ALAM
MINANGKABAU
muhammadnasir@uinib.ac.id
A | Asal-usul Nama Minangkabau
Minangkabau adalah sebuah kawasan kebudayaan yang
penduduk dan masyarakatnya mengamalkan adat dalam kebudayaan Minangkabau.
Kawasan kebudayaan Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan
budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Kawasan budaya Minangkabau
berbeda dengan kawasan administratif Sumatera Barat sebagaimana dipahami saat
ini.
Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama
dari sebuah suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa
sendiri dan penduduk sendiri. Sebelum membahas kebudayaan Minangkabau lebih
terperinci, ada baiknya ditelusuri asal kata Minangkabau.
1- Menurut cerita rakyat
Pada suatu masa ada satu kerajaan
asing (banyak ahli menyebutnya Majapahit) datang untuk melakukan penaklukan.
Agar tidak terjadi pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu
kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang
besar dan agresif, sedangkan masyarakat setempat menyediakan seekor anak kerbau
yang lapar. Dalam pertempuran, anak kerbau yang lapar itu menyangka kerbau
besar tersebut adalah induknya. Maka anak kerbau itu langsung berlari mencari
susu dan menanduk hingga mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenangan
itu menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau.
Cerita adu kerbau ini populer dan
hidup di tengah masyarakat. Berbagai buku yang menulis tentang sejarah dan
kebudayaan Minangkabau juga sering menggunakan cerita ini sebagai salah satu
sumber pelacakan asal-usul penamaan Minangkabau. salah satu sumber yang menulis
cerita ini adalah Hikayat Raja Pasai, yang menurut Russell Jones ditulis
sekitar abad ke-14 masehi.[1]
Legenda adu Kerbau ini dibantah oleh Daulat Yang
Dipertuan Raja Alam Pagaruyung, Tuanku Mudo Mahkota Alam H. Sutan Muhammad
Taufiq Thaib, SH. Menurut beliau, cerita ini sengaja diciptakan Belanda untuk
mengadu domba antar suku bangsa Indonesia. Tidak mungkin orang Minangkabau
selicik itu mau menipu raja Jawa.
Selain itu, tak mungkin utusan raja Jawa itu
sebodoh itu sehingga mudah ditipu. Menurutnya, Minangkabau adalah sebutan
singkat yang berasal dari bahasa Arab Mukminan ka an-Nabawy, yaitu suatu
pemerintahan kerajaan mukmin (Islam) yang susunan/tatanan pemerintahannya meniru
tata pemerintahan di zaman nabi Muhammad SAW.
2- Menurut
Catatan Sejarah
Ada banyak kemungkinan yang diajukan
oleh ahli sejarah tetang asal-usul penamaan Minangkabau. Pelacakan asal-usul
nama Minangkabau ini berangkat dari sumber sejarah berupa catatan-catatan dari
sumber tertulis baik yang bersumber dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Dari dalam negeri sendiri, sumber yang dirujuk adalah dari prasasti dan
kitab-kitab kuno yang tersebar di seluruh nusantara. Sementara, sumber asing
didapatkan dari tulisan ataupun catatan dari pengelana asing, terutama dari
Cina, Arab dan India. Berikut nama-nama
yang diduga kuat menjadi asal-usul penamaan Minagkabau sekarang:
Minang (Kerajaan Minanga)
Nama ini dituliskan dalam Prasasti
Kedukan Bukit tahun 682. Kata Minang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Dalam prasasti itu dinyatakan bahwa pendiri
kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hiyang bertolak dari
"Minānga”
Minangkabau
Kata Minangkabau dapat dilihat dalam
Hikayat Raja-raja Pasai (akhir abad ke-14) juga menyebutkan bahwa bahwa
kemenangan yang diperoleh dalam adu kerbau menjadikan negeri yang sebelumnya
bernama Pariangan menggunakan nama Minangkabau.
Minangkabwa
Dalam catatan kerajaan Majapahit
(Negarakretagama) bertanggal 1365, juga telah menyebutkan nama Minangkabwa
sebagai salah satu dari negeri Melayau yang ditaklukannya. [2]
Minanggebu
Dalam catatan Cina (Ming) tahun 1405,
terdapat nama kerajaan Mi-nang-ge-bu, yaitu satu dari enam kerajaan
yang mengirimkan utusan menghadap kepada Kaisar Yongle di Nanjing
Minanga Kabawa atau Minanga Tamwan
Menurut Purbacaraka,
Minangkabau berasal dari kata Minanga Kabawa atau Minanga Tamwan yang
maksudnya adalah daerah-daerah disekitar pertemuan dua sungai; Kampar Kiri dan
Kampar Kanan. Hal ini dikaitkannya dengan adanya candi Muara Takus yang
didirikan abad ke 12.[3]
Phinang Khabu
Herman Neubronner van der
Tuuk (1824-1894) penerjemah dan ahli bahasa melayu asal Belanda mengatakan kata
Minangkabau berasal dari kata Phinang Khabu yang artinya tanah asal.
Bhinanga Kamvar
Sutan Mhd Zain mengatakan
kata Minangkabau berasal dari Binanga Kamvar maksudnya muara Batang
Kampar.[4]
Pendapat ini didasarkan pada sebagian lokasi Minangkabau di wilayah timur yang
terbentang dari muara batang Kampar di Riau hingga ke Batanghari Jambi. Wilayah
ini menurut M.D.Mansoer (1970) disebut dengan Minangkabau Timur.
Menon Khabu
Syed Muhammad Husayn
Nainar mengatakan kata Minangkabau Minangkabau adalah perubahan fonetik dari menon
khabu bahasa tamil yang artinya tanah pangkal, tanah yang mulya.[5]
Minang Kabau
Slamet Mulyana mengatakan
kata Minangkabau berasal dari kata Minang Kabau. Artinya, daerah-daerah
yang berada di sekitar pinggiran sungai-sungai yang ditumbuhi batang sikabau
(jengkol).
Berdasarkan uraian di atas, asal-usul
nama Minangkabau dapat dilacak melalui catatan dan prasasti bersejarah yang
memuat variasi penamaan/penyebutan Minangkabau. Meskipun ada perbedaan pendapat
tentang asal usul kata Minangkabau, perbedaan tersebut tidak mengurangi arti
Minangkabau, justru perbedaan itu memberi beberapa petunjuk yang berguna untuk
menelusuri asal kata Minangkabau.
B | Konsep Alam
Minangkabau
Masyarakat Minangkabau mempunyai pengertian
khusus tentang kata Alam. Ada dua pengertian Alam yang dapat dikemukakan, yaitu
pengertian secara filosofis dan pengertian wilayah (geografis/ teritorial).
Makna filosofis
Alam dalam makna
filosofis adalah makna non materi. Alam dalam pengertian non materi ini berarti
pemikiran, ide dan gagasan. Contoh penggunaan kata alam dalam makna ini dapat
diperiksa dari frasa baalam laweh (ber-alam luas). Ba alam laweh artinya
berfikiran luas. Pangulu baalam laweh – bapadang data. Dalam versi lain bapadang
leba. Artinya, seorang penghulu, pimpinan adat itu harus berpikiran,
berwawasan luas dan berpadang atau berhati lapang.
Penghulu
merupakan pantulan dari masyarakat (anak kamanakan) yang dipimpinnya. Oleh
sebab itu sifat baalam laweh juga berlaku untuk seluruh orang-orang
Minangkabau. Alam dalam pengertian ini digunakan oleh orang Minangkabau untuk
menyusun adatnya.
Selain itu juga
ditemukan makna alam dalam pengertian jiwa, seperti istilah bapadang leba
di atas. Bahwa orang Minangkabau juga dituntut berjiwa lapang, berhati lapang.
Hal ini ditemukan dalam tuturan adat sebagai berikut :
Pandai
baksa duduak, bakisa di lapiak nan sahalai
Pandai
bakisa tagak, bapaliang di tanah nan sabingkah
Artinya:
Orang
Minangkabau dapat menyesuaikan dengan alam. Menyesuaikan diri dengan dengan
hati dan jiwa. Sempitlah alam itu jika dihadapi dengan hati yang sempit.
Sebaliknya, alam akan terasa lapang jika dihadapi dengan hati yang lapang.
Makna wilayah geografis/teritorial
Alam dalam
pengertian kedua adalah pengertian wilayah geografis dan teritorial. Alam dalam
pengertian wilayah adalah wilayah tempat bermukimnya suku bangsa Minangkabau.
Wilayah ini dibagi kepada tiga kawasan yang menunjukkan asal hunian, daerah
pengembangan dan daerah batas pengaruh. Untuk semua kategori wilayah ini, orang
Minangkabau menyebut wilayahnya dengan Alam Minangkabau.
Wilayah Alam
Minangkabau secara umum dibagi kepada dua, yaitu Luhak dan Rantau Luhak merupakan kawasan
pusat atau wilayah inti dari alam Minangkabau. Sedangkan Rantau adalah kawasan
pinggiran sekaligus daerah perbatasan yang mengelilingi kawasan pusat. Kedua
kawasan ini akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
Luhak secara memiliki
arti yang beragam. Di antara arti Luhak adalah “kurang”. Misalnya, Luhak
Tanahdatar berarti kurang datar. Arti kata luhak ini dapat dipahami sebagai
penjelasan atas kondisi alam geografis Tanahdatar yang berbukit, berlembah
serta dialiri sungai-sungai dangkal.
Ada juga yang memahami
kata luhak dalam arti sumur. Sumur dalam masyarakat Minangkabau memiliki arti
penting. Dalam arti ini, luhak dapat dipahami sebagai kecendrungan manusia
membentuk pemukiman yang mendekat kea rah mata air (sumur). Semaksud dengan
sumur antara lain, mendekat ke sungai atau sumber-sumber air lainnya.
Namun, penjelasan asal
kata dan arti kata luhak tersebut belum ditemukan arti pastinya. Yang jelas,
kesepakatan yang diperoleh, bahwa Luhak secara geografis adalah daerah
pemukiman awal masyarakat Minangkabau. Secara politik Luhak adalah wilayah
konfederasi dari beberapa nagari di Minangkabau yang terletak di pedalaman
Sumatra Barat. Luhak juga dapat disebut
sebagai wilayah awal perkembangan peradaban adat dan kebudayaan
Minangkabau.
Luhak juga dikenal dengan
istilah Darek (bahasa Indonesia: darat) untuk membedakannya dengan wilayah
rantau Minangkabau, baik Rantau Pasisie di sepanjang pantai barat Sumatra
maupun Rantau Hilia di wilayah Riau dan bagian barat Jambi. Luhak sesuai tambo
dibagi kepada tiga wilayah yang dikenal dengan Luhak Nan Tigo (Luhak
yang Tiga). Luhak tersebut adalah Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limo
Puluah Koto
Luhak Tanah Data
Luhak Tanah Data, disebut
dengan Luhak Nan Tuo (Luhak yang tertua). Orang Minangkabau meyakini bahwa asal
usul mereka berasal dari gunuang Marapi. Di kaki merapi inilah terletak Luhak
Tanah Data. Menurut Tambo Minangkabau Pariangan di Luhak Tanah Data merupakan nagari tertua di ranah Minang.
Nagari ini terletak di lereng Gunung Marapi pada ketinggian 500-700 meter di
atas permukaan laut.
Dalam pantun adat
disebutkan tentang asal usul sebagai penguat makna luhak sebagai daerah asal
(hunian awal dan tertua). Dari ma titiak palito dibaliak telong nan batali
dari mano asa niniek kito dari puncak gunuang marapi (dari mana cahaya
pelita, dari telong [obor] yang bertali. Dari mana asal nenek moyang kita, dari
puncak gunung merapi).
Kawasan Luhak Tanah Datar
merupakan kawasan utama dalam tradisi masyarakat Minangkabau. Sejak abad ke-13,
Luhak Tanah Data menjadi tempat kedudukan Yang Dipertuan Pagaruyung atau Raja
Alam Minangkabau. Kerajaan pertama di Minangkabau pun juga terdapat Luhak ini,
bernama Kerajaan Pasumayan Koto Batu. Dari Luhak Tanah Datar inilah kemudian
orang Minangkabau berkembang dan berpindah ke daerah lain seperti Luhak Limo
Puluah dan Luhak Agam.
Masyarakat Luhak Tanah
Data umumnya menganut kelarasan Koto Piliang, kelarasan atau aturan yang
digagas oleh Datuk Katumanggungan. Sedangkan Kelarasan Bodi Caniago yang
digagas Datuak Parpatiah nan Sabatang memiliki basis pengikut di Limo Kaum.
Gambaran kondisi
geografis dan karakter penduduk luhak Tanah Data dapat dibaca melalui ungkapan Buminyo
lembang, aianyo tawa, ikannyo banyak. Warna bendera kebesaran Luhak Tanah
Data adalah Kuning.
Wilayah Luhak Tanah Data
meliputi daerah di sekitar kaki gunung Marapi bagian selatan sampai ke kaki
gunung Sago bagian timur. Nagari-nagari yang termasuk ke dalam wilayah Luhak
Tanah Datar ini adalah:
1. Tampuak Tangkai Pariangan
Salapan Koto: Pariangan, Padang Panjang, Guguak, Sikaladi, Koto Tuo, Tanjuang
Limau, Sialahan, Batu Basa.
2. Tujuah Langgam di Hilia:
Turawan, Padang Lua, Galogandang, Sawah Kareh, Kinawai, Balimbiang, Bukik
Tamusu.
3. Limo Kaum Duo Baleh Koto:
Dusun Tuo, Balah Labuah, Balai Batu, Kubu Rajo, Piliang, Ngungun, Panti,
Silabuak Ampalu, Parambahan, Cubadak, Supanjang, Pabalutan, Sawah Jauah,
Rambatan, Tabek Sawah Tangah.
4. Sambilan Koto di Dalam: Tabek
Boto, Salagondo, Baringin, Koto, Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak, Sungai
Ameh, Ambacang Baririk, Rajo Dani.
5. Tanjuang Nan Tigo, Lubuak Nan
Tigo: Tanjuang Alam, Tanjuang Sungayang, Tanjuang Barulak, Lubuak Sikarah,
Lubuak Simauang, Lubuak Sipurai.
6. Sungai Tarab Tujuah Batu:
Limo Batu, Tigo Batu, Ikua Kapalo Kapak, Randai Gombak Katitiran, Koto Tuo
Pasia Laweh, Koto Baru, Rao-Rao, Salo Patir Sumaniak, Supayang, Situmbuak,
Gurun Ampalu, Sijangek Koto Badampiang.
7. Langgam Nan Tujuah: Labutan,
Sungai Jambu, Batipuah Nagari Gadang, Tanjuang Balik Sulik Aia, Singkarak,
Saniang Baka, Silungkang, Padang Sibusuak, Sumaniak, Suraso.
8. Batipuah Sapuluah Koto:
Batipuah, Koto Baru Aia Angek, Koto Laweh Pandai Sikek, Panyalaian, Bukik
Suruangan, Gunuang, Paninjauan, Jaho Tambangan, Pitalah Bungo Tanjuang, Sumpu
Malalo, Singgalang.
9. Lintau Buo Sambilan Koto :
Batu Bulek, Balai Tangah, Tanjuang Bonai, Tapi Selo Lubuak Jantan, Buo,
Pangian, Taluak Tigo Jangko.
Daerah Rantau Luhak Tanah
Data disebut dengan Rantau Nan Kurang Aso Duo Puluah, mencakup
daerah-daerah sebagai berikut:
Lubuak
Ambacang, Lubuak Jambi, Gunuang Koto, Benai, Pangian, Basra, Sitinjua, Kopa,
Taluak Ingin, Inuman, Surantiah, Taluak Rayo, Simpang Kulayang, Aia Molek,
Pasia Ringgit, Kuantan, Talang Mamak, Kualo Tehok, Rantau Alam Surambi Sungai
Pagu, Rantau Duo Baleh Koto, Rantau Pasisia Panjang, Padang, Pasisia
Salatan/Banda Sapuluah, Mukomuko, Kerinci
Di samping daerah Rantau
juga dikenal istilah Ujuang Darek Kapalo Rantau, yaitu daerah perbatasan
yang wilayahnya diujung Luhak dan memasuki wilayah rantau. Daerah yang termasuk
Ujuang Darek Kapalo Rantau Luhak Tanah Data adalah:
Anduriang
Kayu Tanam
Guguak
Kapalo Hilalang
Sicincin
Toboh
Pakandangan
Duo
Kali Sabaleh Anam Lingkuang
Tujuah
Koto
Sungai
Sariak.
Luhak Agam
Luhak Agam disebut dengan
Luhak Nan Tangah (Luhak yang Tengah). Agam dapat diartikan dengan danau
atau kolam atau rawa-rawa serta juga dapat serumpun dengan kata agamon
yang berarti alang-alang. Selain itu juga dapat dipahami sebagai mansiang tumbuhan
rawa endemik di Luhak Agam.
Menurut Tambo, awal mula
didirikannya Luhak Agam ialah perpindahan penduduk dari nagari Pariangan yang
berlangsung selama empat periode.
1. Periode pertama, melahirkan
empat buah nagari, yakni Biaro, Balai Gurah, Lambah dan Panampuang.
2. Periode kedua, melahirkan
tiga buah nagari, yakni Canduang Koto Laweh, Kurai dan Banuhampu.
3. Periode ketiga, melahirkan 4
buah nagari, yakni Sianok, Koto Gadang, Guguak dan Guguak Tabek Sarojo.
4. Periode keempat, melahirkan
lima buah nagari, yakni Sariak, Sungai Puar, Batagak dan Batu Palano.
Setelah empat periode
tersebut di atas, lahir pula nagari-nagari lainnya seperti Kapau, Gadut, Salo,
Koto Baru, Magek, Tilatang Kamang, Tabek Panjang, Pincuran Puti, Koto Tinggi,
Simarasok dan Padang Tarok.
Ungkapan yang mewakli
gambaran geografis dan karakter masyarakat Luhak Agam adalah Buminyo angek,
aianyo karuah, ikannyo lia. Warna bendera yang digunakan adalah Sirah (merah).
Di samping kawasan inti
atau daerah asal, Luhak Agam juga memiliki daerah rantau, yaitu:
Rantau Tiku Pariaman/Piaman Laweh, meliputi:
Tiku, Gasan,
Aua Malintang, Malai Sungai Garinggiang, Sungai Limau, Limo Koto (Padang Alai,
Kudu Gantiang, Limau Puruik, Sikucua, dan Cimpago), Tujuah Koto (Tandikek,
Sungai Durian, Batu Kalang, Koto Dalam, Koto Baru, Sungai Sariak, dan Ampalu),
Pariaman, Nan Sabarih,Ulakan, Anduriang Kayu Tanam, Guguak Kapalo Hilalang, Duo
Kali Sabaleh Anam Lingkuang Sicincin, Pakandangan, Parik Malintang, Sintuak
Lubuak Aluang, Kasang, Katapiang, Rantau Pasaman
Ujuang Darek Kapalo Rantau, meliputi:
Palembayan,
Silareh Aia, Lubuak Basuang, Kampuang Pinang, Simpang Ampek, Sungai
Garinggiang, Lambah, Bawan, Tigo Koto, Garagahan, Manggopoh
Luhak Limopuluah Koto
Luhak Limopuluah Koto,
disebut dengan Luhak Nan Bungsu. Sesuai dengan namanya, Luhak Limopuluoh Koto
merupakan salah satu kawasan konfederasi termuda dari beberapa nagari dalam
budaya Alam Minangkabau. Dalam tambo Alam Minangkabau, Luak Limo Puluah Koto
merupakan daerah paling terakhir yang menjadi daerah inti di Minangkabau, oleh
karena itu dikenal dengan Luak Nan Bungsu.
Meskipun menurut Tambo
Alam Minangkabau Luhak ini merupakan Luhak termuda, namun daerah ini pernah
mengalami kehidupan masa pra-sejarah. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
peninggalan-peninggalan megalitikum Minangkabau yang ditemukan di Luhak Limo
Puluah Koto. Di antaranya yang masih dapat disaksikan sekarang ini adalah
kawasan situs purbakala berupa ratusan menhir berbagai ukuran di daerah Maek,
Kabupaten Lima Puluh Kota.
Ungkapan yang mewakli gambaran
geografis dan karakter masyarakat Luhak Limopuluah: Buminyo lembang, aianyo
janiah, ikanyo jinak, sayaknyo landai. Warna bendera: Hitam. Menurut Tambo, nagari-nagari yang ada di
luhak Limopuluah terdiri dari lima bagian, yakni:
1.
Sandi
Dari Bukik Sikabau Hilia sampai ke Muaro Mudiak, dari Nasi Randam
sampai ke Padang Samuik. Nagarinya adalah Koto nan Gadang dan Koto nan Ampek.
2.
Luhak
Dari Mungo Mudiak sampai ke Limbukan, Mungo, Koto Kaciak, Andaleh,
Tanjuang Kubu, Banda Tunggang, Sungai Kamuyang, Aua Kuniang, Tanjuang Patai,
Gadih Angik, Padang Karambia, Limau Kapeh, dan Aia Tabik Nan Limo Suku.
3.
Lareh
Dari Bukik Cubadak sampai Padang Balimbiang, nagarinya adalah Ampalu,
Halaban, Labuah Gunuang, Tanjuang Gadang.
4.
Ranah
Dari Gantiang, Koto Laweh, Suliki, Sungai Rimbang, Tiakar, Balai
Mansiro, Talago, Balai Kubang, Taeh, Simalanggang, Piobang, Sungai Baringin,
Gurun, Luhak Batingkok, Torantang, Sari Lamak, Padang Laweh.
5.
Hulu
Dari Padang Laweh, Sungai Patai, Suliki, Gunuang Sago, Labuah Gunuang,
Balai Koto Tinggi
Di samping lima daerah
bagian tersebut, Luhak Limapuluah juga memiliki daerah rantau, yaitu:
Mangilang, Tanjuang
Balik, Pangkalan, Koto Alam, Gunuang Malintang, Muaro Paiti, Rantau, Barangin,
Rokan (Rokan Ampek Koto, Kunto, Tambusai, Kapanuhan, dan Rambah), Gunuang
Sailan, Kuntu, Lipek Kain, Ludai, Ujuang Bukik, Sanggan, Tigo Baleh Koto
Kampar, Sibiruang, Gunuang Malelo, Tabiang, Tanjuang, Gunuang Bungsu, Muaro
Takuih, Pangkai, Binamang, Tanjuang Abai, Pulau Gadang, Baluang Koto Sitangkai,
Tigo Baleh, Lubuak Aguang, Limo Koto Kampar (Kuok, Bangkinang, Salo, Rumbio,
dan Aia Tirih), Taratak Buluah, Pangkalan Indawang, Pangkalan Kapeh, Pangkalan
Sarai, Koto Laweh,
Selain itu ada juga daerah transisi dari darek ke
rantau yang disebut daerah Ujuang Darek Kapalo Rantau, yaitu:
Kapua Sambilan
Pangkalan Koto Baru
[3] R.Ng. Poerbatjaraka, Riwajat Indonesia.
Djilid I, Jakarta: Yayasan
Pembangunan, 1952
[4] Sutan Muhammad Zain, Sriwijaya dan kerajaan-kerajaan di Sumatra era klasik,
Jakarta: Kakilangit Kencana, 2017
[5] Syed Muhammad Husayn Nainar, Makalah, Islam
di India dan Hubungan-hubungannya dengan Indonesia, Jakarta: Information
Service of India, 1956
No comments:
Post a Comment