Oleh:
Muhammad Nasir
Beberapa pekan
lalu, orang-orang ramai berdebat. Viral pula tu! Debatnya tentang
pakaian. Padahal sekarang ini zaman globalisasi yang mengusung dagangan food,
fun dan fashion. Selera (makanan), hiburan dan trend berpakaian.
Hanya saja, temanya terutama yang terkait pakaian entah ada atau tidak ada kaitannya dengan globalisasi,
entahlah pula.
Satu kelompok
membahas laku perempuan yang suka berbusana serba hitam, jilbab lebar berkibar-kibar
dan suka bercadar. Maka orang lain (yng berlain paham dengannya) akan
menganggap orang tersebut sebagai seorang fanatis muslim bahkan teroris.
Sungguh debat
yang benar tapi sia-sia. Sesuatu debat yang mestinya sudah selesai berabad-abad
lalu. Apa lacur, karena persoalan politik yang menunggangi miskinnya literasi
beberapa kelompok yang terlibat debat itu, membesar juga efek debat itu.
Pertanyannya,
apakah memang ada kaitannya antara pakaian dengan prilaku teror atau moderat,
sesungguhnya perlu diuji. Menurut ahli kebudayaan, pakaian secara umum
berfungsi sebagai penutup atau pelindung badan, penanda identitas diri, penciri
kebudayaan, pembeda jenis kelamin, pembeda posisi sosial, sebagai tanda
kebesaran, sebagai perhiasan.