10 November 2025

Pahlawan dan Tindak Kepahlawanan di Masa Sekarang

 Muhammad Nasir

 Masihkah manusia masa kini mencari pahlawan, ataukah kita kini hanya mencari figur untuk dikagumi sesaat? Pertanyaan ini mengemuka ketika dunia modern begitu ramai oleh citra berupa gambar, narasi, dan simbol yang berlomba merebut ruang kepercayaan publik. Di tengah banjir informasi, manusia tetap membutuhkan sosok yang bisa dijadikan cermin moral, tetapi cara kita menemukan dan menilai mereka telah berubah. Jika dahulu pahlawan lahir dari perang dan perjuangan, kini mereka muncul dari keberanian moral dan ketulusan dalam keseharian.

Sejarah itu, kata sejarawan R.G. Collingwood (1946), bukan sekadar rekaman peristiwa, tetapi upaya manusia untuk “memikirkan kembali” tindakan masa lalu di dalam pikirannya sendiri. Dan juga tidak semata hidup di monumen, melainkan di dalam ingatan kolektif masyarakat yang terus menafsir ulang nilai-nilainya, kata Halbwachs (1992). Karena itu, setiap zaman akan selalu melahirkan tafsir baru tentang siapa yang layak disebut pahlawan. Hari ini, manusia mencari figur yang mampu mengembalikan rasa percaya di tengah keterasingan sosial dan krisis moral publik. 

Apa contohnya? Lihatlah, dalam konteks global dapat diingat kemunculan nama-nama seperti Mahmoud Ahmadinejad di Iran pada awal 2000-an; Evo Morales di Bolivia sejak masa pemerintahannya tahun 2006 hingga 2019; Barack Obama di Amerika Serikat pada era kepemimpinannya 2009–2017, hingga Zohran Mamdani, politisi muda progresif yang muncul di New York pada dekade 2020-an, sekarang (2025) ia terpilih sebagai Walikota New York. Nama-nama itu menunjukkan bagaimana imaji kepahlawanan masa kini dibangun di antara kesederhanaan dan keberanian moral.