20 April 2011

Kumayan: Yang Tenggelam dalam Sejarah

Oleh Muhammad Nasir


Jutaan tanaman yang ditumbuhkan Allah SWT dimuka bumi “pasti” ada nilainya. Kata “pasti” di sini tersangkut dengan aspek tauhid dilandasi keyakinan bahwa tak ada ciptaan Allah yang sia-sia (Q.S. Ali Imran [3]:191). Termasuk jilatang yang paling gatal sekalipun. Hanya saja, kesalahan dalam penggunaan tanaman itulah yang membuatnya turun nilai. Tapi yang akan dibahas di sini adalah soal kumayan.

Agaknya kumayan/kemenyan (astyrax benzoin) merupakan salah satu hasil alam Minagkabau yang menjadi “lubang kelam” sejarah Islam di Minangkabau. Betapa tidak, kumayan yang kerap hadir dalam upacara adat, ritual perdukunan bahkan upacara keagamaan, dianggap sebagai komoditas yang bersetuju dengan praktik syirik yang mengiringi pelaksanaan ajaran Islam di Minangkabau.

Aliran keagamaan yang sering disebut para ahli sebagai kelompok tradisional sering menggunakan kumayan sebelum memulai upacara keagamaan, misalnya doa bersama. Penulis yang akrab dengan lingkungan tradisionalis sering menyaksikan sendiri, bagaimana harumnya aroma kumayan sebelum niat/kaul do’a dipasang.

Seringkali mereka yang besar di lingkungan ajaran Islam modern mengolok-olok masyarakat yang masih melakoni praktik ini. “Masa iya, di zaman modern ini, orang Islam masih menggunakan praktik keagamaan Hindu/Budha, membakar kumayan segala sebelum berdo’a?” kata mereka.

Pernah hal ini penulis tanyakan kepada Buya Ahmad Khatib Maulana Ali (1915-1993), akrab dipanggil Inyiak Imam Salo. Beliau menjawab, “tak usah dipikirkan. Itu hanya tradisi yang melekat dalam gairah keagamaan. Tak ada tradisi yang kekal. Nanti, ada saatnya kumayan tak lagi dijual orang, tradisi itu akan hilang dengan sendirinya,” kata beliau menghibur.

Benar saja, hampir 20 tahun sejak itu beliau ucapkan, ritual membakar kumayan nyaris habis dan mayarakat “tradisionalis” itu juga tidak begitu mempersoalkan. Tak ada kumayan, tak masalah. Dunia “modern” ternyata telah meninggalkannya dengan santai, tanpa konflik yang berarti. Saya tidak tahu persis, apakah ada kemajuan tema pemurnian agama yang baru setelah menentang habis-habisan praktik membakar kumayan dalam upacara keagamaan ini.

Pertanyaannya, dapatkah dikatakan hilangnya kumayan dari pasaran akibat kampanye pemurnian agama? Atau barangkali komoditas ini hilang akibat hilangnya pohon kumayan dari hutan-hutan kita karena penebangan liar (illegal logging)?

Sejarah mencatat, praktik membakar kumayan dalam ritual keagamaan terjadi saat kumayan melimpah ruah di negeri ini. Orang Minangkabau yang “penggalas” mengangkut komoditas dagang ini dari tanah Batak, kemudian dijual di Minangkabau untuk keperluan macam-macam.

William Marsden etnolog abad ke-18 dari East Indian Companies (EIC) dalam bukunya Sejarah Sumatera (W. Marsden, 2008:144-145) bercerita tentang populernya kumayan sebagai komoditas dagang “tempo doeloe”. Getah kumayan yang paling murni disebut “kepala kumayan”. Kepala kumayan kualitas tinggi disebut “kepala eropa”, dan kualitas yang lebih rendah disebut “kepala hindia”

Kumayan kepala eropa dijual ke pasar eropa. Kegunaannya antara lain pengharum gereja, obat batuk (ekspektoran) dan penyembuh luka (styptic). Sementara kumayan kepala hindia diekspor ke Arab, Persia hingga India. Kegunaannya antara lain pengharum kuil atau rumah pribadi, pengusir serangga dan dapat pula menyingkirkan efek udara kotor yang mengganggu pernafasan.

Memang kumayan pernah memiliki catatan hitam dalam sejarah agama Islam di Minangkabau. Tetapi sebagai benda mati tak perlu pula kumayan dipandang sinis sebagai properti “kaum pagan”. Apapula bedanya dengan keris pusaka atau benda-benda lainnya yang berwajah ganda, gelap dan terang. Wajah gelap ketika benda tersebut digunakan untuk tujuan jahat, dan wajah cerah ceria bila digunakan untuk kemaslahatan.

Nah, sebagai penunjang maslahat, terutama soal kesejahteraan dan ekonomi, tak ada salahnya dikembangkan budi daya kumayan. Setidaknya untuk menjemput kembali “success story” kumayan dalam sejarah kebudayaan Minangkabau. Selanjutnya, hutang pakar tumbuh-tumbuhanlah untuk menganalisis, apakah tanaman kumayan dapat tumbuh di tanah Minangkabau modern. Sementara ahli-ahli lainnya diharapkan meneliti terus manfaat dan khasiat yang masih tersembunyi di balik kumayan. Sedangkan ahli agama cukup mendo’a dan mengaminkan, semoga pohon kumayan dapat tumbuh baik dan berguna menunjang perekonomian anak nagari. Amin. [MN]


Muhammad Nasir
Peneliti Magistra Indonesia - Padang
sumber Foto: humbahas.blogspot.com

2 comments:

MAYAN SATRIA WICAKSANA said...

Gan cuma sekedar saran,,, lebih menarik kalo di kasih gambar2 gtu..


web master
http://mswe98.blogspot.com/
http://www.msw98.blogspot.com
http://soda2smaza.blogspot.com/
http://duniabola2.blogspot.com/

Rofiq said...

blog saya kurang rame gan, tampilannya gag asyik