi
e.
Nagari
Merupakan
kumpulan dari heberapa koto. Dalam sebuah koto sekurang-kurangnya sudah ada dua
atau tiga suku, tetapi dalam satu nagari harus ada empat suku,yang dipimpin
oleh Datuk Ampek Suku (Datuk Keempat Suku). Jumlah suku di nagari ini boleh lebih, namun tak boleh kurang,
Syarat
lain yang tidak kalah pentingnya untuk keberadaan sebuah nagari adalah
persyaratan fisik, yaitu:
1)
Basosok bajarami
Nagari
harus mempunyai batas-batas wilayah kenagarian yang harus ditentukan melalui
rapat musyawarah dengan nagari-nagari yang ada di sekelilingnya melalui rapat
di Kerapatan Adat Nagari (KAN) rapat sesama penghulu-penghulu antar nagari. Hal
ini berarti nagari harus mempunyai daerah asli atau asal yang akan dijaga dan
dilindungi oleh anak kemenakan serta pemangku adat di nagari yang bersangkutan.
Pentingnya
batas-batas nagari adalah untuk menentukan keberadaan atau batas ulayat nagari
yang satu dengan nagari lainnya.
2)
Balabuah batapian
Artinya
bahwa nagari harus mempunyai prasarana jalan lingkungan dan jalan antar nagari
sebagai sarana perhubungan dan transportasi untuk komunikasi dengan nagari
lainnya. Tepian tempat mandi melambangkan pemikiran nenek moyang orang Minangkabau
akan pentingnya sarana air air bersih untuk menjaga kebutuhan anggota
masyarakatnya seperti ungkapan adat:
Rancak
tapian dek nan mudo
Elok
nagari dek pangulu
Elok
musajik dek ulama
Eloknyo
keluarga dek induaknyo.
3)
Barumah tanggo
Artinya
mempunyai rumah tangga untuk tempat tinggal. Yang terpenting adalah Rumah
Gadang, atau rumah adat kepunyaan kaum, atau rumah induak bagi keluarga saparuik,
sapayuang, salingkuang cupak jo adat.
4)
Bakorong bakampung
Yang
dimaksud dengan korong (=jorong) ialah bagian daerah dalam nagari yang
ditempati oleh orang-orang yang berlainan suku atau keturunannya atau buah
perutnya, mempunyai nenek yang berbeda. Kampung adalah suatu daerah juga dalam
nagari, tetapi ditempati oleh orang yang satu suku saja, tetapi berlainan
perut, artinya tidak senasab yang terdiri dari beberapa orang penghulu selaku kepala
kaumnya, dua atau tiga penghulu andiko yang dipimpin oleh Tuo Kampung.
Namun
demikian bakorong bakampung lebih diartikan sebagai pemersatu rasa di antara
penduduknya, serasa, seadat, selembaga, seberat seringan, yang merupakan satu
kesatuan yang bulat seperti kata pepatah:
5)
Basawah baladang
Artinya
mempunyai daerah persawahan dan perladangan, sebagai lambang ekonomi masyarakat
untuk kelangsungan hidup penduduknya. Pepatah mengatakan:
Sawah
ladang banda buatan
Sawah
lah sudah jo lantaknyo
Ladang
lah sudah jo ranjinyo
6)
Babalai bamusajik
Artinya
mempunyai balai adat tempat bermusyawarah dan mesjid untuk temp at beribadah.
Ada yang membagi "Balai" dalam tiga pengertian:
a.
Balai adat (balairung):
yaitu tempat bermusyawarah bagi para ninik mamak (penghulu) dalam nagari, guna
memperbincangkan persoalan yang bersangkut paut dengan Adat dan Pusaka, masalah
anak kemenakan, korong kampung, dan nagari sendiri agar dapat membangun nagari
yang lebih maju.
b.
Balai gelanggang: yaitu balai
tempat berhimpun rakyat banyak untuk melaksanakan keramaian atau menyaksikan
kegiatan pesta rakyat, pencak silat, tari pi ring, randai, dan sebagainya.
c.
Balai pakan (pasar): yakni
tempat berjual-beli, tempat rakyat nagari menjual hasil kebun ladang dan
persawahannya, sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat, dan membeli segala kebutuhan
rumah tangga masyarakat nagari tersebut.
Sedangkan Mesjid untuk menjalankan
ibadah kepada Allah SWT. dan tempat berkumpul untuk membicarakan kebaikan dan kemaslahatan
masyarakat nagari tersebut dalam menyikapi perkembangan dan kemajuan masyarakat
7)
Bapandam pakuburan
Artinya
mempunyai tanah tempat pusara pekuburan. Adat telah mengetahui dari syarak
bahwa segala yang hidup akan mengalami mati, termasuk manusia sendiri. Untuk
menjaga agar timbul keteraturan dalam menghadapi persoalan kematian ini, maka
dalam undang-undang pembentukan nagari diwajibkan persyaratan fisiknya
mempunyai tempat sebagai pandam pekuburan masyarakat nagari.
a.d.
3. Undang-Undang Isi Nagari
Undang-Undang
Isi Nagari atau ada yang menulisnya dengan Undang-Undang Dalam Nagari (disebut
juga Undang-undang Orang Dalam Nagari) ialah hukum segala penghulu-penghulu
untuk memelihara dan mengamankan hidup dan kehidupan anak kemenakan
dan
seluruh anggota masyarakat dengan menegakkan kebenaran, keadilan, kejujuran,
kemanusiaan serta keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Gurindam
adat dalam hal ini berbunyi:
Mancampak
sampai ka ulu
Kanailah
pantau dek jalo
Digulai
jo cubadak
Dirandang
jo asam padeh
Sakucua
jo bungo ruku-ruku;
Luhak
pakai panghulu
Rantau
dibari ba rajo
Tagak
nan indak tasundak
Malenggang
nan indak tapapeh
Baitu
caro karajo pangulu.
a.d.
4. Undang-Undang Nan Duopuluah
Undang-undang
ini dibagi menjadi dua bahagian, yaitu:
a.
Undang-undang Nan Salapan
b.
Undang-undang Yang Duobaleh
Adapun
Undang-undang Nan Salapan, menyangkut bentuk-bentuk kejahatan, yaitu:
1)
Tikam-Bunuh: Tikam artinya
sengaja menusuk orang lain dengan senjata tajam, tetapi tidak sampai meninggal
dunia, sedang bunuh menggunakan segala daya upayanya sehingga orang lain
tersebut meninggal dunia, bisa menggunakan senjata tajam untuk menusuk ataupun
menggunakan alat lain untuk memukul sampai mati.
2)
Upas-Racun: Upas artinya
memberi makan orang lain dengan zat tertentu sehingga mengalami kesakitan atau
menderita penyakit tertentu, tetapi tidak sampai meninggal, misalnya menderita
sakit perut, badannya gatal-gatal dan sebagainya. Sedangkan racun memberi zat
racun pada seseorang sehingga orang tersebut seketika itu atau tidak lama
kemudian meninggal dunia.
3)
Samun-Sakar: Samun artinya
mengambil barang orang lain dengan cara kekerasan di tengah jalan ataupun di
tempat sunyi, sehingga barang orang itu dapat dikuasainya baik sebahagian
maupun seluruhnya. Sakar berarti dengan sengaja mengambil barang orang lain
serta membunuh si pemilik barang atau orang yang membawa barang tersebut.
4)
Siar-Bakar: Siar artinya
membakar rumah atau tanaman orang lain dengan api tetapi tidak sampai hangus
keseluruhannya, sedangkan Bakar memusnahkan seluruh harta atau rumah atau
tanaman orang lain sehingga menjadi musnah seluruhnya.
5)
Maliang-Curi: Maling adalah
mengambil barang orang lain yang dilakukan pada malam hari, sedangkan Curi
adalah mengambil barang orang lain pada siang hari, untuk dimill.ki sendiri
tanpa sepengetahuan si pemilik barang.
6)
Dago-Dagi: Dago adalah
perbuatan yang melanggar adat kebiasaan sehari-hari, seperti membuat keributan,
sehingga orang lain merasa terganggu. Dagi adalah perbuatan melawan kebijakan
dengan cara kekerasan terhadap penghulu atau pihak penguasa atau pemerintah
yang sah, sehingga perbuatan tersebut telah melanggar adat yang kawi (kuat) dan
syarak (agama).
7)
Umbuak-Umbai: Umbuak yaitu
merayu atau menipu seseorang dengan cara yang halus sehingga orang itu tertipu,
atau member seseorang dengan barang yang murah sebagai hadiah tetapi ujungnya
dia mendapatkan sesuatu yang lebih berharga dari orang itu. Umbai yaitu dengan
cara kekerasan memaksa seseorang untuk membeli barang atau benda yang tidak
semestinya didapat dengan harga tersebut, mengancam supaya orang tersebut
menurut dengan kemauannya.
8)
Sumbang-Salah: Sumbang
yaitu tidak meletakkan sesuatu pada tempatnya, mencampur adukkan barang yang
baik dengan yang buruk, meletakkan benda yang besar pada tempat yang kecil, dan
sebagainya. Salah yaitu melakukan perbuatan yang dengan terang dan jelas telah
dilarang, baik dilarang hukum agama maupun hukum adat.
Sedangkan
Undang-undang Nan Duobaleh, dibagi menjadi dua bagian, yaitu 6 (enam) pertama
yang menyangkut pembuktian kesalahan, dan 6 (enam) kedua menyangkut pendakwaan
atau tuduhan, yang diuraikan sebagai berikut:
Enam
pertama menyangkut pembuktian kesalahan, yaitu:
1)
Bajajak bak bakiak,
basuriah bak sipasin: Bakiak adalah sejenis burung berkek (Capella
gallinago), dan Sipasin adalah sebangsa lipas tetapi tidak bersayap dengan
bentuk badan yang agak pipih dan bundar, banyak hidup di sawah-sawah dan air
dangkal, jika sipasin berjalan akan meninggalkan jejak di lumpur yang
dilaluinya. Maksudnya ialah bahwa
tanda-tanda dari sipenjahat itu telah diketahui, misalnya sandal, sepatunya,
kainnya yang tertinggal di tempat kejadian. Jika tanda-tandanya jni telah
diketahui maka si tersangka telah dapat dituduh atau didakwa telah melakukan
perbuatan yang tidak baik tersebut.
2)
Bajalan bagageh-gageh,
pulang-pai basah-basah (berjalan begegas, pulang pergi basah/kuyup): Memang
akan menjadi kecurigaan pada seseorang yang di tengah malam di waktu orang lain
istirahat dia berjalan bergegas-gegas dan mengendap-endap, apalagi
berbasah-basah dengan pakaian yang dipakainya. Apabila pada keesokan harinya
diketahui bahwa seseorang telah kehilangan barang atau kolamnya telah terkuras
habis dicuri orang, maka orang yang berjalan bergegas malam tadi dan berbasah-
basah dapat diduga sebagai pelaku pencurian ikan di kolam tadi.
3)
Manjua bamurah-murah:
Semua orang pasti tidak mau merugi. Orang akan selalu mencari laba atau
memperoleh keuntungan dari barang dagangannya. Apabila seseorang menjual jauh di
bawah harga normal, maka dapat diduga dia telah melakukan penjualan atas barang
yang mungkin berasal dari hasil pencurian, atau hasil penyelundupan. Di samping
itu telah ada pengaduan kepada pihak yang berwajib bahwa di tempat lain telah
terjadi pencurian dan barang-barang yang hilang termasuk di antaranya barang
yang dijual murah oleh si penjual tadi. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa
orang itu telah melakukan pencurian di tempat lain tersebut.
4)
Dibao pikek dibao langau:
Pikek adalah sejenis lalat juga tetapi lebih besar dari langau (lalat) biasa.
Lalat tersebut suka hinggap di tempat yang busuk, dan membawa bau yang tidak sedap
apabila hinggap dan melintas di depan kita. Artinya perbuatan busuk kalau tidak
ada tentu tidak akan berbaun. Dalam hal ini pepatah adat mengatakan:
Bak cando manungkuih bangkai
Lamo lambek tabaun juo
Jikok indak ado angin
Indak dahan ka bakucak
Jadi berdasarkan kabar berita yang
didengar itu maka seseorang telah dapat dicurigai melakukan perbuatan yang
tercela, tetapi tuduhan belum bisa dijatuhkan karena belum ada barang bukti yang
menguatkan tuduhan itu.
5)
Tabayang–tatabua (condong
mato rang banyak): Seseorang yang telah melakukan kejahatan tertentu
berulang kali, sehingga dianggap telah mahir, misalnya spesialis maling ayam. Artinya perangai orang itu telah diketahui
secara umum oleh masyarakat. Apabila dilihat orang dia menjual ayam, sedangkan diketahui
bahwa dia tidak pernah memelihara ayam, maka dapat diduga atau disangka dia
telah melakukan pencurian dan menjual ayam tersebut, dengan kata lain ayam
tersebut adaIah ayam hasil curiannya.
6)
Anggang lalu atah jatuah,
anak rajo ditimpanyo: Anggang di sini bukanlah burung enggang, tetapi alat
(kisaian) yang digunakan untuk memisahkan atah (padi) dengan beras. Artinya
seseorang berada di tempat yang salah. Apabila di tempat tersebut telah terjadi
kemalingan, dan kebetulan dia malam itu lewat seorang diri di tempat kejadian,
maka dia dicurigai sebagai pelaku pencurian tersebut.
Sedangkan
6 (enam) kedua dari Undang-undang ini menyangkut pendakwaan atau tuduhan,
yaitu:
1)
Taikek takabek: Pengertian
pertama bahwa si penjahat itu dapat ditangkap oleh rakyat, sehingga dapat
diikat dan ditahan. Pengertian kedua, penjahat tersebut belum tertangkap tetapi
telah diketahui ciri-ciri dan identitasnya, meninggalkan tanda-tanda yang jelas
bagi orang yang melihatnya.
2)
Tacancang tarateh:
Maksudnya ialah bahwa dalam usaha melarikan diri, si penjahat telah berkelahi
dengan orang yang mengejarnya, bajunya yang robek ataupun badannya yang luka karena
perkelahian itu dapat dijadikan bahan bukti bahwa dia lah yang telah melakukan
pencurian/kejahatan tersebut.
3)
Taralah takaja:
Maksudnya seorang yang mencoba melarikan diri, walau telah dikejar oleh orang
banyak tetapi tidak bisa ditangkap, tetapi rakyat banyak telah mengetahui bahwa
dia lah yang telah melakukan perbuatan tersebut. Apabila di kemudian hari si
pelaku dijumpai lagi walau barang bukti tidak ada padanya maka orang tersebut
masih bisa didakwa telah melakukan keJahatan tersebut.
4)
Tambang ciak: Maksudnya
ialah barang yang hilang ditemukan pada penadah (ciak). Walau dia tidak
melakukan pencurian tetapi si pencuri setelah dipertemukan dengannya dan mengakui
barang-barang tersebut memang dijual
kepadanya, maka yang terlibat dalam pencurian tersebut adalah si pencuri
sendiri ditambah si penadah.
5)
Putuih tali: Artinya
apabila barang yang hilang ditemukan pada seseorang, dan mengaku bahwa barang
tersebut dibelinya pada orang lain. Tetapi dia tidak dapat membuktikan siapa
orang yang menjualnya, kapan, di mana, berapa harganya, maka dia dapat dituduh
sebagai pelaku pencurian itu sendiri.
6)
Tatangkok tangan:
Artinya pelaku kejahatan kepergok sedang melakukan kejahatan itu, dan dia dapat
ditangkap pada saat itu juga atau beberapa saat kemudian.
[1] Disarikan dari Buku Ir. Edison .M.S. SH. M.Kn & Nasrun Dt. MaraJo Sungut Tambo Minangkabau:Budaya
dan Hukum Adat di Minangkabau, Bukittinggi: Kristal Multimedia, 2010
No comments:
Post a Comment