03 May 2025

Menulis: Menjaga Api Kesarjanaan

Muhammad Nasir

Beberapa hari lalu, saya mengobrol santai fi tangga masjid kampus dengan seorang mahasiswa menjelang ia wisuda. Obrolan itu basa-basi saja pada awalnya, tapi perlahan berubah menjadi curhat penuh kegelisahan. Ia mengaku merasa belum siap meninggalkan kampus.

"Saya baru merasakan nikmatnya berpikir saat menyusun skripsi, Pak,” katanya. "Itu seperti meningalkan seseorang selagi sayang sayangnya," timpalnya.

Ia bercerita bagaimana penelitian dan keterlibatannya dalam kegiatan akademik bersama dosen membuatnya seperti menemukan dunia baru, dunia yang selama ini terasa jauh, tiba-tiba akrab dan menantang.

"Sepertinya saya terlambat, mengapa pengalaman itu tidak datang di awal perkuliahan?"

Jleb...! 

Lalu ia menghela napas dan menambahkan dengan nada yang agak menggebu: “Keinginan saya, saya ingin lebih serius menikmati dunia akademik selagi saya merasa on fire, Pak. Saya tidak ingin kehilangan momentum.”

Saya senang mendengar semangat itu. Tapi realitas segera datang menyusul: “Ya, tapi saya sadar, hidup butuh uang. Kalau bekerja, pasti saya tidak cukup waktu untuk belajar. Mungkin saya akan kehilangan momentum, saat semangat belajar sedang menyala-nyala.”

Ia pun bercerita tentang tempat tinggalnya di kampung yang jauh dari akses buku dan kegiatan ilmiah: “Kampung saya jauh, Pak. Sulit mendapatkan akses ke buku atau kegiatan ilmiah.”

Saya bisa merasakan kegalauannya. Maka, saya mencoba menjawab dengan sedikit perenungan: “Dunia ilmiah bukan hanya kampus. Dunia ilmiah adalah dunia berpikir yang melibatkan aktivitas mendengar, berbicara, mengamati, membaca, dan yang penting: menulis.”

Kalimat itu saya sampaikan bukan hanya untuk menenangkan hatinya, tapi juga untuk mengingatkan diri saya sendiri, bahwa menjaga semangat berpikir itu memang tidak mudah. Bahkan bisa dibilang sulit dan lucu, seperti tugas seorang penjaga lilin dalam cerita rakyat babi ngepet.

Ya, jika anda tahu cerita rakyat itu. Seekor babi ngepet berkeliaran di malam hari mencari uang dengan ilmu hitam, tapi kesaktiannya bergantung pada satu hal: ada seseorang di rumah yang menjaga lilin tetap menyala. Kalau lilinnya padam? Babi ngepet jadi manusia biasa dan ketahuan warga. 

Nah, dalam dunia akademik, semangat berpikir itu seperti si babi ngepet: bisa berjalan, bisa menghasilkan, bisa menjelajah dunia pemahaman, tapi hanya kalau apinya terus menyala. Dan menulis adalah cara kita menjaga lilin itu tetap menyala.

Menulis adalah bentuk perlawanan terhadap lupa. Ia menahan ide agar tidak lenyap. Ia mencatat kegelisahan, menyimpan pertanyaan, bahkan menertawakan kebingungan. Di tengah dunia pascawisuda yang penuh tuntutan kerja dan rutinitas, menulis bisa menjadi jalan sunyi untuk tetap berpikir waras.

Saya mengenal banyak alumni yang tidak lanjut S2, tapi menulis secara konsisten. Mereka tidak hanya bertahan, tapi berkembang. Menulis membuat mereka tetap terlibat dalam percakapan ilmiah, meski tak lagi duduk di kelas atau hadir dalam seminar. Sebaliknya, saya juga tahu beberapa orang bergelar tinggi, tapi kehilangan kebiasaan menulis dan perlahan kehilangan gairah ilmiahnya.

Jadi, kalau kamu baru lulus dan merasa akan kehilangan dunia ilmu, jangan panik. Jangan langsung merasa terbuang dari jagat akademik. Ambil buku catatan kecil. Tulis satu halaman saja setiap hari. Tentang apapun. Tentang kegelisahanmu. Tentang apa yang kamu baca. Tentang obrolan di angkot. Itu semua bisa jadi bahan berpikir. Dan yang penting: kamu sedang menjaga lilinmu tetap menyala.

Karena seperti dalam cerita babi ngepet itu, kadang kita tidak tahu kapan dunia akan tiba-tiba jadi gelap. Tapi kalau kita tetap menulis, kita punya cahaya sendiri. Kecil memang, seperti lilin. Tapi cukup untuk membuat kita tetap jadi manusia berpikir.

Ia merenung dan tersenyum senyum kecil. Saya tepuk pundaknya dan berkata:

"Jika kamu ga' suka cerita metafora babi ngepet, cari saja cerita inspiratif lainnya." 

Senyum yang mengembang jadi tawa ringan. Percakapan berakhir dengan bertukar nomor telpon. Selamat wisuda, jadilah sarjana! 

No comments: