24 September 2008

Aliansi Baru Pasca 9/11

Oleh: Muhammad Nasir
Peneliti pada Lembaga Magistra Indonesia Padang


Tepatnya 11 September 2001 (lazim ditulis 9/11), dunia dikejutkan dengan runtuhnya gedung kembar World Trade Center (WTC) New York akibat ditabrak pesawat yang diduga dibajak teroris. Peristiwa itu tidak hanya menjadi tragedy bagi Amerika Serikat (AS), tetapi lebih jauh menjadi pemicu (trigger) bagi tragedy kemanusian universal, yaitu bencana perang atas nama perlawanan terhadap terorisme.

Sekarang tujuh tahun sudah berlalu. Peristiwa itu masih relevan dibahas bukan karena menjadikan itu sebagai peringatan dan penghormatan terhadap para korban, tetapi lebih jauh sebagai bentuk perlindungan dan pemeliharaan terhadap jiwa manusia yang berkemungkinan masih terancam oleh dalih perang melawan terorisme yang dimotori AS.

Bagi penganut teori konspirasi, peristiwa tersebut ditafsirkan sebagai pertentangan dua peradaban besar yaitu Barat-Kristen di satu pihak dan Islam di pihak lain. Amerika Serikat secara cerdik berusaha keluar dari teori tersebut dengan meletakkan peristiwa tersebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dengan bahasa symbol terorisme.

Sejak AS melancarkan "perang melawan teror", banyak paradoks yang pantas direnungkan. Misalnya, bagaimana negara Pakistan bersikap terhadap Taliban. Pakistanlah yang mendukung dan turut membesarkan Taliban. Tetapi, mereka juga yang kemudian memburu Taliban, mengikuti jejak AS.

Paradok itu awal-awal sudah dibaca oleh Profesor linguistik di MIT, Noam Chomsky. Ia menyimpulkan, "Pengeboman atas Afghanistan (oleh pasukan sekutu yang dipimpin AS) adalah kejahatan yang lebih besar daripada teror 11 September." Pendekatan Barat terhadap konflik Afghanistan adalah pendekatan yang didasari pandangan cupet dan sangat berbahaya. "AS adalah terdakwa negara teroris," tegas Chomsky. (Koran Tempo 12 November 2001).

Persoalannya sekarang, apakah tafsir tersebut masih relevan atau dibutuhkan penafsiran baru mengingat korban perang melawan terorisme lebih besar di banding korban tragedy 9/11?

Efek Domino

Pasca 9/11 boleh jadi Islam tiba-tiba menjadi tertuduh debagai supplier teroris. Tetapi lama-kelamaan telunjuk dunia mengarah kepada AS dan sekutunya sebagai pelaku terorisme global. Hal ini disebabkan besarnya korban yang ditimbulkan perang melawan teroris yang dipimpin AS.

Di samping korban nyawa, bukti lainnya yang menguatkan peran AS sebagai teroris sejati adalah agenda tersembunyi (hidden agenda) di balik itu yaitu supremasi kapitalisme dan demokrasi liberal yang sduah menjadi merek dagang AS. Tidak heran, untuk alasan yang terakhir ini beberapa negara di belahan Amerika Selatan merasa berkepentingan mengumandangkan kembali ideology pasar yang disebut neo-sosialisme.

Pemandangan di atas secara perlahan memberi jawaban bantahan atas tesis Francis Fukuyama (1993) tentang keruntuhan ideologi sosialisme. Artinya Islam kembali mendapatkan teman strategis melawan hegemoni kapitalisme demokrasi- neoliberalisme AS dan sekutunya. Simaklah satu peristiwa penting saat Mahmoud Ahmadinejad Presiden Iran berusaha membangun dialog dalam rangka membentuk aliansi strategis dengan negara-negara Amerika Selatan di penghujung tahun 2006 yang lalu.

Pelajaran penting yang perlu dicermati adalah pesan klasik dalam adagium hidup adalah permainan (love is but a game). Artinya meski AS sangat menyadari efek sebuah permainan apalagi permainan perang adalah meluasnya medan pertempuran dan lahir, tumbuh dan berkembangnya lawan-lawan baru mengikuti hukum alam, tetapi dengan bodoh AS melayani permainan itu.

Berkaitan dengan lahir, tumbuh dan berkembangnya sebuah ideologi sebagai sebuah hukum alam, dalam skala micro setiap pertarungan ideologi tentu saja tidak berangkat dari pengalaman kosong. Satu actor dapat dilacak genealoginya dengan mudah ibarat permainan domino dengan kartu yang terbatas dan mudah ditebak arah permainannya.

Sebuah Saran

Khusus bagi umat Islam, tidak perlu terjebak dalam emosi 9/11 yang melibatkan beberapa tokoh yang beragama Islam, mulai dari Osama bin Laden hingga Ustadz Abu Bakar Ba’asyir di Indonesia. Sikap ini diperlukan agar umat Islam tidak terlalu lama larut dalam kubangan teori konspirasi yang meletakkan Islam dalam pertarungan yang kontrapoduktif dengan misi Islam yang rahmatan lil alamin.

Peristiwa 9/11 bukanlah penaklukan konstantinopel atau peristiwa heroic layaknya kemenangan Salahuddin al Ayyubi di Palestina yang perlu dicatat dengan tinta emas dan dikhotbahkan di mana-mana. Peristiwa 9/11 hanyalah tragedy kemanusiaan yang dilakukan oleh segelintir muslim yang mengatasnamakan Islam.

Perlu diingat, dalam skala yang lebih besar yaitu cita-cita menuju supremasi peradaban Islam, umat Islam di berbagai pelosok dunia mengalami ke kalahan besar di mana-mana, dan dalam banyak hal tertinggal dari dunia Barat-Kristen.

Bolehlah berdalih, keunggulan umat Islam adalah nilai-nilai moral universal yang disebut akhlaq al karimah, tetapi pada saat yang bersamaan umat Islam defisit tokoh bermoral, ditandai dengan merebaknya kemiskinan di dunia Islam dan perilaku koruptif dan kekerasan di banyak negeri muslim, misalnya Indonesia dan Pakistan.

Intinya, umat Islam harus mundur dalam peperangan bertema terorisme dalam bentuk apapun dengan cara tidak melayani mindset terorisme AS dan sekutunya dengan perilaku-prilaku verbal yang tersambung dengan aktivisme teroris. Lebih dari itu, umat Islam harus mencari Aliansi Baru untuk menegaskan misi rahmatan lil alamin. [10/09/2008

1 comment:

Unknown said...

Promosikan artikel anda di www.infogue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur "info cinema", "game online" & kamus untuk para netter Indonesia. Salam!
http://berita-politik-dunia.infogue.com/aliansi_baru_pasca_9_11