01 February 2025

Dosen Idaman Mahasiswa

Muhammad Nasir

Apakah mahasiswa akan mengingat Anda sebagai dosen yang mereka sukai, atau hanya sebagai sosok yang pernah memberi mereka tugas-tugas berat tanpa kenangan manis?


Menjadi dosen yang disukai mahasiswa itu bukan sekadar soal menguasai materi atau punya gelar panjang di belakang nama. Kalau hanya itu syaratnya, setiap dosen dengan titel mentereng sudah pasti jadi favorit. Tapi kenyataannya? Tidak sesederhana itu.

Saat saya menjadi Sekretaris Program Studi Bahasa dan Sastra Arab (Prodi BSA) di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang (2018–2021), saya berkesempatan mengobrol dengan banyak mahasiswa. Mereka sering membantu saya menyusun borang akreditasi prodi, dan di sela-sela kesibukan itu, saya penasaran: “Dosen seperti apa sih yang kalian sukai?”

Jawaban mereka ternyata cukup menarik dan—jujur saja—kadang agak menggelitik.

Berikut type dosen yang mereka sukai:

Dosen yang Mudah Dihubungi, Ditemui, dan Fast Respon

Mahasiswa zaman sekarang hidup dalam era serba cepat. Mereka terbiasa mendapatkan jawaban instan dari Google dan media sosial. Jadi, kalau ada dosen yang slow respon atau susah dihubungi, ya... bisa dibayangkan bagaimana reaksi mereka.

“Pokoknya dosen yang fast respon itu juara!” kata salah satu mahasiswa dengan penuh semangat.

Saya tersenyum. Memang, dalam kompetensi sosial seorang dosen, ada tuntutan untuk membangun komunikasi yang baik dengan mahasiswa. Artinya, keterjangkauan dosen bukan cuma soal ketersediaan waktu, tetapi juga tentang menciptakan atmosfer akademik yang inklusif.


Dosen yang Seru Saat Mengajar

Tidak semua mahasiswa ingin dosen mereka selucu stand-up comedian, tapi setidaknya, mereka mengharapkan kelas yang tidak membuat kantuk datang lebih cepat dari ilmu.

“Ada dosen yang kalau ngajar kayak baca koran,” keluh seorang mahasiswa. “Tapi ada juga yang ngajarnya asik banget, pakai games, diskusi, kadang bercanda, jadi nggak terasa berat.”

Dosen yang ‘Murah Hati’ dalam Memberikan Nilai

Ini bagian yang paling klasik. Mahasiswa tentu menyukai dosen yang tidak “pelit” dalam memberi nilai.

“Kalau ada dua dosen sama-sama pintar, yang satu gampang ngasih nilai, yang satu susah, ya jelas kami suka yang gampang,” kata seorang mahasiswa dengan nada polos.

Dosen yang Tidak Sombong dan Tidak Pamer Ilmu

Ilmu itu tinggi, tapi cara menyampaikannya bisa tetap membumi. Mahasiswa tidak suka dosen yang terlalu sibuk “pamer” pengetahuan tanpa memikirkan apakah mereka benar-benar paham atau tidak.

“Ada dosen yang kalau menjelaskan, berasa kayak kasih teka-teki. Akhirnya kami pusing sendiri,” kata seorang mahasiswa sambil tertawa.

Dosen yang Mengajak Mahasiswa Mampir ke Prodi

Bagian ini yang cukup unik. Beberapa mahasiswa mengatakan bahwa mereka suka dosen yang sering mengajak mereka mampir ke prodi.

“Kayaknya karena kami ngerasa diperhatikan, jadi lebih dekat dan nggak canggung kalau mau diskusi,” kata salah satu mahasiswa.

Ah, ini pasti ngeles dan ada udang di balik bakwan. Soalnya mereka yang nanya adalah saya, sekretaris prodi mereka. By the way, pesannya mungki dapat saya tangkap, bahwa dalam kompetensi sosial dosen, membangun kedekatan dengan mahasiswa memang penting. Tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga dalam interaksi akademik sehari-hari.

Bridging Harapan Mahasiswa dan Tugas Dosen

Jika melihat UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tugas utama dosen adalah:

  1. Mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  2. Mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  3. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Dari sini jelas bahwa dosen bukan sekadar pengajar di kelas, tetapi juga agen perubahan di dunia akademik. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa sekadar menguasai materi tidak cukup. Seorang dosen juga harus bisa membangun komunikasi yang baik, menciptakan kelas yang menyenangkan, dan menjaga hubungan yang sehat dengan mahasiswa.

Akhirnya, menjadi dosen idaman bukan hanya tentang seberapa hebat ilmunya, tetapi juga seberapa dekat dan pedulinya kepada mahasiswa.

Jadi, bagi para dosen (atau calon dosen) di luar sana, pertanyaannya sekarang: Apakah mahasiswa akan mengingat Anda sebagai dosen yang mereka sukai, atau hanya sebagai sosok yang pernah memberi mereka tugas-tugas berat tanpa kenangan manis?

1 comment:

Yudi said...

Di kampus kami pernah dibuka kesempatan mahasiswa memilih dosen di KRSnya. Hasilnya, ada dosen yang kelasnya berlimpah, ada dosen yang kelasnya kosong.

Ketika saya tanya apa alasan memilih dosen?
Ternyata kriterianya cuma 1 : dosen yang mudah memberi nilai tinggi.

Karena tujuan kuliah adalah ijazah dengan IPK tinggi.

Sejak saat itu, tidak ada lagi kebebasan memilih dosen.