27 March 2020

TAMBO:SUMBER PENGETAHUAN TENTANG KEBUDAYAAN ALAM MINANGKABAU


TAMBO:
Sumber Pengetahuan tentang Adat Alam Minangkabau
Muhammad Nasir



A| PENDAHULUAN

Setiap kebudayaan mempunyai cara untuk mewariskan pengetahuan tentang sejarah masyarakatnya, sejarah wilayah, asal-usul, bilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat serta pengetahuan tentang adat istiadatnya. Masyarakat Minangkabau menggunakan Tambo sebagai media untuk menyampaikan pengetahuan tentang wilayah, asal usul dan adat istiadatnya. Sebelum menguraikan Tambo Minangkabau, berikut contoh-contoh “tambo” versi beberapa kebudayaan di lingkar alam Minangkabau.

Tarombo Batak
Berisi silsilah garis keturunan secara patrilineal dalam suku Batak. Sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku bangsa Batak untuk mengetahui silsilahnya agar mengetahui letak hubungan kekerabatan

Teromba Melayu dan Teromba Negeri Sembilan
Pantun yang berisi panduan dan pengajaran mengenai cara hidup atau sistem hidup bermasyarakat menurut adat, serta peraturan dan undang-undang yang dibentuk.

Seloko Jambi
Seloko adalah salah satu bentuk tradisi lisan masyarakat Jambi yang diwariskan secara turun temurun. Seloko sering kali ditampilkan dalam sebuah prosesi upacara adat, seperti prosesi upacara adat perkawinan. Bentuknya berupa ungkapan-ungkapan, peribahasa, pantun, atau pepatah-petitih

Seloko Jambi berisi:
  •  falsafah hidup yang menjadi dasar kebudayaan masyarakat Jambi
  • seperangkat norma yang mengatur kehidupan sehari-hari masyarakat pemiliknya,
  • nasehat, amanat, dalam pergaulan hidup dan kehidupan sehari-hari. Norma dan nasehat ini disampaikan dalam bentuk ungkapan-ungkapan berupa peribahasa, pantun, atau pepatah-petitih.


B| TAMBO MINANGKABAU
1.    Pengertian
Kata Dt Sangguno Diradjo (1954), Tambo berasal dari bahasa Sanskerta, tambay yang artinya bermula. Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, tambo merupakan suatu warisan turun-temurun yang disampaikan secara lisan. TAMBO dalam bahasa Minang Kuno arti yang sebenarnya adalah cerita sejarah asal-usul kejadian manusia dan alam semesta (Alam Minangkabau), serta kisah perjalanan para leluhur dan penerapan sistem adat dan hukum undang adat Minangkabau.
Sedangkan menurut Irwansyah Angku Datuak Katumanggungan (2018), TAMBO  diambil  dari makna kalimat TA-AMBO, kalimat Tambo berawalan TA yang artinya (superlatif) yakni paling, sangat, melampaui, dalam atau luas, yang juga bisa di sinonimkan kedalam bahasa Indonesia adalah TER. Contoh apabila kalimat tinggi diawali dengan TER, maka menjadi kalimat tertinggi, artinya paling tinggi atau tidak ada lagi objek yang memiliki predikat lebih tinggi dari itu. Sedangkan kalimat AMBO sinonim bahasa Indonesianya adalah HAMBA, diambil dari salah satu dari empat makna status kepemilikan terhadap diri atau batang tubuh manusia, yakni :
  • Sebutan DENAI atau ADEN menunjukkan simbol diri pribadi yang terletak pada kepala (rasio), memaknai egoisme dan otoritas tertinggi, mutlak menunjukkan status hak milik pribadi yang tidak ada pihak lain besertanya.
  • Kemudian sebutan  AMBO  menunjukkan simbol diri pribadi terletak pada dada (paham), bermakna menunjukkan dirinya adanya pihak lain yang memiliki dan dimilikinya sebagai pribadi yang menyatakan dirinya mempunyai status asal-usul kepemilikan tidak terputus dan tidak terhingga.
  • Lalu sebutan AWAK menunjukkan simbol diri pribadi  yang terletak pada perut, bermakna menunjukkan hak milik pribadi secara bersama-sama namun tidak saling terkait secara status penguasaan pribadi.
  • Terakhir sebutan SAYO bermakna menunjukkan simbol diri pribadi yang terletak pada kaki, bermakna menunjukkan dirinya pribadi dimiliki tuan atau otoritas lebih tinggi sebagai penguasa atas dirinya namun memiliki status terbatas oleh rentang waktu dan kejadian.

Dalam bahasa Minang asli tidak ditemukan dan tidak ada kalimat atau sebutan AKU yang menunjukkan status diri pribadi. Berdasarkan uraian di atas, TA-AMBO dapat dipahami dalam pengertian TANTANG AMBO. Dalam pengertian ini diyakini bahwa seseorang dianggap paling tahu tentang dirinya.

2.    Bentuk Tambo
Tambo Minangkabau awal berbentuk tuturan lisan (tidak ditulis). Tambo disampaikan secara lisan dalam berbagai acara adat seperti, prosesi upacara adat Batagak Pangulu, prosesi upacara adat Rajo Naik Daulat (pelantikan raja),prosesi upacara Batagak Tonggak Tuo Rumah Gadang, prosesi upacara pembukaan alek adat yang di tentukan khusus. Sementara dalam kehidupan sehari-hari, ungkapan yang ada di dalam tambo dijadikan seumpama dalil untuk memperkuat argumen, untuk memberi penilaian dan memberi pengajaran.
Setelah masyarakat Minangkabau mengenal aksara dan tulis baca, maka Tambo Minangkabau ditulis ke berbagai media, sehingga dikenal bentuk tambo sesuai dengan media penulisannya, sebagaimana berikut:
a-      Tambo Batu.
b-      Tambo Tulang.
c-      Tambo Kulik.
d-      Tambo Loyang.
e-      Tambo Kain.
f-       Tambo Buku.
Kelima jenis tambo tersebut tidak begitu berkembang, karena proses pembuatannya memerlukan keahlian khusus, yaitu keahlian memahat sebagaimana prasasti. Selain itu, informasi yang dimuat terbatas, baik dibatasi oleh media tulisnya, maupun oleh tujuannya. Pembatasan yang terpenting justru dari tujuan penulisannya, terbatas untuk lingkungan tertentu. Oleh sebab itu, tambo batu, tambo tulang, tambo kulik, tambo loyang, tambo lain dan tambo buku biasanya digunakan untuk menuliskan sejarah keluarga dan kepemilikan atas pusako dan ulayat kaumnya. Karena alasan ini pulalah diketahui, mengapa begitu sulitnya melihat atau memperoleh tambo ini dari pemiliknya.  
Tambo baik yang berbentuk lisan ataupun yang tertulis disampaikan dalam bentuk prosa, terutama yang terkait dengan cerita. selain prosa, bentuk yang paling banyak ditemui adalah dalam bentuk pantun, bidal, mamang dan ujaran-ujaran hikmah.

3.    Isi Tambo
Secara umum, Tambo di Minangkabau berisi dua hal, yaitu Tambo Alam dan Tambo Adat. Tambo Alam berisi tentang Sejarah Alam Minangkabau, daerah hunian awal (nagari tuo) dan perkembangan nagari serta batas-batas wilayahnya. Sebagai contoh, perhatikan ungkapan tambo berikut:
Tabel Contoh Ungkapan dalam Tambo
Sumber: A. Dt.Batuah, & A. Dt. Madjoindo, (1959)

Ungkapan Tambo
Isinya
dimano tiliek palito,
dibaliek pelong nak batali,
dimano asa niniek kito,
dipuncak gunuang marapi
Tentang asal usul nenek moyang orang Minangkabau
Sirawik bari bahulu
Di asah mako bamato
Lawik sajo nan doulu
Mako banamo pulau paco.
darek basentak naiek,
aie basentak turun,
Tentang kondisi alam atau  bentuk geografis alam Minangkabau masa dahulu.
Menggambarkan proses naiknya nenek moyang ke daratan Minangkabau dari laut
Dari Sikilang Aia Bangih
Sampai ka Taratak Aia Itam
Dari Sipisau pisau Hanyuik
Sampai ka Sialang Balantak Basi
Dari Riak Nan Badabua
Sampai ka Durian Ditakuak Rajo
Menunjukkan batas-batas wilayang alam Minangkabau
turun ka lagundi nan baselo,
sampai ka lurah indak barangin,
mako babanja bataratak,
bakorong bakampuang,
balimo kaum bamulo aso,
basungai bakayu tarok,
bakapak baradai, baikua bakapalo,
bakampuang dibaliek labuah,
bataratak dusun tuo,
batabek basawah tangah,
sawah gadang satampang banieh,
makanan urang tigo luak,
asa mulonagari tuo pariangan.
Menunjukkan tentang proses terbentuknya nagari tuo Minangkabau yaitu di Pariangan Padang Panjang.
Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari.
Alur proses terbentuknya nagari mengikuti alur proses pembentukan nagari tuo

Selanjutnya, Tambo juga berisi tentang ketentuan adat istiadat Minangkabau. Ungkapan yang berisi norma, ketentuan umum dan aneka peraturan dalam tambo dijadikan sebagai kaidah atau yurisprudensi  dalam menyusun aturan-aturan yang lebih rinci.

B| TAMBO SEBAGAI SUMBER PENGETAHUAN ADAT
Secara umum dapat dikemukakan bahwa fungsi utama cerita Tambo Minangkabau adalah untuk menyatukan pandangan orang Minangkabau terhadap asal usul nenek moyang, adat, dan nagari Minangkabau. Adapun Cerita Tambo berfungsi sebagai:
a-      Pewarisan Nilai Adat Minangkabau (Sheiful Yazan, 2016)
b-      Mengukuhkan aturan adat mengenai pewarisan harta pusaka kepada kemenakan,
c-     Mengukuhkan kedudukan penghulu sebagai pemimpin dalam masyarakat. (Djamaris, 1991:76 dan 204)
Adapun cara transmisi pesan dari zaman ke zaman agar dapat menjadi pengetahuan adalah:
a-  Disampaikan dalam bentuk warih bajawek, tutua didanga. Dalam pengertian ini, cerita tambo diaajarkan dan diwariskan secara lisan melalui metode hafalan.
b-  Disampaikan dan diajarkan secara tidak langsung dalam pasambahan atau rundiang dalam berbagai acara adat Minangkabau
c-  Disampaikan dalam komunikasi harian dengan cara mengutip ungkapan-ungkapan tambo
d-   Diungkapkan dan disebarkan dalam penulisan tambo-tambo nagari atau tambo-tambo kaum.
e-   Sebagai alat verifikasi kebenaran cerita, dalam proses pewarisan ini diperlukan ingatan yang kuat agar terhindar dari kesalahan sekecil apapun. Sabarih bapantang lupo. Satitiak bapantang hilang.

Tambo tidak mudah untuk dipahami melalui bentuk tulisan semata, sebab Tambo hanya bisa di pahami melalui empat metode yakni :


a-   Ta- Surek artinya memahami Tambo dengan panca indra yang dimiliki manusia secara umumnya, bisa berupa ditafsirkan dari berupa benda, simbol, aksara, artefak dan situs yang istilahnya bisa dibaca secara tersurat.
b-   Ta-Sirek artinya memahami Tambo dengan akal budi pekerti yang bisa mengetahui maksud dari makna Tasurek, atau mengetahui maksud dari simbol yang tersurat.
c-   Ta-Suruek artinya memahami Tambo dengan ketajaman spritualitas yang bisa mengetahui tujuan dari makna Tasirek, atau mengetahui tujuan Tasirek dari maksud Tasurek.

d-   Ta-Sarak artinya memahami Tambo dengan keilmuan yang mencakup keseluruhan makna simbol maksud dan tujuan dari Tasurek, Tasirek,Tasuruek dalam satu titik akhirnya adalah Paham akan isi Tambo secara utuh zahir dan batin. (Tengku Irwansyah Angku Datuak Katamamnggungan, 2018)

Berdasakan uraian di atas, untuk mengetahui isi Tambo Minangkabau paling tidak sesorang harus mengetahui filosofi Minangkabau minimal memahami dengan baik bahasa Minangkabau.


No comments: