20 January 2025

Sungai: Dari Tempat Mandi ke Tempat Sampah

 Muhammad Nasir

πŸ‘‰ yang hilang adalah rasa hormat kita pada apa yang seharusnya dijaga


Dulu, sungai adalah pusat kehidupan. Di kota Padang, sungai seperti Batang Arau menjadi saksi bisu aktivitas warga yang penuh harmoni dengan alam. Anak-anak melompat dari batu besar ke air yang jernih. sekarang batu besar sudah tidak ada, kecuali turab pendidinding sungai. Suara tawa mereka bercampur dengan gemericik air. Para ibu mencuci pakaian di pinggir sungai sambil berbagi cerita. "Dulu, kalau kami mandi di Batang Kuranji, airnya sejuk dan bersih. Bahkan, kami bisa melihat ikan berenang di bawah," ujar seorang warga tua yang mengenang masa kecilnya dengan mata berkaca-kaca.

Namun, cerita ini kini hanya tersisa dalam memori kolektif masyarakat. Sungai yang dulu menjadi tempat bermain dan sumber kehidupan kini berubah menjadi saluran limbah. Air jernih telah digantikan oleh air keruh, penuh dengan sampah plastik dan bau tak sedap.

Perubahan fungsi sungai tidak terjadi secara instan, melainkan melalui proses panjang yang seiring dengan perkembangan kota. Modernisasi membawa perubahan besar pada cara masyarakat berinteraksi dengan sungai. Ketika dahulu sungai dianggap sebagai “urang tuo” yang dihormati, kini ia hanya dianggap saluran buangan.

18 January 2025

Trotoar: Tempat Berbagi dan Berebut Tempat

πŸ‘€Oleh Muhammad Nasir

πŸ’₯Tetapi, ketika setiap orang merasa berhak atas ruang yang sama, siapa yang bertanggung jawab mengatur?πŸ’₯

 

Malam itu, di bawah temaram lampu jalanan Ulak Karang, sebuah trotoar berbisik lirih. Si batu tua, bagian dari trotoar yang sudah ada sejak zaman Belanda, meratapi nasibnya. "Aku dulu adalah saksi langkah-langkah kecil anak-anak sekolah dan para pedagang ikan yang membawa keranjang di pagi hari. Kini, tubuhku malah jadi tempat berdirinya warung kaki lima, gerobak nasi goreng, pecel lele dan tenda rokok," keluhnya.

Bagi warga Padang, trotoar adalah ruang serbaguna. Di sisi Jalan Perintis Kemerdekaan, trotoar tidak hanya menjadi pijakan kaki, tapi juga panggung bisnis kecil-kecilan. Para pedagang, dengan alasan ekonomi, menguasai ruang yang seharusnya menjadi milik pejalan kaki. Namun, siapa yang bisa menyalahkan mereka sepenuhnya? "Kalau kami tidak di sini, mau jualan di mana lagi? Ini kan lebih aman daripada di jalan," ujar Pak Rusli, seorang penjual sate Padang, dengan nada pasrah.

***