31 October 2020

Syekh Sulaiman Al Rasuly: Pejuang dan Pemersatu Umat dan Bangsa

Catatan WEBINAR

Syekh Sulaiman Al Rasuly: Pejuang dan Pemersatu Umat dan Bangsa
Sabtu, 31 Oktober 2020

Oleh Muhammad Nasir



Sosok Inyiak Canduang tidak diragukan lagi kiprahnya, baik sebagai ulama, pendidik, politisi dan ahli adat. Kiprahnya mengisi banyak lembar peristiwa penting dalam sejarah Sumatera Barat. Usianya yang panjang berbanding lurus dengan perjuangannya (tindak kepahlawanannya).

Sebagai anak bangsa, beliau sudah memberikan kontribusi yang sepadan dengan apa yang dibutuhkan oleh zamannya. Tantangan zaman dan dinamika masyarakat nusantara sudah pasti berbeda-beda. Minangkabau atau Sumatera Barat dalam rentang hidup Inyiak Canduang mempunyai masalah sendiri yang menuntut kontribusi elit-elit setempat. Inyiak Canduang dalam konteks ini sudah terbukti hadir dalam upaya mengatasi masalah-masalah sezaman dengannya.

Peran dan hasil keterlibatan beliau dalam mengupayakan solusi untuk masyarakat pada zamannya tentu saja diperlukan untuk menjamin kondusi yang positif untuk melakukan perjuangan melawan penjajahan atau setelah kemerdekaan menjadi jaminan stabilitas nasional dalam mengisi kemerdekaan.

Perjuangan beliau sebagai pribadi sudah selesai seiring beliau tutup usia, namun legacy beliau terus berlanjut dalam bentuk karya-karya yang masih digunakan hingga sekarang. Karya-karya itu tentu saja menjadi point penting untuk menunjukkan tindak kepahlawanan beliau. Selain itu, beliau juga mewariskan MTI Canduang sebagai salah satu model penyelenggaraan pendidikan agama di Sumatera Barat, yang tentu saja berkontribusi dalam dunia pendidikan, baik di tingkat lokal maupun nasional.


Sekarang, untuk pengusulan Inyiak Canduang sebagai Pahlawan nasional ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:

Pertama: Harus ada upaya yang bersifat akademik untuk mengkaji ulang makna tindak kepahlawanan berupa PRESTASI dan KARYA YANG LUAR BIASA bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Kedua: Biografi perjuangan Inyiak Canduang harus ditulis dengan baik dengan mempertimbangkan aspek yang diperlukan untuk pengusulan beliau sebagai Pahlawan Nasional. Beberapa literatur tentang Syekh Sulaiman Al Rasuli harus diakui beraroma hagiografi (ta’zhim). Ini tidak buruk, karena memang beliau pantas mendapatkan itu dan menunjukkan kadar ketokohan beliau. Namun, untuk keperluan pengetahuan, ilmu pengetahuan dan dampak ketokohan beliau terhadap kehidupan yang lebih luas. Oleh sebab itu, rasionalisasi terhadap tindakan-tindakan besar dalam kadar beliau sebagai tokoh harus ditonjolkan.  

Ketiga: Sepertinya dalam historiografi sejarah nasional, PERTI dan tokoh-tokohnya tidak berada dalam arus utama penceritaan. Nama-nama beliau hanya muncul dalam narasi sejarah Minangkabau awal abad ke-20 dengan tema sejarah pembaharuan gelombang ke-2 (Kaum Tua Kaum Muda). Lain halnya dalam konteks sejarah lokal, nama beliau cukup kuat dan mendapatkan peran penting, misalnya dalam tema keagamaan (fikih ibadah dan tarekat), adat (Harato, Pusako dan pewarisanya), tema politik (Perti) dan pendidikan (MTI dan lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan PERTI)

Empat: Tindak kepahlawanan Inyiak Canduang melampaui zaman. Ini dapat dilihat dari keberlanjutan ide dan tindakan tindakan berdampak jangka panjang. tindakan berdampak jangka panjang bisa dicaliak dari keputusan ttg Harato Pusako dan pewarisannya, MTI sebagai lembaga pendidikan yang masih eksis, dan konstruksi amalan keagamaan dalam prinsip ketarbiyahan yang dijadikan pedoman menjalakan ibadah harian dalam masyarakat   

Lima: Sebagai tokoh Sumatera Barat atau tokoh nasional, perlu dilihat bagaimana popularitas ide dan gagasan beliau di tengah masyarakat, baik dalam bidang agama, pendidikan, adat dan politik nasional. Termasuk dalam hal yang lebih praktis, menguji bagaimana nama Inyiak Canduang hadir dalam memori kolektif masyarakat Sumatera Barat. Lai tau urang Minang jo Inyiak Canduang, kalau lai, apo nan diketahui tentang beliau?

Enam: Sesuai pemaparan Prof Asvi Warman Adam St. Saidi, gerakan-gerakan yang berupa dorongan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik penetapan beliau sebagai Pahlawan Nasional

Tujuh: Sumber-sumber lisan dari saksi sezaman perlu dihimpun sebelum beliau-beliau itu berulang membawa ingatan dan kenangan tentang Inyiak Canduang. Selain itu, ingatan massa (memori kolektif) sebagai fakta sosial yg hidup juga perlu dicatat dan dikumpulkan untuk melihat seberapa kuat ketokohan beliau dalam masyarakat dewasa ini


Terima kasih.

Kari Bagindo Sati

No comments: