Muhammad Nasir
Konflik di Yaman telah berlangsung sejak 2014 ketika kelompok Houthi menggulingkan pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi. Sejak itu, perang di Yaman tidak hanya menjadi perang saudara, tetapi juga berubah menjadi perang proxy, di mana dua kekuatan utama di Timur Tengah, yaitu Arab Saudi dan Iran, mendukung pihak yang bertikai untuk memperluas pengaruh mereka di kawasan. Rivalitas geopolitik ini berdampak besar bagi masyarakat Yaman, yang menghadapi krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Perang Proxy antara Arab Saudi dan Iran
Perang di Yaman mencerminkan persaingan geopolitik antara Arab Saudi dan Iran dalam perebutan dominasi di Timur Tengah. Arab Saudi memimpin koalisi militer sejak 2015 untuk mendukung pemerintahan Hadi dan menghancurkan kelompok Houthi, yang dianggap sebagai ancaman strategis karena memiliki hubungan dengan Iran. Dengan kekhawatiran bahwa Iran dapat memperluas pengaruhnya di Semenanjung Arab, Arab Saudi dan sekutunya melancarkan serangan udara dan blokade ekonomi terhadap wilayah yang dikuasai Houthi (Hadi, Purwono, & Hartati, 2023).
Di sisi lain, Iran mendukung Houthi dengan teknologi militer, drone, dan rudal untuk menyerang Arab Saudi serta sekutunya (Astuti, 2022). Dukungan Iran terhadap Houthi menjadi bagian dari strategi "Poros Perlawanan", yang bertujuan menantang dominasi Amerika Serikat dan Arab Saudi di kawasan (Al-Rashed, 2023). Meskipun Iran membantah keterlibatan langsung, bukti menunjukkan adanya pasokan senjata dan pelatihan militer kepada kelompok Houthi.
Amerika Serikat juga memainkan peran penting dalam konflik ini dengan mendukung koalisi Arab Saudi melalui penjualan senjata dan bantuan intelijen. Dengan dalih memerangi terorisme dan menjaga keamanan jalur perdagangan, Amerika Serikat terlibat dalam serangan drone terhadap kelompok militan di Yaman (Reuters, 2025). Namun, keterlibatan ini juga menuai kritik karena meningkatkan eskalasi perang dan memperburuk situasi kemanusiaan.
Selain Arab Saudi, Iran, dan Amerika Serikat, Inggris dan Turki juga memiliki peran dalam konflik ini. Inggris, sebagai sekutu dekat Arab Saudi, mendukung operasi militer dengan menjual senjata dan memberikan dukungan diplomatik. Sementara itu, Turki, meskipun tidak terlibat langsung, mendukung faksi-faksi tertentu yang berseberangan dengan Houthi, sambil menjaga hubungan dengan Iran untuk keseimbangan geopolitik.
Dampak Perang Proxy bagi Penduduk Sipil Yaman
Konflik yang berkepanjangan telah menyebabkan penderitaan luar biasa bagi penduduk sipil Yaman.
Krisis kemanusiaan yang terjadi di Yaman telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Lebih dari 22 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, dan lebih dari 17 juta mengalami kelaparan (UNHCR, 2024). Blokade ekonomi yang diberlakukan oleh Arab Saudi memperburuk kondisi pasokan pangan dan obat-obatan, membuat masyarakat sipil semakin rentan terhadap bencana kelaparan.
Serangan udara yang dilakukan oleh koalisi Saudi sering kali menghancurkan rumah sakit, sekolah, dan fasilitas publik lainnya (Amnesty International, 2024). Serangan ini tidak hanya menyebabkan ribuan korban jiwa, tetapi juga memperburuk kondisi kehidupan bagi mereka yang selamat. Di sisi lain, kelompok Houthi juga melakukan serangan rudal ke kota-kota di Arab Saudi, memperluas dampak perang ke luar wilayah Yaman.
Selain itu, Yaman juga mengalami wabah kolera terbesar di dunia akibat buruknya sanitasi dan kurangnya akses air bersih. Sistem kesehatan di negara ini hampir lumpuh, dan ribuan orang meninggal akibat penyakit yang seharusnya dapat dicegah jika fasilitas kesehatan berfungsi normal (WHO, 2024).
Konflik yang berkepanjangan juga menciptakan kekosongan kekuasaan yang dimanfaatkan oleh Al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) dan ISIS untuk memperkuat posisi mereka di Yaman. Amerika Serikat secara rutin melakukan serangan drone untuk menargetkan kelompok teroris ini, tetapi serangan tersebut sering kali menyebabkan korban sipil. Akibatnya, muncul siklus kekerasan yang semakin memperburuk kondisi keamanan di Yaman.
Kesimpulan
Konflik di Yaman bukan sekadar perang internal, tetapi juga merupakan perang proxy antara Arab Saudi dan Iran, dengan intervensi dari Amerika Serikat, Inggris, dan negara lainnya. Rivalitas geopolitik ini membuat perang semakin berkepanjangan dan sulit diselesaikan melalui diplomasi. Sementara itu, penduduk sipil Yaman menjadi korban utama, menghadapi krisis kemanusiaan, kehancuran infrastruktur, dan meningkatnya ancaman terorisme. Tanpa upaya serius dari komunitas internasional untuk menghentikan perang dan mendorong solusi politik, Yaman akan terus menjadi medan pertempuran bagi kepentingan negara-negara besar, dengan rakyatnya yang semakin menderita.
Referensi
- Al-Rashed, A. (2023). Iran's Strategic Influence in Yemen and the Houthi Insurgency. Middle East Policy Journal, 30(1), 45-67.
- Amnesty International. (2024). Airstrikes and Civilian Casualties in Yemen. London: Amnesty International Report.
- Astuti, M. D. (2022). Iran dan Pengaruhnya dalam Konflik Yaman. Jurnal Ilmu Politik Universitas Islam Indonesia, 14(1), 45-61.
- Hadi, A. S., Purwono, A., & Hartati, A. Y. (2023). Kepentingan Intervensi Militer Arab Saudi Dalam Konflik Yaman Sejak Tahun 2015. Jurnal Studi Diplomasi dan Keamanan, 8(2).
- Reuters. (2025). U.S. Strikes Hit Targets in Yemeni Capital, Houthi-Run TV Reports. Retrieved from reuters.com.
- UNHCR. (2024). Yemen Humanitarian Crisis Report. Geneva: United Nations.
- WHO. (2024). Cholera Epidemic and Health Crisis in Yemen. World Health Organization Report.
No comments:
Post a Comment