27 July 2019

Ikhtisar Gerakan Kaum Tua dan Kaum Muda


Ikhtisar Gerakan Kaum Tua dan Kaum Muda
-Sebuah Laporan Bacaan
Oleh Muhammad Nasir

Asal usul Istilah Kaum Tua dan Kaum Muda
Kitab al Syir'ah (1937)

Kaum Tua dan Kaum Tua adalah istilah untuk menyebutkan kelompok elit sosial dalam masyarakat. Meskipun istilah ini secara historis sangat populer dalam gerakan intelektual Minangkabau, namun istilah ini tidak mutlak ditujukan untuk polarisasi kaum intelektual di Minangkabau.

Yudi Latif[1] misalnya, menyebut kaum intelektual atau inteligensia ini dengan Bangsawan Pikiran. Bangsawan pikiran disebut untuk menunjukkan kemunculan inteligensia Hindia Belanda di paruh awal abad ke-20. Istilah Bangsawan Pikiran ini dimunculkan untuk menunjukkan dengan elit bangsawan lama yang disebut Bangsawan Oesoel. Lebih lanjut Yudi Latif menulis untuk menegaskan mulai hadirnya komunitas baru inteligensia[2] seperti yang dibayangkan, maka komunitas baru bangsawan pikiran disebut dengan Kaum Muda dan komunitas Bangsawan Oesoel disebut dengan Kaum Tua atau Kaum Kuno. Hanya saja, Yudi Latif belum menunjukkan secara persis waktu kemunculan istilah ini.


Taufik Abdullah dalam disertasinya School and Politics:  Kaum Muda Movement In West Sumatera (1971) mulai memberikan petunjuk yang jelas tentang waktu dan asal usul istilah ini. Ia menyebutkan, Istilah Kaum Muda dan Kaum Muda dipopulerkan tahun 1906 oleh Datuk Sutan Maharadja seorang jurnalis di Padang. Ia menyebut diri dan kelompoknya dengan Kaum Muda dan melabeli lawannya dengan Kaum Kuno atau Kaum Tua[3] 

Sementara Sanusi Latief[4] mengemukakan bahwa Kaum Muda adalah sebutan untuk tokoh-tokoh yang merupakan murid dari Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawi,[5] ulama asal Minangkabau yang menjadi pengajar dan Imam di Masjidil Haram, Mekah. Istilah Kaum Muda menurut Sanusi terinspirasi dari gerakan Kaum Muda Turki (Turki Muda) yang dipimpin oleh Anwar Pasya. Sementara Kaum Tua adalah kelompok status quo yang bertahan dalam tradisional yang berseberangan gagasan dengan Kaum Muda.


Gagasan Penting di balik Polarisasi Gerakan Kaum Tua dan Kaum Muda.
Khusus untuk Minangkabau, polarisasi Kaum Tua dan Kaum Muda ini disebut oleh Mestika Zed, Profesor Sejarah Universitas Negeri Padang  sebagai fase kedua revolusi intelektual yang terjadi di Minangkabau setelah gerakan Paderi.[6] Adapun agenda yang menjadi spirit perdebatan Kaum Tua dan Kaum Muda tersebut secara umum berkisar sekitar persoalan ijtihad dan modernisme.

Dalam persoalan Ijtihad, perdabatan di antaranya mengambi tema antara lain: tentang antara keharusan mengikuti mazhab dengan keharusan menghadapi persoalan modern dengan ijtihad baru. Sementara dalam persoalan modernism, secara umum terpengaruh dengan gagasan modernisme dan reformisme Islam yang disebarkan oleh Muhammad Abduh.

Sementara dalam kaitannya dengan Islam dan Adat Minangkabau, perdebatan Kaum Tua dan Kaum Muda berkisar tentang persoalan-persoalan yang belum terselesaikan setelah masyarakat Minangkabau menerima Islam sebagai identitas barunya. [*]


Foto Ilustrasi: 
Kitab al Syir'ah (1937)
Karya H. Abd. Karim Amrullah



[1] Yudi Latif, Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20, Bandung; Mizan 2005
[2] Padanan lain kata Inteligensia adalah Cendekiawan
[3] Lihat Taufik Abdullah, School and Politics:  Kaum Muda Movement In West Sumatera Cornell Modern Indonesia Project, Ithaca, 1971
[4] Sanusi Lathief, Gerakan Kaum Tua di Minangkabau (Disertasi), Jakarta, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1988
[5] Syekh Ahmad Khatib al Minangkabawy adalah tokoh fenomenal di balik kelahiran organisasi-organisasi Islam di Indonesia di abad ke-20. Murid-muridnya yang berasal dari Nusantara kemudian dikenal sebagai pendiri organisasi-organisasi Islam tersebut, baik yang dikategorikan sebagai organisasi kaum modernis reformis ataupun organisasi kaum tradisionalis konservatif.
[6] Mestika Zed, Politik Identitas, Respon-respon orang Minangkabau terhadap Perubahan Sejarah (Makalah), 2002. Dikutip dari Irhash A Shamad dan Danil M. Chaniago, Islam dan Praksis Kultural Masyarakat Minangkabau, Jakarta: Tintamas, 2007, h.107

No comments: