31 December 2024

Pemilihan Kepala Jaga Neraka

Cerpen Muhammad Nasir


“Aku tak percaya Arthas maju,” kata Ghory, sambil meluruskan tanduknya yang bengkok. “Ia bahkan tak bisa menjaga barak utara tanpa membuat kekacauan!”

 “Setidaknya Arthas tegas,” sahut Reksa. “Bandingkan dengan Ballot, yang lebih sibuk membangun citra daripada bekerja. Setiap keputusan selalu dia tunda hanya untuk membuat survei!”

 “Aku lebih khawatir pada Buyung Oke,” sela Saitoni, yang biasanya pendiam. “Dia bilang ingin reformasi. Tapi reformasi apa? Memasang pendingin ruangan di sini?”

 “Hahahaha…”

 Tawa sinis meledak di antara mereka, meski beberapa wajah tampak khawatir. Pemilihan kali ini dianggap penting karena Kepala Penjaga Neraka yang baru akan memegang kendali ribuan tahun ke depan. Atau malah lebih, tergantung kemauan Lucifer.

 

10 September 2024

Di Bawah Kuasa Neraka

 Muhammad Nasir

 

Bias bara api neraka semakin menyala. Bertingkah dengan suara jeritan samar di kejauhan. Dinding neraka menanyangkan baya-bayang dua sosok hitam bergoyang-goyang. Tetapi pemilik bayangan itu, satunya berwajah garang dengan kulit merah menyala dan tanduk melengkung ke belakang. Mirip dengan sosok yang digambar oleh buku siksa neraka yang pupoler tahun 1980-1990an. Dialah Zaalfash, kepala neraka. Ia telah memimpin ribuan jiwa menuju siksaan abadi selama ribuan tahun.

Di hadapannya, seorang pria tua. Duduk santai menyilanhgkan tangan di dada. Ia tampak tenang namun penuh perhitungan dan berbahaya. Mantan Kepala Biro Politik Partai Keranjang Kuning, Tuan Dr. (HC). Anantakana. Mereka berdua duduk di meja panjang yang dikelilingi kobaran api.

Sepertinya kedua sosok itu sedang berpikir, atau mungkin juga sedang berdebat panas. Saya yang sedang jalan-jalan pagi di surga mengintip mereka dari celah rimbunan semak firdaus  yang wangi dan lembut. Saya sepertinya hanya mendengar potongan percakapan mereka di pertengahan saja. Entah sejak kapan dan apa asal mulanya.

 

13 July 2024

Catatan Akhir Semester

Education is the passport to the future

Muhammad Nasir

 

Mengikuti perkuliahan yang penuh tantangan, dengan keterbatasan fisik sebagai seorang manusia pra lanjut usia (kata WHO), saya sering kali merasa seperti seorang musafir yang lelah menapaki gurun pasir yang tak berujung. Haus, tapi tak punya air. Setiap langkah terasa berat, setiap hari adalah perjuangan yang tak kenal lelah (siapa bilang? Ini melelahkan, bro!).Semua harus dihadapi seperti di medan perang. Tidak serius, mati konyol. Kalau serius, ada banyak kemungkinan; masih hidup dan pegal-pegal, masih hidup dengan tubuh penuh luka, atau mati syahid (masya Allah).


Namun, di balik kesulitan itu, terdapat segudang pengalaman yang tak ternilai. Melalui pembacaan intens ratusan jurnal, saya berhasil menghasilkan 49 artikel review. Pembacaan yang belum tentu benar dan review yang belum tentu akurat. Tetapi, setiap artikel adalah buah dari kerja keras melawan gerak waktu waktu yang berjalan cepat.

 

Dari malam-malam panjang yang dihabiskan dengan membaca dan merenung (dan membaca WA). Beberapa dari artikel tersebut telah diterbitkan, sementara yang lain sedang dalam proses editorial. Setiap kata yang tertulis adalah manifestasi dari semangat yang membara, sebuah dedikasi terhadap ilmu pengetahuan yang tak pernah surut dan menyala-nyala.

 

10 October 2023

Percakapan Yang Meresahkan Dunia

Oleh Muhammad Nasir

Pagi-pagi sekali, kabut asap sudah menyungkup kota. Memeluk erat-erat warga agar tetap bertahan dalam kemalasan. Berdiam dalam rumah dan bilik pribadi sekiranya lebih aman dari pada menghisap jerebu yang menyesakkan dada. Kabut asap dapat memperburuk asma dan penyakit paru kronis lain, seperti bronkitis kronik, kata orang ahli. 

Engku Emir el Majanin sepagi itu sudah bersiap-siap. Memilih baju paling pantas untuk berpikir santuy. Setelan sarung asli negeri Wakanda, baju kaos polos dan kemeja lengan pendek yang semua kancingnya sengaja dibuka. 

“Ini sekadar menutupi bahwa aku ini orang gila,” batin Engku Majanin. 

Setelah berkaca sepuasnya, Engku Majanin tersenyum tipis. Semakin lama gila, ia merasa semakin bersih dan cemerlang. Ia kemudian berjalan ke teras dan duduk menatap bukit yang berselendang kabut. 

 “Gawat Engku, semalam ada lagi orang gila yang masuk!” kata seorang pria kepada Engku Majanin. 

Engku Majanin menoleh sesaat kepada orang itu. Usai tersenyum tipis ia hanya menjawab, “Apakah yang engkau cemaskan? Bukankan ini adalah tempat bagi orang-orang gila?” 

“Benar Engku, aku baru sadar bahwa ini adalah rumah sakit jiwa,” jawab pria itu sambil terkekeh. 

“Engkau macam tak tahu saja. Orang yang baru gila biasanya memang begitu. Belagak, merasa sok paten, petantang petenteng. Aku yang sudah lama gila, biasa-biasa saja kok,” kata Engku Majanin 

 “Iya pula engku. Agaknya, orang baru kaya, baru berkuasa, baru berilmu dan baru beragama juga begitu. Merasa paling kaya, paling berkuasa, paling berilmu dan paling takwa. Hahaha…” 

“Husy…kemana pula perginya itu. Marah mereka nanti,” balas Engku Majanin. 

 “Tapi benar juga katamu, merasa paling gila itu memang meresahkan. Begitu juga merasa paling kaya, paling berkuasa, paling berilmu dan paling beragama.” Engku Majanin sepertinya sepakat dengan pendapat pria itu. 

 “Sepertinya engku, saya dapat membuat kesimpulan, bahwa kata kunci kegilaan itu adalah “merasa paling” dan “perbuatan meresahkan,” benar begitu engku?” pria itu meminta pendapat Engku Majanin. 

“Terserah kau lah, buyung. Aku mau minum obat dulu!” jawab Engku Majanin seadanya. 

Anda yang merasa waras pasti bisa bayangkan bagaimana suasana yang terbangun dalam percakapan itu. Bagaimana setting tempat yang pas dan apa properti yang tersedia di area teras percakapan itu. Bagi anda yang ingin membuat film pendek, bisa menggambarkan percakapan itu sifilmis mungkin. 

*** 

19 September 2023

Gembel Politik

Gembel Politik 

Oleh Muhammad Nasir 

 

Istilah "orang gembel" adalah frasa yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang hidup dalam kondisi kemiskinan ekstrem atau kurang mampu secara finansial. Biasanya, orang gembel tidak memiliki tempat tinggal tetap, tidak memiliki pekerjaan yang stabil, dan seringkali bergantung pada bantuan sosial atau sumbangan dari orang lain untuk bertahan hidup. 

Kondisi orang gembel dapat sangat sulit, dan mereka mungkin menghadapi berbagai masalah seperti kelaparan, kekurangan pakaian, masalah kesehatan, dan ketidakstabilan sosial. Penting untuk dicatat bahwa banyak orang yang terjebak dalam kondisi seperti ini mungkin memiliki masalah yang lebih dalam seperti masalah kesehatan mental, kecanduan, atau pengalaman traumatis. 

Seringkali, istilah "orang gembel" digunakan dengan konotasi negatif atau merendahkan, tetapi penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki kisah dan tantangan hidup mereka sendiri. Banyak organisasi dan individu bekerja untuk membantu orang yang menghadapi kondisi tersebut dan memberikan dukungan kepada mereka untuk mendapatkan kembali stabilitas dalam hidup mereka.  

15 August 2023

Konten Cemeeh Politisi Receh

Konten Cemeeh Politisi Receh* Muhammad Nasir
Main-mainlah ke media sosial dan lihat akun-akun politisi Indonesia. Banyak ditemukan pesan-pesan receh, bernada olok-olok, dangkal dan cendrung menunjukkan rendahnya kadar moral dan intelektual. Tak heran, banyak netizen yang kemudian menyerbu postingan politisi itu, meninggalkan komentar pro dan kontra. Kontennya dapat berupa cemeeh terhadap orang-orang , komunitas, agama, atau gagasan tertentu.
Media sosial sepertinya memang dunia artificial, semu dan palsu. Bisa jadi pesan receh dan olok-olok dari politisi itu mungkin sekadar main-main atau mungkin juga memiliki tujuan tertentu. Hanya saja, meski itu hanya “dunia bauru-uru”, istilah Bobby Lukman Piliang, seorang pegiat media sosial, konten remeh bin receh itu dapat pula diukur kadar kepatutan dan kepantasan untuk menyiarkannya ke media sosial. Apalagi, politisi sebenarnya bukanlah pekerjaan receh dan remeh temeh. Politisi adalah persona publik yang terikat etika politik dan mesti memiliki integritas yang baik.
Politisi merupakan aktor penting dalam sistem politik Indonesia. Perilaku politisi akan mencerminkan bagaimana sistem dan budaya politik Indonesia. Politisi yang baik secara ideal mencerminkan adanya budaya politik yang baik. Sebaliknya politisi yang buruk juga mencerminkan budaya politik yang buruk pula. Sebagai pengecualian, politisi yang baik mungkin dapat hadir dalam budaya politik yang buruk dan politisi buruk mungkin tidak berterima dalam budaya politik yang baik.
Franz Magnis Suseno, dalam bukunya Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern (1994), menuliskan bahwa etika politik di sini selain terkait dengan perilaku elit politik, tapi juga terkait pandangan tentang manusia dan kekuasaan, serta sangat terkait dengan hukum dan kekuasaan. Menurutnya, fungsi etika politik adalah untuk mengkritisi legitimasi politik secara rasional, objektif, dan argumentatif, juga sebagai pandangan normatif bagi politisi untuk melaksanakan kekuasaan secara bermartabat.
Tentang konten cemeeh
Cemeeh adalah kosa kata Minangkabau yang sudah masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI, cemeeh diartikan sebagai perbuatan berupa ejekan, hinaan dan cemooh. Dalam kultur masyarakat manapun, mencemooh, mengejek dan menghina merupakan perbuatan yang tidak sopan dan tidak beretika.
Terkait postingan yang berisi konten cemeeh dan olok-olok yang dibahas pada awal tulisan ini, dapat dinilai sebagai sebuah perbuatan tercela dan tidak patut. Apalagi jika menggunakan kata-kata umpatan, kata-kata kotor, kasar, ucapan jorok, sumpah serapah, caci-maki, tidak senonoh, sadis dan rasis. Ungkapan-ungkapan itu dalam kultur bahasa Indonesia adalah ungkapan bahasa yang secara sosial bersifat ofensif, menghina, menistakan, atau merendahkan orang lain.
Dikaitkan dengan pendapat Suseno tentang etika politik, konten cemeeh dan olok-olok para politisi itu menunjukkan kadar rasionalitas, objektifitas, dan kemampuan argumentatifnya. Rasionalitas menjadi alat untuk menakar kemampuan penggunaan akal budinya. Objektifitas adalah kerangka berpikir yang menunjukkan kematangan mental dan emosialnya sehingga ia dapat berkonsentrasi pada substansi objek yang ia pikirkan tanpa perasaan atau emosi. Sementara, kemampuan argumentatif adalah kecakapan menyampaikan pendapat disertai dengan data dan fakta yang nyata.
Politisi yang suka melakukan tindakan cemeeh dan olok-olok dapat disebut sebagai politisi receh, rese, remeh temeh yang menyampaikan gagasan secara bagarebeh tebeh. Garebeh tebeh dalam bahasa Minang berarti tidak rapi. Varian lainnya adalah garosoh posoh (terburu-buru). Terma garebeh tebeh menunjukkan cara berpikir yang tidak sistematis dan asal-asalan. Garosoh posoh menunjukkan cara berpikir yang oversimplikasi dan asal bunyi. Oleh sebab itu, politisi receh adalah sejenis politisi “muncung buruk” yang gemar menyampaikan pesan yang superfisial (tidak berbobot), dangkal, tidak substansial dan cenderung mengada-ada.
Fenomena politik cemeeh dan olok-olok yang marak di akun media sosial politisi itu, menunjukkan kegagalannya dalam berpikir dan menampilkan sikap mental yang baik. Setidaknya, perbuatan itu menunjukkan ketiadaaan niat untuk mendidik dan mencerdaskan publik. Apalagi jika itu ditujukan untuk mengeksploitasi emosi massa lewat pernyataan cemeeh dan olok-olok.
Krisis Kewibawaan
Kewibawaan (charismatic) merupakan salah satu syarat kepemimpinan. Pemimpin kharismatik menurut Al Mawardy, pemikir politik Islam dalam bukunya Adab al Dunya wa al Din (1879 M) menyebut enam sendi dalam menegakkan negara. Salah satunya adalah penguasa kharismatik. Menurutnya, kekuasaan yang berwibawa terlahir dari pemimpin yang bijak. Seorang pemimpin atau penguasa harus mempunyai kharisma berwibawa, dan dapat diteladani. Dengan wibawanya, ia punya otoritas yang melekat pada dirinya yang dapat menjadi pemersatu bagi aspirasi-aspirasi masyarakat yang berbeda.
Konten cemeeh dan olok-olok para politisi tersebut tentu berpotensi menurunkan wibawa, kharisma dan otoritas dirinya sebagai tokoh publik. Apalagi bila konten itu membuat masyarakat terpecah belah dan saling bermusuhan. Selain cap sebagai politisi receh, jatuhnya wibawa akan membawa kepada ketidak percayaan publik terhadap dirinya. Colcuitt (2007) mengatakan orang dipercaya karena tiga hal, yaitu karena kemampuan, kebajikan (reputasi) dan integritas, ditambah dengan pengaruh situasional yang ada di dunia politik.
Tscannen-Moran & Hoy (2000) mengatakan reputasi politisi dibentuk oleh perilaku politisi (karakteristik personal) dan lingkungan (iklim politik dan media massa). Khusus tentang media sosial, memiliki peran penting dalam pembentukan kepercayaan terhadap politisi. Media menyediakan informasi yang digunakan individu dalam proses terbentuknya kepercayaan. Jangan coba-coba berolok-olok tentang makanan di tengah publik yang sedang lapar, atau berjoget ria saat publik sedang berduka.
Kepercayaan terhadap politisi merupakan kepercayaan interpersonal yang bersifat tipis saja (thin interpersonal trust), kata Khodyakov, (2007). Oleh sebab itu, prilaku personal politisi akan sangat mudah mengubah kepercayaan publik kepada dirinya. Dengan hanya menyediakan batas yang tipis, publik akan mudah memutuskan percaya atau tidak percaya kepada seorang politisi. Syukur saja kalau itu hanya sebatas percaya atau tidak percaya. Andai saja rasa tidak percaya itu berlanjut kepada bentuk tindakan verbal, ia akan dicaci maki. Jika dalam bentukan tidak verbal, mungkin dia akan ditelanjangi publik di keramaian. Ya, sebuah kemungkinan.
*Sudah dipublikasikan di Harian Haluan, 7 Desember 2022