Oleh: Muhammad Nasir
Tulisan ini sudah dimuat di bakaba.co
Kongres Sejarah
Minangkabau yang diselenggarakan di Bukittinggi tanggal 16 - 18 Desember 2018
tahun lalu telah melahirkan resolusi, tentang pengkajian dan penulisan kembali
sejarah Minangkabau secara total dan komprehensif dengan periodesasi yang
lengkap dari perspektif orang Minangkabau sebagai tokoh.
Foto hadiah dari Kawanku Maizal Chaniago Silakan cigap akun IG beliau di https://www.instagram.com/maizalchaniago/ |
Tujuannya ada
beberapa, yaitu pertama, untuk penguatan identitas Minangkabau sebagai
salah satu identitas bangsa. Kedua, mengangkat kembali tambo sebagai sumber sejarah Minangkabau yang
bermartabat sekaligus mengungkapkan aksara Minangkabau tua sebagai aksara
penulisan tambo. Ketiga, penulisan sejarah nagari dilakukan oleh anak
nagari dengan metode ilmiah.
Konsekwensinya, perlu dilakukan bimbingan teknis penulisan sejarah nagari untuk anak nagari di seluruh Sumatera Barat. Keempat, memperkuat pembelajaran sejarah Minangkabau sebagai sarana pewarisan nilai-nilai kesejarahan untuk semua lapisan masyarakat.
Konsekwensinya, perlu dilakukan bimbingan teknis penulisan sejarah nagari untuk anak nagari di seluruh Sumatera Barat. Keempat, memperkuat pembelajaran sejarah Minangkabau sebagai sarana pewarisan nilai-nilai kesejarahan untuk semua lapisan masyarakat.
Bisiak lah
kalampauan, imbau lah kadangaran. Usai kongres, belum
lagi peserta keluar dari pintu hotel Royal Denai Bukittinggi, tempat acara itu
dilaksanakan, muncul lagi diskusi ringan khas orang Minangkabau, yaitu tentang
kekuatan Tambo sebagai sumber sejarah Minangkabau, dan apakah ada akasara
Minangkabau.
Tapi sudahlah,
sementara abaikan saja bagian ini. Di
tengah pro-kontra alih media tambo dari langgam lisan ke bentuk tulisan lebih
menarik untuk didiskusikan. Karena di balik niat menuliskan tambo itu ada
tujuan mulia, yaitu mewariskan adat dan kebudayaan.
*Penulisan Tambo
Minangkabau*
Ada banyak definisi
Tambo. Kata Dt Sangguno Diradjo (1954), Tambo berasal dari bahasa Sanskerta, tambay
yang artinya bermula. Dalam tradisi masyarakat Minangkabau, tambo merupakan
suatu warisan turun-temurun yang disampaikan secara lisan.
Secara umum dapat
dikemukakan bahwa fungsi utama cerita Tambo Minangkabau adalah untuk menyatukan
pandangan orang Minangkabau terhadap asal usul nenek moyang, adat, dan negeri
Minangkabau. Hal ini dimaksudkan untuk mempersatukan masyarakat Minangkabau
dalam satu kesatuan. Mereka merasa bersatu karena seketurunan, seadat dan
senagari.
Dalam teorema
Minangkabau,transmisi pesan dari zaman ke zaman ini disampaikan dalam
bentuk warih bajawek, tutua didanga. Sebagai alat verifikasi kebenaran cerita,
dalam proses pewarisan ini diperlukan ingatan yang kuat agar terhindar dari
kesalahan sekecil apapun. Sabarih bapantang lupo. Satitiak bapantang hilang.
Namun, apa daya.
Hampir setiap seminar dan diskusi tambo Minangkabau muncul keluhan dan kekhawatiran
akan hilangnya sejarah Minangkabau dari ingatan melalui hilangnya tambo dari
kepala orang Minangkabau. Lalu, terangan-anganlah melestarikan ingatan (tambo)
itu kembali dalam ragam tertulis. Tujuannya agar terhindar dari petaka seperti Guru
mati kitab lah hilang, Sasek ka sia ditanyokan. Kongres Sejarah Minangkabau
yang ditaja tahun 2018 yang lalu itu, salah satu majelis yang merekam
kekhawatiran itu.
Dinas Kebudayaan
Propinsi Sumatera Barat yang memfasilitasi kongres tersebut menilai, di tengah
kegalauan masyarakat akan hilangnya adat dan kebudayaan Minangkabau digilas
budaya global, maka tambo sebagai warisan budaya tak benda masyarakat
Minangkabau adalah salah satu yang paling mungkin untuk diselamatkan segera.
Gagasan
penulisan bukanlah ide baru. Jauh
sebelum kongres sudah ada berbagai jenis tambo tertulis. A. Dt Batuah dan A Dt. Madjoindo (1957) menyebutkan penulisan
tambo Minangkabau, pertama kali dijumpai dalam bentuk aksara Arab dan berbahasa
Melayu. Sedangkan penulisan dalam bentuk latin baru dikenal pada awal abad
ke-20.
Naskah yang sudah
ditemukan adalah 83 naskah. Sheiful Yazan dalam disertasinya berjudul Sistem Pewarisan Nilai Adat dalam Pendidikan Melalui Tambo Minangkabau dalam Pasambahan menemukan 92 Naskah dari 92
Penulis. Penulis yakin, di zaman sekarang sejak era pemerintahan nagari, jumlah
tambo tertulis, pasti lebih banyak. Menurun Sheiful Yazan, rata-rata maksud
penulisan itu adalah untuk mengoesahakan boekoe adat.
Judulnya bervariasi,
antara lain Undang-Undang Minangkabau, Tambo Adat, Adat Istiadat Minangkabau,
Kitab Kesimpanan Adat dan Undang-Undang, Undang-Undang Luhak Tiga Laras, dan
Undang-Undang Adat.
Berdasarkan uraian di
atas, semestinya usaha untuk mengaliahmedia tambo dari tradisi lisan ke bentuk
tertulis bukanlah hal yang terlarang dan sia-sia.
*Penulisan Tambo
Nagari*
Tahun 2019 ini saya
mendapat tantangan memfasilitasi penulisan Tambo Nagari Pakan Rabaa Timur
Kecamatan Koto Parik Gadang di Ateh, Solok Selatan. Tugas yang berat dan tak sederhana. Apalagi
nagari ini adalah nagari pemekaran. Wali Nagari Pakan Rabaa Timur meminta
dukungan kepada Pusat Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Islam Negeri
(UIN) Imam Bonjol Padang.
LPM UIN Imam Bonjol
lalu membentuk tim penulisan Tambo Nagari Pakan Rabaa Timur. Metode yang
digunakan adalah metode partisipatif. Tim penulis tugasnya hanya menulis apa
yang dikatakan oleh masyarakat. Sesekali memberi argument pembanding dan
mendinginkan suasana bila debat terlalu panas. Isi tambo mengikut kepada isi
tambo secara umum mengikut pembagian tambo Minangkabau secara umum, Tambo alam,
yang mengisahkan asal usul nenek moyang Nagari Pakan Rabaa Timur serta Ulayat
nagari yang didiaminya, serta Tambo adat, yang mengisahkan adat, sistem
pemerintahan, dan undang-undang tentang pemerintahan adat yang akan diuoayakan
penerapannya di nagari Pakan Rabaa Timur.
Nagari ini mulai
dihuni sejak tahun awal kemerdekaan Indonesia dan mulai ditaruko zaman Jepang.
Nagari baru tentunya. Rencana penulisan ini berangkat dari kesadaran anak
nagari bahwa profil nagari yang sudah ada sekarang sama sekali jauh dari aroma
Minangkabau. Apalagi sejak giatnya upaya babaliak ba nagari dalam maksud
mengaktifkan kembali norma dan fungsi-fungsi pemangku adat dalam pemerintahan
nagari, diperlukan kejelasan status nagari sebagai nagari adat yang memiliki
ulayat dan hukum adat yang mandiri. Termasuk melibatkan pemangku adat sebagai
mitra dalam membangun nagari.
Alasan lainnya adalah
agar generasi berikutnya mengetahui Alam Minangkabau serta adatnya, sejarah nagarinya, asal usul suku dan dari
mana migrasinya, serta mencatat adat istiadat dan tradisi local yang berkembang
di nagari tersebut. Bagian yang paling menarik dari tujuan penulisan ini versi
masyarakat setempat adalah debat mengenai tradisi mana yang harus
dipertahankan, dibuang dan dikembangkan sesuai dengan falsafah Adat Basandi
Syara’-Syara’- Basandi Kitabullah I(ABS-SBK).
Buku Tambo Adat ini
hampir rampung. Sudah ditulis namun masih perlu diketengahkan dalam forum
musyawarah (duduak baropok) niniak mamak, alim ulama serta cadiak pandai Nagari
Pakan Rabaa Timur. Sebab, Tambo Nagari adalah cara anak nagari tersebut
mendeskripsikan diri dan masyarakatnya. Selain itu, merekalah yang akan memakai
tambo adat itu, terutama pada bagian-bagian yang terkait hukum adat.
Meskipun ada
kesadaran bahwa tambo ini belum sempurna, para pemangku adat dan tokoh
masyarakat lainnya menerima tambo ini dengan senang hati. Tentang ketidak
sempurnaan ini mereka maklumi, sebab ada hokum kearifan local Minangkabau yang mereka
warisi turun temurun: Singkek samo diuleh, kurang samo ditukuak. Kok rusuah
bapujuak, tagamang bajawek. Kok mandapek samo balabo, kehilangan samo marugi.
[*]
No comments:
Post a Comment