01 June 2020

GERAKAN WAHABI DI INDONESIA


GERAKAN WAHABI DI INDONESIA
Oleh HAMKA[1]

Seketika terjadi Pemilihan Umum, orang telah menyebut-nyebut kembali yang baru lalu, untuk alat kampanye, nama "Wahabi". Ada yang mengatakan bahwa Masyumi itu adalah Wahabi, sebab itu jangan pilih orang Masyumi.

Pihak Komunis pernah turut-turut pula menyebut-nyebut Wahabi dan mengatakan bahwa Wahabi itu dahulu telah datang ke Sumatera. Dan orang-orang Sumatera yang memperjuangkan Islam di tanah Jawa ini adalah dari keturunan kaum Wahabi.

Memang sejak abad kedelapan belas, sejak gerakan Wahabi timbul di pusat tanah Arab, nama Wahabi itu telah menggegerkan dunia. Kerajaan Turki yang sedang sangat berkuasa, takut kepada Wahabi.

Karena Wahabi adalah permulaan kebangkitan bangsa Arab, sesudah jatuh pamornya, karena serangan bangsa Mongol dan Tartar ke Baghdad. Dan Wahabi pun ditakuti oleh bangsa-bangsa penjajah, karena apabila dia masuk ke suatu negeri, dia akan mengembangkan mata penduduknya menentang penjajahan. Sebab faham Wahabi salah meneguhkan kembali ajaran Tauhid yang murni, menghapuskan segala sesuatu yang akan nembawa kepada syirik.

Sebab itu timbullah perasaan tidak ada tempat takut melainkan Allah. Wahabi adalah menentang keras kepada Jumud, yaitu memahamkan agama dengan membeku. Orang harus kembali kepada Al Qur‘an dan Al Hadits.



Ajaran ini telah timbul bersamaan dengan timbulnya kebangkitan Revolusi Prancis di Eropa. Pada  masa itu juga "infiltrasi" darı gerakan ini telah masuk ke tanah Jawa Pada tahun 1788 di zaman pemerintahan Paku Buwono IV, yang lebih terkenal dengan gelaran "Sunan Bagus", beberapa orang penganut faham Wahabi telah datang ke tanah Jawa dan menyiarkan ajarannya di negeri ini. Bukan saja mereka ini masuk ke Solo dan Yogya, tetapi merekapun meneniskan juga penyiaran fahanya di Cirebon. Bantam dan Madura. Mereka mendapat sambutan baik, sebab terang anti penjajahan

Sunan Bagus sendiripun tertarik dengan ajaran kaum Wahabi. Pemerintah Belanda mendesak agar orang-orang Wahabi itu diserahkan kepadanya. Pemerintah Belanda cukup tahu, apakah akibatnya bagi penjajahannya, jika faham Wahabi ini dikenal oleh rakyat

Padahal ketika itu perjuangan memperkokoh penjajahan belum lagi selesai. Mulanya Sunan tidak mau menyerahkan mereka. Tetapi mengingat akibat-akibatnya bagi Kerajaan-kerajaan Jawa, maka ahli-ahli kerajaan memberi advis kepada Sunan, supaya orang-orang Wahabi itu diserahkan saja kepada Pemerintah Belanda. Lantaran desakan itu, maka merekapun ditangkapi dan diserahkan kepada Belanda. Oleh Belanda orang-orang itupun diusir kembali ke tanah Arab.

Tetapi di tahun 1801, artinya 12 tabun di belakang, kaum Wahabi datang lagi. Sekarang bukan lagi orang Arab, melainkan anak Indonesia sendiri, yaitu anak Minangkabau. Haji Miskin Pandai Sikat (Agam) Haji Abdurrahman Piabang (Lubuk Limapuluh Koto), dan Haji Mohammad Haris Tuanku Lintau (Luhak Tanah Datar).

Mereka menyiarkan ajaran itu di Luhak Agam (Bukittinggi) dan banyak beroleh murid dan pengikut. Di antara murid mereka ialah Tuanku Nan Renceh Kamang Tuanku Samik Empat Angkat. Akhirmya gerakan mereka itu meluas dan melebar, sehingga terbentuklah "Kaum Paderi" yang terkenal. Di antara mereka ialah Tuanku Imam Bonjol. Maka terjadilah "Perang Paderi" yang terkenal itu. Tigapuluh tujuh talun lamanya mereka nelawan penjajahan Belanda

Bilamana di dalam abad kedelapan belas dan sembilan belas gerakan Wahabi dapat dipatahkan, pertama orang-orang Wahabi dapat diusır dari Jawa, kedua dapat dikalahkan dengan kekuatan senjata, namun di awal abad keduapuluh mereka muncul lagi!

Di Minangkabau timbullah gerakan yang dinamai "Kaum Muda". Di Jawa datanglah KHA. Dahlan dan Syckh Ahmad Soorkati. KHA. Dahlan mendirikan "Muhammadiyah". Syekh Ahmad Soorkati dapat membangun semangat baru dalam kalangan orang-orang Arab. Ketika dia mulai datang, orang Arab belum pecah menjadi dua, yaitu Ar Rabithah Alawiyah dan AI Irsyad. Bahkan yang mendatangkan Syekh itu ke mari adalah dari kalangan yang kemudiannya membentuk Ar Rabithah Adawiyah

Musuhnya dalam kalangan Islam sendiri, pertama talah Kerajaan Turki Kedua Kerajaan Syarif di Mekkah ketiga Kerajaan Mesir. Ulama-ulama pengambil muka mengarang buku-buku buat "mengkafirkan" Wahabi Bahkan ada di kalangan Ulama ini yang sampai hati mengarang buku mengatakan balıwa Muhammad bin Abdil Wahab pendiri faham ini adalah keturunan Musailamah AI Kazab!

Pembangun Wahabi pada umumnya adalah bermazhab Hambali, tetapi faham itu juga dianut oleh pengikut Mazhab Syafi'i, sebagai kaum Wahabi Minangkabau. Dan juga penganut Mazhab Hanafi, sebagai kaum Wahabi dı India.

Sekarang "Wahabi" dijadikan alat kembali oleh beberapa golongan tertentu untuk menekan semangat Kesadaran Islam yang bukan surut ke belakang di Indonesia ini, melainkan kian maju dan  tersiar. Kebanyakan orang Islam yang tidak tahu di waktu ini, yang dibenci bukan lagi pelajaran Wahabi melainkan nama Wahabi. Ir Dr Sukarno dalam "Surat-surat dan Endeh”nya kelihatan bahwa fahamnya dalam Agama Islam adalah banyak mengandung anasir Wahabi.

Kaum Komunis Indonesia telah mencoba menimbulkan sentimen Ummat Islam dengan membangkit-bangkit nama Wahabi. Padahal seketika terdengar kemenangan gilang-gemilang yang dicapai oleh Raja Wahabi Ibnu Saud, yang dapat mengusir kekuasaan keluarga Syarif dari Mekkah. Ummat Islam mengadakan Kongres Besar di Surabaya dan mengetok kawat mengucapkan selamat atas kemenangan itu (1925). Sampai mengutus dua orang pemimpin Islam dari Jawa ke Mekkah, yaitu HO.S. Cokroaminoto dan KH. MAS Mansur. Dan Haji Agus Salim datang lagi ke Mekkah tahun 1927.

Karena tahun 1925 dan tahun 1926 itu belum lama, baru lima puluh tahun lebih saja, maka masih banyak orang yang dapat mengenangkan bagaimana pula hebatnya reaksi pada waktu itu, baik dari pemerintah penjajahan, walau dari Ummat Islam sendiri yang ikut benci kepada Wahabi, karena hebatnya propaganda Kerajaan Turki dan Ulama-ulama pengikut Syarif.

Sekarang Pemilihan Umum yang pertama sudah selesai. Mungkin menyebut-nyebut "Wahabi" dan membusuk-busukkannya ini akan dısimpan dahulu untuk Pemilihan Umum yang akan datang. Dan mungkin juga propaganda ini masuk ke dalam hati orang sehingga gambar-gambar "Figur Nasional", sebagai Tuanku Imam Bonjol dan K.H.A Dahlan diturunkan dari dinding. Dan mungkin perkumpulan-perkumpulan yang menang nyata kemasukan faham Wahabi sebagai Muhammadiyah, Al Irsyad, Persis dan lain-lain diminta supaya dıbubarkan saja.

Kepada orang orang yang membangkit-bangkit bahwa pemuka-pemuka Islam dari Sumatera yang datang memperjuangkan Islam di tanah Jawa ini adalah penganut atau ketununan kaum Wahabi, kepada mereka orang-orang dari Sumatera itu mengucapkan banyak-banyak terima kasih! Sebab kepada mereka telah diberikan kehormatan yang begitu besar!

Sungguhpun demikian, faham Wahabi bukanlah faham yang dipaksakan oleh Muslimin baik mereka Wahabi atau tidak. Dan masıh banyak yang tidak mengamut faham inu dalam kalangan Masyumi. Tetapi pokok perjuangan Islam, yakni hanya takut semata-mata kepada Allah dan anti kepada segala macam penjajahan, termasuk Komunis adalah anutan dan mereka bersama!





[1] Disalin dari Buku Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982

No comments: