Oleh Muhammad Nasir
Pengantar
Tulisan ini disarikan dari Disertasi Doktoral Muhammad
Sanusi Latief berjudul “Gerakan Kaum Tua di Minangkabau (1907-1969), IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (1981)., halaman 39-42. M Sanusi Latif pernah menjabat sebagai Rektor IAIN Imam
Bonjol, Padang periode 1976–1982. Tujuan penulisan ini antara lain untuk
menambah referensi tentang agama dan keyakinan masyarakat Minangkabau sebelum
kedatangan Islam. Selain itu, mengingat disertasi ini tidak dicetak, maka salah
satu bentuk melestarikan sumber informasi tentang sejarah Minangkabau adalah
menyalin sebagian kecil informasi yang dimuat dalam disertasi tersebut. Untuk
membantu pemahaman dan mengembangkan informasi, penulis juga memberikan catatan
yang bersumber dari literatur yang lain, dan model penyalinanpun pada beberapa bagian dilakukan secara bebas; tak secara persis seperti menulis kutipan langsung. Mudah-mudahan salinan ini bermanfaat
bagi yang membutuhkan referensi tentang Agama dan Kepercayaan Masyarakat
Minangkabau sebelum Islam.
A. Agama dan Kepercayaan di Minangkabau sebelum Islam.
Masa Pra Agama.
Sanusi Latif menuliskan bahwa sebelum masuknya
agama-agama ke Minangkabau, masyarakat Minangkabau selain menaati adat, juga menganut
keyakinan pra-agama,
[i] baik
animisme dan dinamisme, maupun
kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus yang dapat membahayakan manusia,
sehingga kepadanya harus diberikan sesajian serta pembacaan mantera-mantera
[M.
Sanusi Latief, hal. 39]. Masa Pra Agama ini tidak diulas lebih lanjut oleh
M Sanusi Latief, terutama dalam rentang waktu kapan masa ini berlangsung.
Masa Hindu Budha
Masa Hindu Brahma (abad ke-5 M), agama Budha
Hinayana (abad ke-7) dan agama Budha Mahayana (abad ke-7 sampai abad ke-10),
baik yang dibawa oleh para pedagang dari Hindustan (India) maupun mereka yang
datang dari kerajaan Majapahit.
[ii]
Akan tetapi, Agama Hindu dan Budha di Minangkabau
tidak sekuat adat, dan tidak pula sekuat pengaruh Hindu dan Budha di Jawa
ketika Islam datang. Pengaruhnya tidaklah mendalam dan tidak meninggalkan
bekas-bekas yang lama. Kedua agama tersebut belum sempat memasyarakat. Belum banyak
didirikan tempat-tempat pengajaran dan penyiaran agama tersebut di daerah ini
[M.
Sanusi Latief, hal. 40].
[iii]
Sejarah Hanya mencatat bahwa sebuah stupa dari biara
agama Budha yang berdiri di Muara Takus, abad ke-8 dalam daerah Kerajaan
Minangkabau Timur. Muara Takus atau Telaga Udang terletak di hulu Kampar.
[iv]
Selain Itu, beberapa prasasti mengenai
Adityawarman dan agama Budha, di anatarnya terdapat di Lima Kaum, yaitu
Prasasti Kuburajo I (1347) dan Kuburajo II (1339/1351). Salah satu yang
diyakini sebagai jejak agama Budha adalah di antaranya yang bergambar matahari
atau teratai (lambang agama Buddha) dan sapaan dalam agama budha “Oṃ māṃla”
B. Sebab-sebab lemahnya pengaruh agama Hindu dan Budha
di Minangkabau [M. Sanusi Latief, hal.40-41],
yaitu:
Pertama: Karena kedua agama tersebut yang datang
ke Minagkabau dari Kerajaan Majapahit, di bawa oleh penyerbu. Dengan demikian
menimbulkan citra yang kurang simpatik bagi masyarakat di daerah ini.
Kedua, walaupun Adityawarman akhirnya
berhasil menjadi raja di Minangkabau, kekuasaannya tidak dapat menjangkau
kehidupan masyarakat di nagari-nagari, terutama di daerah Luhak nan Tigo. Dengan
demikian, kalaupun ia ingin menyebarkan agama Budha, namun peluang itu amat
terbatas.
Ketiga, misinya dalam bidang politik dan militer
jauh lebih menonjol sehingga penyebaran agama kurang menjadi perhatiannya. Kedatangannya
ke Minangkabau tidak disertai dengan ahli-ahli agama Budha yang cukup untuk
menyebarkan agama tersebut di daerah ini. Tidak seperti raja-raja Islam Aceh
yang selalu membawa ahli-ahli agama dalam perjalanannya ke daerah-daerah yang
dikuasainya.
Keempat, Pengaruh adat dalam masyarakat
Minangkabau jauh lebih kuat dan benar-benar berurat berakar sehingga tidak
mudah dimasuki oleh paham-paham lainnya, a[alagi yang tidak sejalan dengannya.
Kelima, susunan masyarakat menurut
kasta-kasta dalam agama Hindu tidak berkenan di hati masyarakat Minangkabau
karena sangat bertentangan dengan kehidupan demokratis yang telah mendarah
daging bagi mereka. Keinginan Adityawarmnan agar susunan masyarakat berkasta-kasta
diberlakukan di Minangkabau, segera mendapat tantangan.
Agama Hindu dan Budha walaupun pengaruhnya amat
kecil di Minangkabau, telah bercampur aduk
dengan kepercayaan pra agama dan adat.
[v]
Dalam situasi yang demikianlah kemudian agama Islam sampai ke daerah ini. Agama
Islam menemukan masyarakat di sini telah mempunyai adat dan kepercayaan-kepercayaan
pra-agama, ditambah dengan unsur-unsur agama Hindu dan Budha yang belum kuat
tertanam.
[M. Sanusi Latief, hal.40-41]
End Notes
[i]
Sanusi Latif menggunakan isltilah pra agama. James
W Fowler menyebutnya dengan kepercayaan
eksistensial. Kepercayaan eksistensial itu sendiri menurutnya merupakan suatu
kegiatan relasional, artinya ‘berada-dalam-relasi-dengan-sesuatu. Lebih lanjut
lihat
Sari Pemikiran James W. Fowler
dalam “Teori Perkembangan Kepercayaan: Karya-karya Penting James W. Fowler”,
Editor. A. Supratiknya, Yogyakarta: Kanisius, 1995Kepercayaan
[ii][ii]
Dalam catatan kakinya, M Sanusi Latief menulis, “Adityawarman yang datang ke
Minangkabau (1340) dari Kerajaan Majapahit, dikatakan menganut agama Hindu-Budha
Hinayana. (Lihat J.L. Moens, Budhisme di Jawa dan Sumatera dalam Masa
Kejayaannya yang Terakhir, Jakarta, Bharata, 1974, hal. 44)
[iii]
M Sanusi Latif merujuk pada sumber yang ia tulis di catatan kaki, yaitu dari
Harry J Benda, “Kontinuitas dan Perubahan dalam Islam di Indonesia dalam buku
Islam di Indonesia, editor, Taufik Abdullah, Jakarta, Tintamas, 1974 hal.
34;36.
[iv] Lihat M
Rasyid Manggis,
Minangkabau, Sejarah Ringkas dan Adatnya, Padang, Sri
Dharma, 1970, hal.172
[v]
Catatan kaki M Sanusi Latief nomor 49, “Kepercayaan tentang reinkarnasi,
keharusan membakar kemenyan sebelum berdo’a, serta bermacam-macang kenduri,
selamatan di rumah duka dan berkaul ke kuburan dan tempat-tempat yang dipandang
keramat atau sakral, sering dikemukakan sebagai contoh tentang sisa-sisa
pengaruh Hjindu dan atau kepercayaan animisme
dan dinamisme yang telah ada sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha.