Muhammad Nasir
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Imam Bonjol Padang
Pendahuluan
Sejarah
keseharian atau Alltagsgeschichte merupakan salah satu pendekatan dalam
historiografi modern. Pendekatan ini awalnya berkembang di Jerman Barat pada
dekade 1970–1980-an. Pendekatan ini muncul sebagai reaksi terhadap dominasi
sejarah politik dan ekonomi yang dianggap terlalu menekankan peran tokoh besar,
institusi, serta peristiwa monumental. Tokoh-tokoh seperti Alf Lüdtke dan Hans Medick
menegaskan pentingnya memusatkan perhatian pada kehidupan sehari-hari
masyarakat biasa, yang selama ini tersisih dari narasi utama sejarah (Ludtke,
1995; Medick, 1987)
Mau Baca?
Download di tautan ini:
Sejarah Keseharian (Alltagsgeschicte)
A.
Sejarah Keseharian (Alltagsgeschichte)
1.
Asumsi Dasar
Peristiwa
sejarah memiliki sifat unik karena terjadi dalam konteks waktu tertentu namun
tetap terhubung dengan berbagai peristiwa lain yang berlangsung bersamaan
maupun berurutan (Pirner, 2020). Sejalan dengan itu, Müller-Schöll
et al. (2003) menegaskan bahwa “peristiwa”
menunjuk pada sesuatu yang benar-benar baru dan belum pernah terjadi
sebelumnya, seperti revolusi atau perubahan besar dalam sejarah. Tetapi, alltagsgeschichte
berasumsi bahwa sejarah adalah sesuatu yang dihidupi (lived history),
yaitu hasil dari pengalaman berulang, bukan semata-mata peristiwa sekali jadi
yang unik (einmalig). Alltagsgeschichte juga berangkat dari pandangan bahwa
sejarah tidak hanya dibentuk oleh kekuasaan, kebijakan, atau perang, tetapi
juga oleh praktik, tindakan, dan pengalaman keseharian manusia biasa. Kehidupan
sehari-hari dipandang sebagai arena tempat individu bernegosiasi dengan
struktur sosial dan politik yang lebih besar (Ludtke, 1995).
Dalam
ruang kecil keseharian, individu tidak pasif, tetapi aktif dalam menafsirkan
dan menyesuaikan diri terhadap kekuasaan. Lüdtke memperkenalkan konsep
Eigensinn, yaitu bentuk kemandirian makna dan tindakan individu di bawah tekanan
struktur sosial. Melalui konsep ini, sejarah keseharian tidak hanya menelusuri
“apa yang terjadi”, tetapi juga “bagaimana manusia mengalami dan memberi makna
terhadap peristiwa besar” di sekitarnya.
2. Kegunaan dalam Studi Sejarah
Pendekatan
sejarah keseharian memiliki kegunaan yang luas dalam pengembangan studi
sejarah. Pertama, ia memberi suara kepada kelompok yang terpinggirkan, seperti
perempuan, buruh, petani, anak-anak, dan minoritas (Lüdtke et al., 1995). Kedua, ia menyingkap dinamika
sosial mikro yang tersembunyi di balik struktur sosial makro, seperti strategi
bertahan hidup, nilai moral, dan relasi kekuasaan dalam konteks sehari-hari (de Certeau, 1984).
Selain
itu, pendekatan ini membantu mengoreksi narasi besar (grand narrative)
yang selama ini menempatkan sejarah sebagai produk elite dan negara (Ginzburg, 1992). Dengan menelusuri kisah-kisah
keseharian, sejarah menjadi lebih manusiawi dan membumi serta bukan sekadar
catatan tentang kekuasaan, tetapi tentang bagaimana manusia hidup dan mengingat
kehidupan mereka sendiri.
3. Metode yang Digunakan
Metodologi
Alltagsgeschichte bersifat kualitatif dan interdisipliner. Para sejarawan
menggunakan arsip mikro seperti surat pribadi, catatan harian, laporan polisi,
arsip perusahaan, serta wawancara sejarah lisan untuk merekam pengalaman dan
persepsi subjek sejarah (Medick, 1987). Metode ini dapat menggabungkan
pendekatan etnografi sejarah dan analisis wacana, guna memahami simbol, bahasa,
dan praktik sosial dalam konteks sejarah tertentu (de Certeau, 1984). Selain itu, pendekatan
mikrohistoriografi menjadi ciri khas utama Alltagsgeschichte, yaitu meneliti
kasus kecil (desa, keluarga, individu) untuk menemukan makna sosial yang lebih
luas. Contoh popular adalah karya Carlo Ginzburg (1992) dalam The Cheese and the Worms,
yang mempelajari dunia mental seorang petani abad ke-16, Menocchio, untuk
memahami pola pikir masyarakat Eropa pada masa itu.
4.
Ilmu Bantu
Pendekatan
Alltagsgeschichte tidak dapat berdiri sendiri sebagai metode historis
konvensional. Untuk memahami makna tindakan, simbol, dan pengalaman manusia
dalam konteks sosialnya, sejarah keseharian memerlukan dukungan dari berbagai
ilmu bantu. Pendekatan interdisipliner ini memungkinkan sejarawan menjelaskan
hubungan antara struktur sosial dan pengalaman individu dengan lebih kaya,
reflektif, dan kontekstual.
Berikut
beberapa ilmu bantu yang paling berpengaruh dalam penelitian sejarah
keseharian:
|
Peran / Fungsi Utama |
Rujukan |
|
|
Antropologi Budaya |
Menafsirkan makna tindakan dan simbol dalam
keseharian (thick description). |
(Geertz, 1973); (Medick, 1987) |
|
Sosiologi |
Menganalisis struktur dan interaksi sosial dalam
kehidupan sehari-hari. |
Weber (1922); (Ludtke, 1995) |
|
Psikologi Sosial / Memori Kolektif |
Mengkaji pengalaman, emosi, dan ingatan sosial
bersama. |
Halbwachs (1992); Nora (1989) |
|
Etnografi & Studi Budaya |
Mengamati praktik hidup, bahasa, dan representasi
simbolik. |
de Certeau (1984); Geertz (1981) |
|
Linguistik & Sastra |
Membaca teks keseharian (surat, catatan, narasi)
sebagai konstruksi makna sosial. |
Bakhtin (1981); Chartier (1996) |
|
Geografi Sosial |
Memahami ruang dan tempat sebagai konteks
pengalaman keseharian. |
Lefebvre (1991) |
|
Ekonomi Mikro Sosial |
Meneliti strategi ekonomi keluarga dan kerja
dalam konteks sosial. |
Medick (1987); Hobsbawm (1997) |
|
Antropologi Politik |
Menjelaskan bentuk kekuasaan dan resistensi dalam
tindakan sehari-hari. |
Scott (1987); Lüdtke (1995) |
Ilmu bantu ini memperkuat Alltagsgeschichte sebagai pendekatan interdisipliner yang memadukan sejarah dengan ilmu sosial-budaya untuk menjelaskan makna, struktur, dan pengalaman manusia dalam keseharian.
5.
Posisi Sejarah Keseharian dalam Aliran
Penelitian Sejarah
Dalam
peta besar penelitian sejarah, Alltagsgeschichte menempati posisi penting
sebagai varian dari sejarah sosial (social history) yang bertransformasi
melalui pengaruh cultural turn pada 1970–1980-an (Iggers, 2011, 2014). Jika sejarah sosial klasik
berfokus pada struktur sosial, kelas, dan ekonomi, maka Alltagsgeschichte
menitikberatkan pada pengalaman subjektif dan tindakan sehari-hari yang
dilakukan individu dalam konteks sosial tertentu. Aliran ini berkembang paralel
dengan mikrohistoriografi Italia (seperti Carlo Ginzburg dan Giovanni Levi) dan
antropologi sejarah yang terinspirasi oleh Clifford Geertz (1973). Namun, Alltagsgeschichte memiliki
kekhasan karena menekankan hubungan dialektis antara struktur dan agen:
bagaimana individu “biasa” tetap mampu menegosiasi makna dan melakukan
perlawanan simbolik di bawah rezim atau sistem sosial yang menekan (Ludtke, 1995).
Dengan
demikian, posisi Alltagsgeschichte berada di antara sejarah sosial kritis dan
sejarah budaya, menjadikannya jembatan antara studi makro (struktur dan
institusi) dan studi mikro (pengalaman dan narasi personal). Ia juga memberikan
kontribusi besar terhadap historiografi kontemporer yang lebih reflektif,
interdisipliner, dan sensitif terhadap dimensi kemanusiaan dari sejarah (Rüsen, 2017).
6.
Keabsahan dalam Studi Sejarah
Pendekatan
Alltagsgeschichte kini diakui memiliki keabsahan akademik yang kuat. Ia
memperluas sumber sejarah dengan mengangkat lapisan-lapisan pengalaman personal
dan sosial yang sebelumnya diabaikan (Ludtke, 1995). Meski demikian, pendekatan ini
juga memiliki tantangan karena menekankan pada aspek subjektivitas dan ada
risiko munculnya interpretasi yang emosional (Confino, 1997). Fokus mikro juga dapat
menimbulkan fragmentasi narasi yang kehilangan konteks makro. Namun, kekuatan
Alltagsgeschichte justru terletak pada kemampuannya menghadirkan sejarah yang
hidup dan reflektif, yang memperkaya pemahaman terhadap hasil kajian sejarah struktural.
7.
Dimensi Historis: Peristiwa, Spasial, dan
Temporal
Pendekatan Alltagsgeschichte menekankan bahwa sejarah keseharian juga memiliki tiga dimensi utama: peristiwa, spasial, dan temporal.
a. Dimensi
Peristiwa
Dalam
sejarah keseharian, peristiwa besar seperti perang, revolusi, atau krisis dipahami
melalui pengalaman individu yang mengalaminya. Fokusnya bukan pada kronologi
atau kebijakan, melainkan pada cara manusia merasakan peristiwa tersebut dalam
kehidupan sehari-hari (Ludtke, 1995). Misalnya, dalam kajian tentang
Jerman Nazi, sejarawan meneliti bagaimana warga bertahan hidup di tengah
kontrol ketat rezim, bukan sekadar menelaah ideologi negara.
b. Dimensi Spasial
Ruang
dalam sejarah keseharian bukan hanya lokasi fisik, tetapi juga arena sosial dan
simbolik. Ruang seperti rumah, pasar, pabrik, sekolah, dan tempat ibadah
menjadi tempat terjadinya negosiasi sosial dan pembentukan identitas (Henri Lefebvre, 1991). Hans Medick (1987) meneliti desa Laichingen untuk
memperlihatkan bagaimana ruang kerja dan ruang domestik berfungsi sebagai wadah
pertemuan antara kapitalisme dan nilai-nilai komunitas tradisional.
c. Dimensi Temporal
Waktu
dalam Alltagsgeschichte bersifat subjektif dan ritmis, bukan hanya
kronologis. Ada perbedaan antara “waktu resmi” (jam, kalender, periode sejarah)
dan “waktu keseharian” (ritme hidup, musim, pengalaman, dan kenangan) (Halbwachs, 1992). Waktu keseharian inilah yang
sering menjadi ruang bagi memori kolektif berakar, sebagaimana dijelaskan oleh
Nora (1989) bahwa keseharian menciptakan ruang
sejarah (lieux de mémoire) yaitu ruang tempat sejarah diingat dan
dimaknai.
B.
Memori Kolektif sebagai Perspektif
Teoretis
Konsep
memori kolektif menjadi salah satu fondasi teoretis penting dalam Alltagsgeschichte.
Menurut Maurice Halbwachs (1992), ingatan individu selalu terbentuk
dalam kerangka sosial; manusia mengingat melalui kelompok dan nilai-nilai
sosialnya. Pierre Nora (1989) kemudian memperluas gagasan ini
dengan memperkenalkan konsep “tempat-tempat kenangan” (lieux de mémoire),
yaitu di mana memori sosial melekat dan hidup. Dalam konteks Alltagsgeschichte,
memori kolektif menjelaskan bagaimana masyarakat mengingat masa lalu melalui
praktik keseharian, seperti tradisi, ritual, cerita keluarga, dan simbol budaya
(Confino, 1997). Melalui memori, masyarakat tidak
hanya mengenang masa lalu, tetapi menghidupkannya kembali dalam tindakan dan
narasi keseharian.
C.
Sejarah Keseharian sebagai Cara Membaca Sejarah Kekinian
Sejarah
keseharian tidak hanya berguna untuk memahami masa lalu, tetapi juga berfungsi
sebagai cara melibatkan disiplin sejarah dalam membaca peristiwa kekinian.
Dalam konteks ini, keseharian menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini;
antara pengalaman historis dan realitas sosial yang sedang berlangsung.
Menurut
konsep Koselleck (2004) tentang history-in-the-present,
setiap momen keseharian mengandung dimensi historis karena manusia senantiasa
menafsirkan tindakan dan pengalaman mereka melalui ingatan masa lalu. Dengan
demikian, sejarah keseharian membuka kemungkinan bagi sejarah untuk tidak
sekadar berbicara tentang masa lalu, tetapi juga menafsirkan dinamika
kontemporer seperti perubahan gaya hidup, pola konsumsi, hingga pengalaman
digital masyarakat modern.
Pendekatan
ini sekaligus menjawab anggapan bahwa sejarah hanya berurusan dengan masa lalu.
Melalui Alltagsgeschichte, sejarah dipahami sebagai ilmu tentang pengalaman
manusia dalam waktu, yang hidup, berulang, dan terus berubah (Rüsen, 2017). Dengan membaca keseharian masa
kini secara historis, sejarawan dapat menangkap bagaimana struktur sosial dan
memori kolektif bekerja dalam konteks kekinian dan menjadikan sejarah relevan
dengan kehidupan manusia masa sekarang.
Dengan
demikian, Alltagsgeschichte menghadirkan cara pandang baru terhadap sejarah:
bahwa keseharian adalah pusat dari pengalaman historis manusia. Melalui dimensi
peristiwa, spasial, dan temporal, serta melalui lensa memori kolektif,
pendekatan ini memperlihatkan bahwa sejarah bukan hanya tentang kekuasaan dan
perubahan besar, tetapi juga tentang bagaimana manusia hidup, merasa, dan
mengingat masa lalu mereka sendiri. Selain itu, Alltagsgeschichte juga
berfungsi menjembatani antara sejarah makro dan sejarah mikro, antara struktur
dan pengalaman, antara masa lalu dan masa kini. Ia menjadikan sejarah lebih
reflektif, manusiawi, dihidupi dan terus berlangsung.
Daftar Pustaka
Bakhtin, M. M. (1981). The Dialogic Imagination. Four
Essays. In M. Holquist (Ed.), The Slavic and East European Journal
(Translatio, Vol. 26, Issue 1). University of Texas Press.
Chartier, R. (1996). On
the Edge of the Cliff History, Language and Practices (L. G. Cochrane
(ed.)). Johns Hopkins University Press.
Confino, A. (1997).
Collective Memory and Cultural History: Problem of method. The American
Historical Review, 102(5).
de Certeau, M. (1984). The
Practice of Everyday Life (Steven Rendall (ed.); English tr). University of
California Press.
Geertz, C. (1973). The
Interpretation of Cultures. Basic Books.
Geertz, C. (1981). Negara:
The Theatre State in Nineteenth-Century Bali. Princeton University Press.
Ginzburg, C. (1992). The
Cheese and the Worms. The Cosmos of a Sixteenth Century Miller. Johns
Hopkins University Press.
Halbwachs, M. (1992). On
Collective Memory (L. A. Coser (ed.)). The University of Chicago Press.
https://doi.org/10.52200/53.a.c4gwdaq3
Henri Lefebvre. (1991). The
Production of Space. Wiley–Blackwell.
Hobsbawm, E. (1997). On
History. Weidenfeld & Nicolson.
Iggers, G. G. (2011). The
Theory and Practice of History: Leopold von Ranke. Routledge.
Iggers, G. G. . (2014). Historiography
in the Twentieth Century : From Scientific Objectivity to the Postmodern
Challenge . by Georg G . Iggers Review by : Ronald H . Carpenter Stable URL :
http://www.jstor.org/stable/2568531 . 85(1), 271–272.
Koselleck, R. (2004). Futures
Past: On the Semantics of Historical Time. Columbia University Press.
https://www.jstor.org/stable/10.7312/kose12770
Ludtke, A. (1995). The
History of Everyday Life: Reconstructing Historical Experiences and Ways of
Life. In Alf Lüdtke (Ed.), Princeton University Press. https://doi.org/https://doi.org/10.2307/j.ctv7r41bx.
Lüdtke, A. … Niethammer,
L. (1995). The History of Everyday Life: Reconstructing Historical
Experiences and Ways of Life (A. Ludtke (ed.); English Tr). Princeton
University Press.
Medick, H. (1987). “Missionaries
in the Row Boat?” Ethnological Ways of Knowing as a Challenge to Social
History. Comparative Studies in Society and History, 29(1), 76–98.
Müller-Schöll, N. (2003).
“Ereignis: Eine fundamentale Kategorie der Zeiterfahrung. Anspruch und Aporien.
In Kultur- und Medientheorie. Transcript Verlag.
https://doi.org/https://doi.org/10.14361/9783839401699
Nora, P. (1989). Between
Memory and History: Les Lieux de Memoire. Representations, 26(1),
7–24. https://doi.org/10.1525/rep.1989.26.1.99p0274v
Pirner, H. J. (2020). Von
Ereignissen zu Strukturen. Heidelberger Jahrbucher Online, 5, 131–153.
https://doi.org/https://doi.org/10.17885/heiup.hdjbo.2020.0.24177
Rüsen, J. (2017). Evidence
and Meaning: A Theory of Historical Studies. Berghahn Books.
Scott, J. C. (1987). Weapons
of the Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance. Yale University Press.
Lampiran:
|
|
|

No comments:
Post a Comment