03 June 2020

Prof. Dr. Saifullah SA., M.A. dan Historiografi Angkatan ’66 di Sumatera Barat


Prof. Dr. Saifullah SA., M.A. dan Historiografi Angkatan ’66
di Sumatera Barat
Oleh Muhammad Nasir


1| Poros Angkatan ’66 di IAIN Imam Bonjol Padang

Di Sumatera Barat Prof Saifullah dikenal karena rekam jejaknya sebagai aktivis. Pada 1998 konsolidasi aktivis mahasiswa tidak lepas dari patron senioritas di kampus. Utamanya senior yang dosen. Maka di IAIN Imam Bonjol Padang ada Prof Saifullah. Pembicaraan tentang dirinya tidak lepas dari track record-nya sebagai eksponen Angkatan ’66.

Berbeda dengan di IKIP Padang/UNP yang merupakan kombinasi aktivis eksponen ’66 dengan dosen akademisi cum aktivis yang merupakan generasi setelahnya. Misalnya Prof Mestika Zed. Di Unand begitu juga, kombinasi eksponen ’66 plus akademisi yang aktifis. Misalnya Dr. Ranny Emilia. Tanpa mengecilkan arti tokoh di kampus yang lain, setidaknya aktivis di ketiga kampus ini terkonsolidasi secara ideologis dengan ikatan eksponen angkatan ’66 plus keluarga besar Bulan Bintang (baca eks Masyumi dan organisasi satelitnya).

Kehadirannya memberi energi positif dan kekuatan moral dan mental bagi aktivis mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang kala itu. Apalagi ditunjang dengan kesediaannya berorasi dalam beberapa aksi mahasiswa. Suaranya yang lantang dengan retorika yang bagus, ikut memberikan bobot dalam aksi tersebut.



2| Mentor para Aktivis

Prof Saifullah adalah mentor aktivis mahasiswa. Ia tak pernah ikut campur, mendikte dan mengintervensi aktivis, dalam arti tak mau memaksakan idenya. Kekuatan mentoringnya terletak pada 1) Penguatan jaringan, 2) kemampuan memotivasi, 3) retorika, 4) pendekatan apresiatif dan 5) kedemawanan.

Para aktivis Mahasiswa IAIN Imam Bonjol banyak dihubungkan dengan jaringan beliau, baik secar langsung ataupun tak langsung. Lagi-lagi jejaring utama yang beliau tampilkan adalah angkatan ’66 dan keluarga besar Bulan Bintang.

Jangan coba-coba  memberi ide dan usulan kepada Prof Saifullah, kecuali beliau akan menantang balik. Bagus! Jika itu menurut anda baik, kenapa tida anda coba wujudkan. Bagi aktivis “omdo” pasti tak mau lagi mengusul ini itu kepada beliau. Apapun ide beliau akan mendukung dengan segala sumber yang ada pada dirinya.

Retorikanya bagus, sama sekali tak seperti aktivis Padang berlidah medok. Saya tak tahu persis, apa karena kemampuan berbahasa Indonesianya yang bagus atau ada pengaruh lidah yang ter-Indonesia di Yogyakarta. Saya kira, intensitas komunikasinya dalam bahasa Indonesia sangat tinggi. Retorika yang bagus biasanya lahir dari latihan dan kebiasaan. Namun yang lebih penting dari kedua itu adalah faktor isi. Mata air yang besar biasanya mengalir lancar.

Ia pribadi yang dermawan. Beliau pemurah kepada aktivis. Beliau pernah mengatakan, tidak selamanya aktivis itu lapar dan tidur di tempat yang kumuh. Sesekali ayo makan enak dan tidur di tempat yang nyaman. Dari ajakan itu, beliau lebih sering mengajak makan enak dibanding tidur di hotel. Namun, meskipun beliau pemurah, kami tahu diri dan pandai menjaga jarak. Tidak semuanya harus dikadukan kepada beliau, kecuali dalam keadaan terdesak. Kami khawatir, beliau tak pandai mengatakan “tidak”

 3| Akademisi cum Aktivis

Akademisi adalah status sosialnya, namun aktivis adalah jalan hidupnya. Sampai usia 70 tahun sekarang beliau terlihat bersemangat. Saya sering ingatkan aktivis mahasiswa sekarang agar sering ngobrol dengan Prof Saifullah. Tapi lagi-lagi mahasiswa terkesan enggan. Takut tak bisa mengimbangi semangat beliau. Beberapa kali beliau menawarkan siap berbicara apa saja dengan mahasiswa. “Sediakan forumnya, selagi tidak berbenturan dengan jadwal saya, saya akan ikut,” kata beliau.

Saya merasa, semangat beliau  tidak terikuti oleh dosen jaman now yang mudah lelah dan mungkin juga malas mewakafkan diri untuk urusan yang di luar kewajiban pokoknya. Itulah sebabnya sekarang tak banyak akademisi yang wara-wiri dalam aktivisme sosial. Padahal dulu-dulunya mereka adalah aktivis yang tak kenal lelah.


4| Historiografi Angkatan ‘66

Di awal kita sudah sebutkan bahwa beliau eksponen angkatan ’66. Ada banyak aktivis angkatan ’66 yang menulis. Namun untuk merekam bagaimana situasi sosial politik dan aktivisme angkatan ’66 dalam batas spasial Sumatera Barat sungguh tak banyak. Informasi berupa buku dan penelitian memang banyak. Tapi yang dilahirkan dan ditulis oleh pelaku justru sangat berbeda.

Ada banyak mozaik yang menampilkan sisi lain gerakan sosial yang berbasis pelaku. Utamanya sisi-sisi humanis. Maka dalam konteks ini, beliau adalah sumber primer yang langka. Banyak generasi beliau yang sudah pergi dengan membawa ceritanya masing-masing tanpa sempat mewariskannya kepada generasi berikutnya.

Ada dua buku yang patut dimasukkan ke dalam kategori historiografi angkatan ’66. Yang pertama buku antologi angkatan ’66 yang dilaunching tahun 2018 yang lalu dan kedua buku autobiografi beliau sendiri. Dari Patoga Melanglang Dunia. Beliau menceritakan kisah hidupnya dengan menyertakan banyak informasi tentang zaman yang dilewatinya. Sepertinya sebagian besar peristiwa itu melekat dalam ingatan beliau dan hanya sebagian saja yang tercurahkan ke dalam buku. Maka, menurut saya amatlah rugi orang-orang yang meneliti tentang angkatan ’66 di Sumatera Barat tanpa menggali informasi dari beliau.

5| Lesson Learn

Di atas saya bercerita tentang beliau dan jejaring angkatan ’66 beliau. Jejaring beliau bukanlah jejaring pertemanan biasa, tetapi jejaring yang dibangun atas dasar visi keislaman dan kebangsaan yang kuat. Jaringan PII, HMI, DDII, PBB dan beberapa organisasi besar lainnya. Artinya, kesediaan beliau menjadi bagian dari jaringan itu tentu berangkat dari komitmen individu yang jelas. Beliau terlahir menjadi aktivis melalui perkaderan yang sistematis dan dibesarkan dalam dinamika keumatan dan kebangsaan yang sulit untuk dikeragui. Istilah aktivis zaman sekarang, bukan “aktivis kaleng-kaleng.”  

Saya pikir, untuk IKASUKA bisa juga mengambil pelajaran dari perjalanan aktivisme Prof Saifullah. Patut pula ditanyakan kepada warga alumni IAIN Sunan Kalijaga Sumatera Barat ini, apa yang membuat mereka berjejaring? Adakah visi besar yang termuat dalam organisasi primordial berbasis kampus saja, atau ada cita-cita lain? Jika pertanyaan ini tidak dimunculkan dan dicari jawabannya segera, saya yakin organisasi ini akan kehilangan ‘jiwa’ nya dan boleh jadi tak akan bertahan lama.



No comments: