29 December 2016

The Lost Symbol

Judul : The Lost Symbol
Penulis : Dan Brown
Alih Bahasa : Ingrid Dwijani Nimpoeno
Penerbit : Bentang Yogyakarta
Cetakan : Cet. Pertama 2010
Tebal :712 halaman
Resensiator : Muhammad Nasir


Informasi penting bagi yang pernah membaca karya Dan Brown sebelumnya - Deception Point, Digital Fortress, The Da Vinci Code, dan Angels and Demons-, bahwa The Lost Symbol masih berkutat seputar organisasi-organisasi rahasia yang berpengaruh kuat dalam membentuk sejarah dunia.

Tokoh utama dalam novel ini masih Robert Langdon, Simbolog Agama dari Harvard University, sebagaimana The Da Vinci Code dan Angels and Demons. Petualangan ini bertajuk menyelamatkan seseorang atau sesuatu dari sosok misterius yang dan berhubungan dengan organisasi penuh rahasia dan interpretasi simbol. Hebatnya simbol-simbol yang diungkapkan itu ada di komputer anda. Saat membaca novel ini usahakan komputer anda menyala pada posisi Microsoft word terbuka, dari toolbar klik insert dan tekan symbol!

Kali ini, organisasi yang dikuak misterinya adalah Freemasonry. Dalam novelnya terdahulu, misalnya The Da Vinci Code berupaya menguak misteri dan kontroversi Prelatur Vatikan yang dikenal sebagai Opus Dei dan Biarawan Sion. Begitu juga dalam Angels and Demons yang menceritakan persaudaraan Illuminati yang menentang gereja, yang di antara mereka ada ilmuwan terkemuka seperti Gallileo Gallilei, Sir Issac Newton, Johannes Kepler dan Copernicus.

Langdon (atau mungkin Dan Brown sendiri) seolah memberi penegasan bahwa Washington adalah sarang organisasi Freemasonry. Semesta symbol ciptaan persaudaraan [moral] ini bertebaran di seluruh penjuru kota. Lihat juga bagaimana ia menyebutkan sejumlah presiden Amerika seperti Benjamin Franklin, Teddy Roosevelt, Harry Truman, dan Gerald Ford--memang benar anggota Freemasonry. Latar belakang ini membuat bangunan di Washington banyak diwarnai kepercayaan Freemasonry.

Soal Freemasonry dan segenap lika-likunya sebaiknya anda baca saja sendiri. Saya justru menemukan keasyikan tersendiri ketika menemukan kata kunci (keyword) menarik untuk saya sendiri yaitu Noetic Science. Apa pula itu?


Noetic Science : menjemput yang silam

Novel ini bercerita tentang pencarian portal kuno berdasarkan sejumlah petunjuk, simbol-simbol, dan cerita yang menakjubkan. Hampir semuanya menyangkut teknologi canggih hingga ilmu ketuhanan. Tetapi yang menarik selain simbol dan freemasonry adalah ilmu baru bernama Noetic Science yang diperkenalkan oleh Dan Brown melalui Katherine Solomon tokoh perempuan novel ini yang tak lain --sang ilmuwan Noetic Science-- itu sendiri.

Katherine Solomon menyebut noetic science sebagai "ilmu yang mungkin baru, tapi sesungguhnya ilmu pengetahuan tertua di dunia, yaitu studi mengenai pikiran manusia". Dalam cerita disebutkan bidang ilmu noetic berpengaruh terhadap semua bidang ilmu mulai dari fisika, sejarah, filsafat dan agama (hal. 64). "Nenek moyang kita (orang-orang kuno) sesungguhnya memahami pikiran secara lebih mendalam daripada kita saat ini. Pikiran manusia adalah satu-satunya teknologi yang dimiliki orang-orang kuno.

Selama berabad-abad “orang terpandai” di dunia mengabaikan ilmu pengetahuan kuno, mengolok-oloknya sebagai tahayul yang bodoh dan mempersenjatai diri dengan skeptisisime angkuh; “terobosan-terobosan baru setiap generasi terbukti keliru menurut teknologi generasi berikutnya (hal.89-90).

Sesuatu yang dapat dipahami dari Noetic Science ini adalah kekuatan berpikir positif yang dapat mengontrol sesuatu menuju yang diinginkan. Postulatnya kira-kira : "sesuatu itu kalau dipikirkan tidak baik akan tidak baik juga hasilnya. Sebaliknya, jika seseorang percaya semuanya akan baik-baik saja, maka semua akan baik-baik saja. Tinggal mengatakan “sebentar lagi semuanya akan berubah” (hal. 64). Tiba-tiba ingat orang yang menyebut dirinya Mentalist atau Master Mind; Deddy Corbuzier.

Ilmu noetic pernah membuat lompatan kuantum pasca peristiwa terror WTC 2001, ketika dunia yang ketakutan bersatu memfokuskan diri pada kedukaan bersama dan kesatuan pengalaman maka lahirlah keteraturan dalam kekacauan (hal. 92). Tetapi apakah keteraturan itu bernama perang global melawan terror (war against global terrorism)? Wallahu a’lam. Untuk menguji postulat itu, terutama di tengah karut-marut politik bangsa Indonesia terkini, dapatkah gaya berpikir noetic ini bisa memberi solusi?

Terpaksa banyak membaca

Novel ini memang sarat pengetahuan dan dalam taraf tertentu sangat melelahkan. Saya terpaksa harus berjibaku membentangkan banyak buku yang lain terutama tentang beberapa istilah dan peristiwa tertentu, sebagai pendalaman pengetahuan agar "nyambung" dengan yang diceritakan Dan Brown. Misalnya kata "noetic" yang tak bersua di kamus.

Bagi peminat sejarah, menelusuri terma yang lazim ditemukan dalam kitab sejarah yang terbujur-terbelintang dalam novel ini menjadi sensasi tersendiri. Kekuatan fiksi dalam karyanya nyaris “remuk redam” dan seolah-olah menjadi kenyataan sejarah yang sulit terbantahkan.

Selain itu keahlian Dan Brown sungguh menakjubkan terutama dalam memanfaatkan fakta-fakta sejarah berdirinya Amerika Serikat dan keberaniannya mengangkat sejarah kontroversial, hidden history dalam sejarah Amerika Serikat bahkan sejarah Kristiani.

Asyiknya, metode penyajiannya yang seperti membuka “kotak pandora” justru membawa pembaca pada tamasya yang mengesankan ke beberapa peristiwa sejarah pada kurun waktu tertentu. Oleh karenanya, tak ada salahnya membaca The Last Symbol ini sebagai penyegaran setelah disibukkan dengan riset konvensional dalam disiplin ilmu sejarah. Selamat bertualang!

Resensiator:
Muhammad Nasir, Pembaca buku dan peminat sejarah.
Aktif di Magistra Indonesia, Padang

dimuat di harian Padang ekspres, Minggu, 28 Februari 2010