13 November 2025

Muhammad Nasir
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Imam Bonjol Padang

 

Pendahuluan

Sejarah keseharian atau Alltagsgeschichte merupakan salah satu pendekatan dalam historiografi modern. Pendekatan ini awalnya berkembang di Jerman Barat pada dekade 1970–1980-an. Pendekatan ini muncul sebagai reaksi terhadap dominasi sejarah politik dan ekonomi yang dianggap terlalu menekankan peran tokoh besar, institusi, serta peristiwa monumental. Tokoh-tokoh seperti Alf Lüdtke dan Hans Medick menegaskan pentingnya memusatkan perhatian pada kehidupan sehari-hari masyarakat biasa, yang selama ini tersisih dari narasi utama sejarah (Ludtke, 1995; Medick, 1987)

 













Mau Baca?
Download di tautan ini:
Sejarah Keseharian (Alltagsgeschicte)

A.  Sejarah Keseharian (Alltagsgeschichte)

1.    Asumsi Dasar

Peristiwa sejarah memiliki sifat unik karena terjadi dalam konteks waktu tertentu namun tetap terhubung dengan berbagai peristiwa lain yang berlangsung bersamaan maupun berurutan (Pirner, 2020). Sejalan dengan itu, Müller-Schöll et al. (2003) menegaskan bahwa “peristiwa” menunjuk pada sesuatu yang benar-benar baru dan belum pernah terjadi sebelumnya, seperti revolusi atau perubahan besar dalam sejarah. Tetapi, alltagsgeschichte berasumsi bahwa sejarah adalah sesuatu yang dihidupi (lived history), yaitu hasil dari pengalaman berulang, bukan semata-mata peristiwa sekali jadi yang unik (einmalig). Alltagsgeschichte juga berangkat dari pandangan bahwa sejarah tidak hanya dibentuk oleh kekuasaan, kebijakan, atau perang, tetapi juga oleh praktik, tindakan, dan pengalaman keseharian manusia biasa. Kehidupan sehari-hari dipandang sebagai arena tempat individu bernegosiasi dengan struktur sosial dan politik yang lebih besar (Ludtke, 1995).

Dalam ruang kecil keseharian, individu tidak pasif, tetapi aktif dalam menafsirkan dan menyesuaikan diri terhadap kekuasaan. Lüdtke memperkenalkan konsep Eigensinn, yaitu bentuk kemandirian makna dan tindakan individu di bawah tekanan struktur sosial. Melalui konsep ini, sejarah keseharian tidak hanya menelusuri “apa yang terjadi”, tetapi juga “bagaimana manusia mengalami dan memberi makna terhadap peristiwa besar” di sekitarnya.

 2.    Kegunaan dalam Studi Sejarah

Pendekatan sejarah keseharian memiliki kegunaan yang luas dalam pengembangan studi sejarah. Pertama, ia memberi suara kepada kelompok yang terpinggirkan, seperti perempuan, buruh, petani, anak-anak, dan minoritas (Lüdtke et al., 1995). Kedua, ia menyingkap dinamika sosial mikro yang tersembunyi di balik struktur sosial makro, seperti strategi bertahan hidup, nilai moral, dan relasi kekuasaan dalam konteks sehari-hari (de Certeau, 1984).

Selain itu, pendekatan ini membantu mengoreksi narasi besar (grand narrative) yang selama ini menempatkan sejarah sebagai produk elite dan negara (Ginzburg, 1992). Dengan menelusuri kisah-kisah keseharian, sejarah menjadi lebih manusiawi dan membumi serta bukan sekadar catatan tentang kekuasaan, tetapi tentang bagaimana manusia hidup dan mengingat kehidupan mereka sendiri.

 3.    Metode yang Digunakan

Metodologi Alltagsgeschichte bersifat kualitatif dan interdisipliner. Para sejarawan menggunakan arsip mikro seperti surat pribadi, catatan harian, laporan polisi, arsip perusahaan, serta wawancara sejarah lisan untuk merekam pengalaman dan persepsi subjek sejarah (Medick, 1987). Metode ini dapat menggabungkan pendekatan etnografi sejarah dan analisis wacana, guna memahami simbol, bahasa, dan praktik sosial dalam konteks sejarah tertentu (de Certeau, 1984). Selain itu, pendekatan mikrohistoriografi menjadi ciri khas utama Alltagsgeschichte, yaitu meneliti kasus kecil (desa, keluarga, individu) untuk menemukan makna sosial yang lebih luas. Contoh popular adalah karya Carlo Ginzburg (1992) dalam The Cheese and the Worms, yang mempelajari dunia mental seorang petani abad ke-16, Menocchio, untuk memahami pola pikir masyarakat Eropa pada masa itu.

 

4.    Ilmu Bantu

Pendekatan Alltagsgeschichte tidak dapat berdiri sendiri sebagai metode historis konvensional. Untuk memahami makna tindakan, simbol, dan pengalaman manusia dalam konteks sosialnya, sejarah keseharian memerlukan dukungan dari berbagai ilmu bantu. Pendekatan interdisipliner ini memungkinkan sejarawan menjelaskan hubungan antara struktur sosial dan pengalaman individu dengan lebih kaya, reflektif, dan kontekstual.

Berikut beberapa ilmu bantu yang paling berpengaruh dalam penelitian sejarah keseharian:

 

Ilmu Bantu

Peran / Fungsi Utama

Rujukan

Antropologi Budaya

Menafsirkan makna tindakan dan simbol dalam keseharian (thick description).

(Geertz, 1973); (Medick, 1987)

Sosiologi

Menganalisis struktur dan interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari.

Weber (1922); (Ludtke, 1995)

Psikologi Sosial / Memori Kolektif

Mengkaji pengalaman, emosi, dan ingatan sosial bersama.

Halbwachs (1992); Nora (1989)

Etnografi & Studi Budaya

Mengamati praktik hidup, bahasa, dan representasi simbolik.

de Certeau (1984); Geertz (1981)

Linguistik & Sastra

Membaca teks keseharian (surat, catatan, narasi) sebagai konstruksi makna sosial.

Bakhtin (1981); Chartier (1996)

Geografi Sosial

Memahami ruang dan tempat sebagai konteks pengalaman keseharian.

Lefebvre (1991)

Ekonomi Mikro Sosial

Meneliti strategi ekonomi keluarga dan kerja dalam konteks sosial.

Medick (1987); Hobsbawm (1997)

Antropologi Politik

Menjelaskan bentuk kekuasaan dan resistensi dalam tindakan sehari-hari.

Scott (1987); Lüdtke (1995)

 Ilmu bantu ini memperkuat Alltagsgeschichte sebagai pendekatan interdisipliner yang memadukan sejarah dengan ilmu sosial-budaya untuk menjelaskan makna, struktur, dan pengalaman manusia dalam keseharian.

 

5.    Posisi Sejarah Keseharian dalam Aliran Penelitian Sejarah

Dalam peta besar penelitian sejarah, Alltagsgeschichte menempati posisi penting sebagai varian dari sejarah sosial (social history) yang bertransformasi melalui pengaruh cultural turn pada 1970–1980-an (Iggers, 2011, 2014). Jika sejarah sosial klasik berfokus pada struktur sosial, kelas, dan ekonomi, maka Alltagsgeschichte menitikberatkan pada pengalaman subjektif dan tindakan sehari-hari yang dilakukan individu dalam konteks sosial tertentu. Aliran ini berkembang paralel dengan mikrohistoriografi Italia (seperti Carlo Ginzburg dan Giovanni Levi) dan antropologi sejarah yang terinspirasi oleh Clifford Geertz (1973). Namun, Alltagsgeschichte memiliki kekhasan karena menekankan hubungan dialektis antara struktur dan agen: bagaimana individu “biasa” tetap mampu menegosiasi makna dan melakukan perlawanan simbolik di bawah rezim atau sistem sosial yang menekan (Ludtke, 1995).

Dengan demikian, posisi Alltagsgeschichte berada di antara sejarah sosial kritis dan sejarah budaya, menjadikannya jembatan antara studi makro (struktur dan institusi) dan studi mikro (pengalaman dan narasi personal). Ia juga memberikan kontribusi besar terhadap historiografi kontemporer yang lebih reflektif, interdisipliner, dan sensitif terhadap dimensi kemanusiaan dari sejarah (Rüsen, 2017).

 

6.    Keabsahan dalam Studi Sejarah

Pendekatan Alltagsgeschichte kini diakui memiliki keabsahan akademik yang kuat. Ia memperluas sumber sejarah dengan mengangkat lapisan-lapisan pengalaman personal dan sosial yang sebelumnya diabaikan (Ludtke, 1995). Meski demikian, pendekatan ini juga memiliki tantangan karena menekankan pada aspek subjektivitas dan ada risiko munculnya interpretasi yang emosional (Confino, 1997). Fokus mikro juga dapat menimbulkan fragmentasi narasi yang kehilangan konteks makro. Namun, kekuatan Alltagsgeschichte justru terletak pada kemampuannya menghadirkan sejarah yang hidup dan reflektif, yang memperkaya pemahaman terhadap hasil kajian sejarah struktural.

 

7.    Dimensi Historis: Peristiwa, Spasial, dan Temporal

Pendekatan Alltagsgeschichte menekankan bahwa sejarah keseharian juga memiliki tiga dimensi utama: peristiwa, spasial, dan temporal. 

a. Dimensi Peristiwa

Dalam sejarah keseharian, peristiwa besar seperti perang, revolusi, atau krisis dipahami melalui pengalaman individu yang mengalaminya. Fokusnya bukan pada kronologi atau kebijakan, melainkan pada cara manusia merasakan peristiwa tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Ludtke, 1995). Misalnya, dalam kajian tentang Jerman Nazi, sejarawan meneliti bagaimana warga bertahan hidup di tengah kontrol ketat rezim, bukan sekadar menelaah ideologi negara.

 b. Dimensi Spasial

Ruang dalam sejarah keseharian bukan hanya lokasi fisik, tetapi juga arena sosial dan simbolik. Ruang seperti rumah, pasar, pabrik, sekolah, dan tempat ibadah menjadi tempat terjadinya negosiasi sosial dan pembentukan identitas (Henri Lefebvre, 1991). Hans Medick (1987) meneliti desa Laichingen untuk memperlihatkan bagaimana ruang kerja dan ruang domestik berfungsi sebagai wadah pertemuan antara kapitalisme dan nilai-nilai komunitas tradisional.

 c. Dimensi Temporal

Waktu dalam Alltagsgeschichte bersifat subjektif dan ritmis, bukan hanya kronologis. Ada perbedaan antara “waktu resmi” (jam, kalender, periode sejarah) dan “waktu keseharian” (ritme hidup, musim, pengalaman, dan kenangan) (Halbwachs, 1992). Waktu keseharian inilah yang sering menjadi ruang bagi memori kolektif berakar, sebagaimana dijelaskan oleh Nora (1989) bahwa keseharian menciptakan ruang sejarah (lieux de mémoire) yaitu ruang tempat sejarah diingat dan dimaknai.

 

B.  Memori Kolektif sebagai Perspektif Teoretis

Konsep memori kolektif menjadi salah satu fondasi teoretis penting dalam Alltagsgeschichte. Menurut Maurice Halbwachs (1992), ingatan individu selalu terbentuk dalam kerangka sosial; manusia mengingat melalui kelompok dan nilai-nilai sosialnya. Pierre Nora (1989) kemudian memperluas gagasan ini dengan memperkenalkan konsep “tempat-tempat kenangan” (lieux de mémoire), yaitu di mana memori sosial melekat dan hidup. Dalam konteks Alltagsgeschichte, memori kolektif menjelaskan bagaimana masyarakat mengingat masa lalu melalui praktik keseharian, seperti tradisi, ritual, cerita keluarga, dan simbol budaya (Confino, 1997). Melalui memori, masyarakat tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi menghidupkannya kembali dalam tindakan dan narasi keseharian.

 

C.  Sejarah Keseharian sebagai Cara Membaca Sejarah Kekinian

Sejarah keseharian tidak hanya berguna untuk memahami masa lalu, tetapi juga berfungsi sebagai cara melibatkan disiplin sejarah dalam membaca peristiwa kekinian. Dalam konteks ini, keseharian menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini; antara pengalaman historis dan realitas sosial yang sedang berlangsung.

Menurut konsep Koselleck (2004) tentang history-in-the-present, setiap momen keseharian mengandung dimensi historis karena manusia senantiasa menafsirkan tindakan dan pengalaman mereka melalui ingatan masa lalu. Dengan demikian, sejarah keseharian membuka kemungkinan bagi sejarah untuk tidak sekadar berbicara tentang masa lalu, tetapi juga menafsirkan dinamika kontemporer seperti perubahan gaya hidup, pola konsumsi, hingga pengalaman digital masyarakat modern.

Pendekatan ini sekaligus menjawab anggapan bahwa sejarah hanya berurusan dengan masa lalu. Melalui Alltagsgeschichte, sejarah dipahami sebagai ilmu tentang pengalaman manusia dalam waktu, yang hidup, berulang, dan terus berubah (Rüsen, 2017). Dengan membaca keseharian masa kini secara historis, sejarawan dapat menangkap bagaimana struktur sosial dan memori kolektif bekerja dalam konteks kekinian dan menjadikan sejarah relevan dengan kehidupan manusia masa sekarang.

Dengan demikian, Alltagsgeschichte menghadirkan cara pandang baru terhadap sejarah: bahwa keseharian adalah pusat dari pengalaman historis manusia. Melalui dimensi peristiwa, spasial, dan temporal, serta melalui lensa memori kolektif, pendekatan ini memperlihatkan bahwa sejarah bukan hanya tentang kekuasaan dan perubahan besar, tetapi juga tentang bagaimana manusia hidup, merasa, dan mengingat masa lalu mereka sendiri. Selain itu, Alltagsgeschichte juga berfungsi menjembatani antara sejarah makro dan sejarah mikro, antara struktur dan pengalaman, antara masa lalu dan masa kini. Ia menjadikan sejarah lebih reflektif, manusiawi, dihidupi dan terus berlangsung.

 

Daftar Pustaka

Bakhtin, M. M. (1981). The Dialogic Imagination. Four Essays. In M. Holquist (Ed.), The Slavic and East European Journal (Translatio, Vol. 26, Issue 1). University of Texas Press.

Chartier, R. (1996). On the Edge of the Cliff History, Language and Practices (L. G. Cochrane (ed.)). Johns Hopkins University Press.

Confino, A. (1997). Collective Memory and Cultural History: Problem of method. The American Historical Review, 102(5).

de Certeau, M. (1984). The Practice of Everyday Life (Steven Rendall (ed.); English tr). University of California Press.

Geertz, C. (1973). The Interpretation of Cultures. Basic Books.

Geertz, C. (1981). Negara: The Theatre State in Nineteenth-Century Bali. Princeton University Press.

Ginzburg, C. (1992). The Cheese and the Worms. The Cosmos of a Sixteenth Century Miller. Johns Hopkins University Press.

Halbwachs, M. (1992). On Collective Memory (L. A. Coser (ed.)). The University of Chicago Press. https://doi.org/10.52200/53.a.c4gwdaq3

Henri Lefebvre. (1991). The Production of Space. Wiley–Blackwell.

Hobsbawm, E. (1997). On History. Weidenfeld & Nicolson.

Iggers, G. G. (2011). The Theory and Practice of History: Leopold von Ranke. Routledge.

Iggers, G. G. . (2014). Historiography in the Twentieth Century : From Scientific Objectivity to the Postmodern Challenge . by Georg G . Iggers Review by : Ronald H . Carpenter Stable URL : http://www.jstor.org/stable/2568531 . 85(1), 271–272.

Koselleck, R. (2004). Futures Past: On the Semantics of Historical Time. Columbia University Press. https://www.jstor.org/stable/10.7312/kose12770

Ludtke, A. (1995). The History of Everyday Life: Reconstructing Historical Experiences and Ways of Life. In Alf Lüdtke (Ed.), Princeton University Press. https://doi.org/https://doi.org/10.2307/j.ctv7r41bx.

Lüdtke, A. … Niethammer, L. (1995). The History of Everyday Life: Reconstructing Historical Experiences and Ways of Life (A. Ludtke (ed.); English Tr). Princeton University Press.

Medick, H. (1987). “Missionaries in the Row Boat?” Ethnological Ways of Knowing as a Challenge to Social History. Comparative Studies in Society and History, 29(1), 76–98.

Müller-Schöll, N. (2003). “Ereignis: Eine fundamentale Kategorie der Zeiterfahrung. Anspruch und Aporien. In Kultur- und Medientheorie. Transcript Verlag. https://doi.org/https://doi.org/10.14361/9783839401699

Nora, P. (1989). Between Memory and History: Les Lieux de Memoire. Representations, 26(1), 7–24. https://doi.org/10.1525/rep.1989.26.1.99p0274v

Pirner, H. J. (2020). Von Ereignissen zu Strukturen. Heidelberger Jahrbucher Online, 5, 131–153. https://doi.org/https://doi.org/10.17885/heiup.hdjbo.2020.0.24177

Rüsen, J. (2017). Evidence and Meaning: A Theory of Historical Studies. Berghahn Books.

Scott, J. C. (1987). Weapons of the Weak: Everyday Forms of Peasant Resistance. Yale University Press.


Lampiran:

Aspek

Uraian Ringkas

Rujukan

Asumsi Dasar

1.       Sejarah dibentuk oleh pengalaman keseharian manusia biasa (lived history);

2.       individu adalah agen aktif yang menafsirkan realitas sosial.

Lüdtke (1993, 1995); Medick (1987)

Konsep Utama

1.       Eigensinn (makna dan tindakan otonom);

2.       keseharian sebagai arena negosiasi antara struktur dan agen.

Lüdtke (1995)

Kegunaan

1.       Memberi suara bagi kelompok terpinggirkan,

2.       mengungkap dinamika mikro,

3.       mengoreksi narasi besar sejarah.

Lüdtke & Medick (1994); de Certeau (1984); Ginzburg (1980)

Metode

Kualitatif: arsip mikro, catatan harian, wawancara, analisis wacana, etnografi sejarah, mikrohistori.

Medick (1987); Ginzburg (1980); de Certeau (1984)

Posisi dalam Aliran

1.       Cabang sejarah sosial yang dipengaruhi cultural turn;

2.       jembatan antara sejarah sosial kritis dan sejarah budaya.

Iggers (2005); Geertz (1973); Lüdtke (1993)

Keabsahan Akademik

1.       Sah secara ilmiah karena memperkaya sejarah dengan narasi mikro;

2.       kritik: subjektif dan fragmentaris.

Confino (1997); Lüdtke (1995)

Memori Kolektif

Menjelaskan cara masyarakat mengingat dan memaknai masa lalu melalui praktik keseharian.

Halbwachs (1992); Nora (1989); Confino (1997)

Dimensi Historis

1.       Peristiwa: pengalaman individu

2.       Spasial: ruang sosial simbolik,

3.       Temporal: waktu ritmis dan subjektif.

Lüdtke (1993); Lefebvre (1991); Halbwachs (1992)

Keseharian & Kekinian

1.       Membaca realitas masa kini secara historis (history-in-the-present);

2.       Sejarah hidup dan berulang (living history).

Koselleck (2004); Rüsen (2005)

Nilai Ilmiah

1.       Menghubungkan makro–mikro,

2.       Menhubungkan struktur–agen,

3.       Menghubungkan masa lalu–masa kini;

4.       menjadikan sejarah lebih manusiawi.

Lüdtke (1995); Rüsen (2005)

 

 

 

No comments: